bc

Kekasih Bayaranku Bukan Bartender Biasa

book_age18+
48
FOLLOW
1K
READ
HE
blue collar
sweet
campus
like
intro-logo
Blurb

Nara Prameswari merasa sesak saat cinta pertama yang pernah membuat luka, kini kembali ke hadapannya. Dalam keadaan mabuk dia pun membuat sebuah kontrak pacaran bersama Lingga. Namun balas dendam yang dia rencanakan melalui kontrak itu, malah membuat petaka yang baru.

Razan Azka Wicaksana mengaku menyesal dan akan tulus mencintai Nara mulai detik ini. Namun akankah Nara berpaling dari lukanya hanya karena pernyataan itu?

Saat kesalahpahaman antara Nara dan Lingga semakin nyata, Razan pun turut mengambil kesempatan. Ketidakjujuran membuat hubungan renggang, namun di samping itu cinta sudah tenggelam sangat dalam.

Manakah yang akan Nara pilih? Orang yang sudah bertahan dengan ketidaksempurnaannya, atau orang yang dulu dia harapkan balasan cintanya?

chap-preview
Free preview
Ketika Doi Balik Lagi
Kampus Setia Mukti atau disingkat SM University adalah salah satu kampus swasta di Jakarta. Namanya tidak terkenal, juga akreditasinya biasa saja. Bukan penghasil lulusan terbaik yang IPKnya tinggi-tinggi, namun kampus ini memiliki keunikannya tersendiri. Setiap tahun di tanggal 5 April, mereka akan membuat sebuah festival. Selain untuk merayakan ulang tahun kampus, wisuda juga biasanya dilaksanakan di tanggal itu. Artinya, kebahagiaan terkumpul di hari yang sama. Di festival, mahasiswa bebas mengungkapkan ekspresi dan bakatnya lewat karya-karya yang mereka jual. Ada anak otomotif yang menjual lukisan, analis kimia yang membuat kartun titrasi, dan keunikan lainnya. Hal itu membuat banyak orang tertarik untuk berkunjung. Bahkan sampai ada orang luar negeri yang langsung merekrut mahasiswa walau itu di luar jurusannya, karena yang terpenting adalah keahlian yang berhasil mereka buktikan. Hari ini, Festival SM University sedang berlangsung. Jumlah pengunjungnya mencapai 500 lebih. Semakin sore, semakin padat juga kegiatannya. Hingga hari sudah hampir petang dan mereka berkumpul di satu tempat untuk menantikan acara penutupan. Nara Prameswari adalah bagian dari SM University yang sekarang berada di festival. Berbeda dengan raut wajah orang kebanyakan, dia nampak lelah. Festival ini sudah bukan hal baru baginya. Nara sudah berada di sana selama enam semester. Tiap tahun, ada festival yang serupa. Jika bukan karena tugas komunitas dan dosen yang menyuruhnya mendokumentasi acara, Nara pasti lebih memilih di rumah dan rebahan. Seandainya bisa. Suara cek sound dari pendopo memekik. Nara mengelus telinganya dengan wajah kesal. Lalu menghampiri asal suara untuk menyaksikan acara penutupan. Dia mengambil barisan paling depan agar dapat memotret. Pria berbadan gendut dengan suara yang khas menyuruh kerumunan orang untuk segera ikut berkumpul. "Hai guys?!" Beberapa orang menyahut sapaannya. Sementara Nara mengambil posisi memotret. Dia tidak perlu mendengarkan suara MC itu. Toh, dirinya bukan peserta. "Gak kerasa ya kita sudah ada di penghujung acara. Kali ini, dari pihak SM mau mencoba challenge baru. Bagi-bagi rezeki sebelum penutupan. Hadiahnya apa? Akan dikasih tahu dan diberikan langsung setelah salah satu dari kalian berani ke depan. Nah Challengenya sendiri apa? Kalian bebas nunjukin bakat kalian. Mau itu melukis, sulap, nyanyi, ngedance, asalkan bukan bakat hilang pas lagi disayang-sayangnya, itu boleh banget kalian tunjukin di sini. Gimana? Ada yang tertarik?" Air muka si gendut berubah gugup ketika suasananya menjadi hening. Dia berkeliling mencari peserta, mengoarkan kembali intruksinya. Namun mereka terlihat cukup lelah untuk bernyanyi apalagi menari. Afgan berkeringat ketika dia sudah mengelilingi separuh lingkaran dan tak ada satupun yang maju. Dia resah, tapi enggan menyerah. Ada satu hal yang bisa dia lakukan untuk lebih menarik orang, yaitu membocorkan hadiahnya. Tapi nanti acaranya tidak akan menarik. Afgan menebarkan pandangannya ke segala sudut. Kemudian matanya berbinar seketika. Dia menemukan secercah sinar harapan ketika berhadapan dengan Nara. Dia ingat gadis itu punya bakat. Tanpa banyak basa-basi, Afgan menepuk bahu kiri Nara dan membuat gadis itu terkejut. Nara tersentak, lalu melongo. Hampir saja dia menjatuhkan kamera go pro pinjamannya. Triple sial kalo beneran terjadi. "Apa?!" dengus gadis itu kesal. Dia melihar Afgan, seniornya yang sampai tahun ini belum lulus juga. Kalau udah setingkat, jaga sikap dikit, kek. Ini kok makin seenaknya, batin Nara menggerutu. Afgan langsung menariknya ke tengah lapangan. "Lu nyanyi satu lagu di sini!" perintahnya seenak jidat. Jelas Nara langsung menghempas tangan Afgan. "Ogah!" tolak gadis itu. "Ayo dong ...," mohon Afgan. "Hadiahnya album band kesukaan lo." Dia lanjut berbisik. "Hah?" Belum sampai Nara protes lagi, Afgan tiba-tiba mundur, tepuk tangan sembari bersorak menyuruh orang lain menyemangati Nara. "Nyanyi! Nyanyi! Nyanyi!" Nara menghela napas. Mana sudi dia diperlakukan begini. Tapi kalo mundur, nanti yang ada malah tambah malu. Akhirnya, gadis itu menerima mic dari tim panitia acara. Dengan wajah sebal, dia mendekatkan bulatan besi hitam itu ke mulutnya, sambil berpikir nyanyian apa yang perlu dia lantunkan untuk merusak telinga semua orang dan membalas dendam. Biarin aja Afgan yang malu, batinnya langsung tersenyum iblis. Nara mengambil napas dalam. Matanya tertutup. Dia mengatur nada suaranya. Suara sorakan terdengar ramai saat Nara melantunkan bait pertama. Nara menghela napas sekali lagi, kemudian memberanikan diri untuk menyanyi lebih keras. /Kau meninggalkanku dengan senyum pengecut dan jemari kuku yang lembut./ /Bagaikan kelopak bunga jemu./ /Melupakan segala lara./ /Perlahan, di belakang punggungmu, aku menangis dan tertawa./ Jauh di luar dugaan, semua orang menikmati suaranya. Bagi Nara yang mengkhayati setiap kisah dalam lagu itu, pasti langsung terlarut dalam halu. Nada tinggi pun jadi tak masalah baginya. /... Kuberpegang erat pada tangan yang kau ulurkan hanya sebagai candaan./ /Akhirnya cahaya hangat pun berpijar ke atas dunia yang kupasrahkan./ /Kelopak bunga beku menyayat sang malam./ /Kukumpulkan menjadi satu./ /Setiap tangkai cahaya yang kupetik bagaikan kebahagiaan./ /Kuhanya ingin menebarkannya/ /Ke atas dirimu./ Nara bernyanyi tanpa iringan alat musik. Penonton yang bertepuk tangan dan melambai-lambailah yang mendampingi setiap lirik yang dilantunkan. Hingga di akhir nyanyiannya, mereka semua bertepuk tangan dengan meriah. Saking meriahnya, merpati yang biasa nongkrong di atas atap kampus pun berhamburan pulang. "Wow!! Keren banget. Tapi SM pengen satu orang lagi buat tampil ke depan. Gimana?" Afgan kembali mengambil alih acara. Nara inisiatif menepi, memberikan mic pada pemiliknya. Ketika dia hendak pergi, Afgan lagi-lagi menariknya ke tengah lapangan. "Bentar dulu Ra! Kita foto dulu sama hadiahnya." Detik selanjutnya, Afgan berbisik, "Tapi nanti lu pilih yang album aja ya. Jangan yang ipong." Spontan Nara tersedak ludahnya sendiri. Ipong?! Seorang wanita datang dengan nampan berisi dua hadiah. Pertama adalah Ipong Promah, dan yang kedua adalah album band yang langsung mengingatkan Nara akan seseorang. Afgan mengambil album itu, diserahkan kepada Nara secara paksa dan berfoto sebagai dokumentasi. Perasaan Nara campur aduk. Bibirnya tiba-tiba kaku, tak bisa tersenyum walau tukang foto terus berteriak memerintah. Alhasil mereka mengambil foto alakadarnya. Setelah Nara, tentu ada banyak orang yang mengacungkan tangan dan ingin tampil. Ya iyalah, hadiahnya aja Ipong Promah. Tapi, ini bukannya gak adil buat Nara? Sudah nyanyinya macam diva korea, tapi hanya dapat album sekaligus kenangan buruk yang berulang di kepalanya. Hmmp. Apa ini sudah bisa dikategorikan triple sial? Kerumunan orang bergegas pulang ketika mentari sudah hampir beranjak. Lampu-lampu kampus menyala. Entah kenapa itu membuat Nara semakin lara. Situasi jadi makin mendukung untuk menangis. Dari ratusan orang yang melangkah menuju gerbang, ada satu orang dengan pakaian mencolok, diam di tempat menghadap Nara saat orang lain grasak grusuk menyingkirkannya dari jalan keluar. Sementara gadis itu masih melamun di tempat, menatap album yang dia pegang tanpa ekspresi sedikitpun. Dia mengangkat kepalanya perlahan. Manik coklat itu seketika bertatapan langsung dengan manik coklat lain dari seorang pemuda tampan. Waktu terasa berhenti. Hening seketika di dalam kepala. Hati Nara semakin teriris kala pria itu bersuara. "Hai. Lama gak ketemu," sapanya tanpa dosa. Nara mematung. Dia menatap pria itu tanpa berkedip. Cinta telah hilang, tapi perasaan lain yang mendominasi hatinya mulai bergejolak kembali. Pemuda itu mengulurkan tangannya di depan Nara, tersenyum seperti orang gila. Menggantikan posisi Nara sebelumnya. "Album itu buat aku, 'kan?" tebaknya. Nara menghela napas, kemudian berdecih. "Apa Saya kenal Anda?" balasnya. "Permisi." Gadis itu pun melenggang pergi. Meninggalkan Razan yang terkekeh sambil membelakanginya. "Kamu masih marah? Ini sudah tiga tahun, kupikir kita bisa mulai lagi dari awal." Pria itu berteriak. Nara kembali mematung di tempat. "Lo pikir ada yang tersisa buat lo di dunia ini?" tanya Nara dengan bahasa yang berbeda. Jelas, dia sudah tak menganggap Razan spesial. Tidak perlu menggunakan aku-kamu lagi dengan pemuda itu. Baginya, Razan tidak pantas. Nara melenggang pergi. Dia amat lelah hari ini. Rencananya untuk beristirahat seharian besok, menjadi pupus. Karena Nara dihantui rasa penasaran, tentang kenapa Razan bisa kembali ke sini. Apa pendidikannya sudah selesai? Nara pergi ke sebuah bar yang biasa dia datangi untuk menyendiri. Gadis itu duduk di pojokan dan mulai memainkan ponsel tanpa berniat memesan. Dia di sana, karena tempat itu paling cocok untuk menangis. Tidak akan ada yang perduli karena semua orang sibuk dengan kesedihan dan kesenangannya masing-masing. Tapi, emang harus ya Nara nangis karena cowok? [El, tadi gue ketemu Razan.] Nara mengirim pesan kepada El. Beberapa menit berlalu dan belum ada balasan dari sahabatnya. Nara pun mulai mengetik pesan untuk sahabat yang lain. [Lu lagi apa?] tanyanya pada Dikung. Tak berapa lama, muncul balasan. [Main game] Nara tersenyum. Dia tahu Dikung kelewat gabut. Setiap pesannya selalu dibalas kilat. [Lu sibuk?] [Iya] [Gue telepon yak?] Nara tertawa seperti cewek kasmaran yang sedang chattingan dengan gebetan. Dia menebak-nebak bagaimana balasan pria itu. Setelah dua menit berlalu, muncul sebuah pesan lagi. [Lu tau gak kenapa 70% cewek cantik di dunia ini kena blokir?] Hanya satu pertanyaan itu, Nara langsung bisa tertawa lepas. Padahal kalau orang lain yang baca, mereka gak tau di mana titik lucunya. Nara sudah mengenal karakter Dikung. Apapun yang pemuda itu lakukan, katakan dan bagaimana nada suaranya, bagi Nara tetaplah lucu. Moodbooster sekali. Seorang pria tiba-tiba menghampiri Nara di tengah tawanya. Dia meletakan segelas minuman di atas meja, sembari tersenyum. "Aku melihatmu di festival," ucapnya. Nara menatap pria itu kemudian mengangguk-angguk kaku. "Oh. Iya. Terus?" "Ini buat kamu." Pria itu mendekatkan minumannya pada Nara. "Makasih," balas Nara. Dia gak terlalu peduli. Malah ga ada niatan buat kenalan sama pria itu. Dari wajahnya saja udah keliatan kalau dia tua bangs*t. Nara hanya menerimanya dengan sopan dan tidak membuat masalah. Pria itu pun pergi dengan sendirinya. [Gue pengen cerita.] Nara kembali mengirim pesan kepada Dikung. Menghela napas. Gadis itu menyandarkan punggungnya di kursi dan mulai memperhatikan sekitar. Musik di ruangan itu tidak terlalu berisik, namun tetap saja mengganggu pikiran Nara. Apa yang dia lakukan beberapa jam yang lalu membuat jantungnya berdegup kencang. Kenapa pula dia harus menyanyikan lagu kesukaan Razan? Memang sih, lagu itu kesukaan Nara juga. Tapi 'kan pasti Razan mikirnya macam-macam. Nara udah kapok sama pria itu. Dia gamau lagi dikenal sebagai cewek pecicilan, caper dan tukang ngejar cowok. Udah cape dibegoin. Padahal Nara yang ngebego-begoin dirinya sendiri. Nara ingin menangis. Dia butuh pelampiasan. Tapi kalau sampai Razan muncul juga di tempat ini dan lihat Nara lagi nangis, malunya bakal lebih panjang lagi. Nara mencoba menghubungi El, tapi kayaknya gadis itu lagi sibuk. Iya, sibuk pacaran. Kalau El lagi sibuk belajar, dia pasti bakal bales pesan Nara. Tapi ini dibaca aja engga. Sementara Dikung belum membalas pesannya lagi. Apa cowok itu seriusan ngeblokir Nara, ya? Nara menggerang frustasi. Dia melihat segelas minuman jenis anggur dihadapannya. Menebak alkoholnya sekitar 20%. Tidak cukup untuk membersihkan virus nelangsa dalam dirinya. Tapi yang namanya pemberian, Nara gak bisa nawar. Dia mengambil gelas itu dan hendak meminumnya. Hingga tiba-tiba seorang pria bertubuh tinggi datang, merebut dan membuang semua minuman itu ke dalam pot bunga. "Jangan sembarangan minum pemberian orang! Terutama di tempat kayak gini," tegur pria itu. Nara bahkan tidak mengenalnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.6M
bc

The Heartless Alpha

read
1.5M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
475.3K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
522.4K
bc

The Perfect Luna

read
4.1M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
614.4K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
473.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook