bc

Fate Fate Love

book_age4+
332
FOLLOW
2.1K
READ
HE
goodgirl
student
drama
sweet
bxg
highschool
school
like
intro-logo
Blurb

Dellia Anastasya tak begitu suka dengan Raka Firjianggara, cowok populer di sekolahnya. Bahkan tak mau tahu apapun tentang pemuda itu. Namun, ternyata kedua temannya berpikir sebaliknya. Putri Almadhita dan Novita Ningrum selalu mengagumi pemuda itu sejak mereka menjadi siswa di sekolah itu.

Putri tiba-tiba memamerkan sebuah nomor yang ia yakini adalah milik Raka. Bukannya menghubunginya sendiri, ia malah memberikan nomor tersebut pada Dellia agar menghubunginya. Dellia yang awalnya menolak dengan keras akhirnya mengikuti permintaan sahabatnya itu.

Dellia akhirnya mengirimkan pesan pada nomor tersebut dan mendapatkan respon yang baik. Di luar dugaan Dellia mulai nyaman berinteraksi dengan Raka di telepon, bahkan mereka tidak melewatkan satu hari pun tanpa saling mengirim pesan.

Namun, satu hal yang membuat Dellia bingung adalah sikap Raka yang cuek padanya saat bertemu di sekolah. Seolah-olah mereka tidak mengenal satu sama lain. Hal itu yang pada akhirnya membuat Dellia meminta agar Raka menemuinya sepulang sekolah.

Akan tetapi, saat Dellia menunggu Raka di cafe tempat janjian mereka. Seorang pemuda yang tak dikenalinya datang menghampirinya. Seorang pemuda dengan penampilan biasa saja yang mengaku sebagai orang yang selama ini berinteraksi dengannya di telepon.

Siapakah sebenarnya pemuda itu?

Benarkah dia yang selama ini menjadi teman berkirim pesan dengan Dellia?

Lalu, bagaimana dengan Raka?

chap-preview
Free preview
Part 1
"Kalian bisa tebak ini nomor siapa?" Putri menggoyang-goyangkan ponselnya di hadapan Dellia dan Novita yang masing-masing memberikan ekspresi yang berbeda. Satu menatap penuh semangat dan satunya lagi menatap acuh tak acuh. "Pasti pacar baru," tebak Dellia tanpa minat. Sejujurnya, melihat pelayan cafe tampan yang baru saja melewati meja mereka, jauh lebih menyenangkan ketimbang bermain tebak-tebakan bersama Putri. "Aku tahu! Nomor ponsel Raka, kan?" Novita menggebrak meja dengan semangat hingga membuat gelas dan piring bergeser dari posisinya. Tak lupa beberapa pasang mata yang memandangi mereka, dengan ekspresi yang seolah-olah mengatakan agar mereka tidak membuat suara bising dan mengganggu kenyamanan pengunjung cafe lainnya. "Tepat sekali." Putri mengangkat kedua jempolnya sebagai tanda bahwa ia bangga dengan jawaban Novita.  Dellia yang menyaksikan tingkah kedua temannya hanya menyeruput minumannya dalam diam. Saat kedua temannya itu sudah larut dalam pembahasan mengenai pemuda tampan yang bernama Raka itu, bahkan badai pun tak akan sanggup menginterupsi mereka berdua.  Terkadang Dellia merasa heran. Entah apa yang kedua temannya itu lihat dari sosok bernama Raka Firjianggara. Ia akui pemuda itu memang tampan tapi hanya sebatas itu. Bagi Dellia, Raka memang menang di wajah dan prestasinya yang luar biasa. Selain itu ia juga kapten tim basket di sekolahnya. Terlalu sempurna sebenernya, namun itulah yang membuat Dellia tidak tertarik dengan pemuda itu. Terlebih jika harus menjadi bagian dari para pemujanya yang fanatik. "Jadi sudah diputuskan kalau Dellia yang akan menghubunginya." Mendengar namanya disebut membuat Dellia kembali pada kenyataan, ia menoleh pada kedua temannya dengan alis bertaut. "Aku kenapa?" Novita memegangi kedua bahunya dengan ekspresi bangga seolah-olah Dellia adalah sosok pahlawan yang patut dikagumi. "Berbanggalah, karena kamu yang terpilih. Ini kesempatan emas untukmu unjuk gigi." "Apaan, sih?" Dellia menyentak kedua tangan Novita di bahunya dengan wajah kesal. Lama-lama ia bisa gila jika terus menghabiskan waktu bersama dua sahabat yang sudah ia kenali sejak kecil itu. "Kalian dari tadi bicara tentang apa?" "Ini." Putri mengarahkan layar ponselnya di depan wajah Dellia yang segera memundurkan kepalanya. "Ini  nomor telepon Raka." "Terus?" Dellia menampilkan wajah bingung. Sungguh ia masih belum bisa memahami situasi saat ini dan rencana busuk apa yang sedang dijalankan kedua temannya itu. "Kamu simpan dan hubungi. Nanti kabarin ke kita kalau ada balasan." Putri merebut ponsel Dellia dan menekan beberapa angka di sana. Tepat setelah ia menekan tombol 'save' Dellia merebutnya kembali. "Kenapa harus aku? Yang suka sama dia, kan kalian." "Justru karena itu, Dell." Novita menyeruput minumannya sebentar sebelum memberi tatapan seriusnya. "Karena di antara kita bertiga cuma kamu yang tidak tertarik sama Raka. Jadi demi menjaga persahabatan kita agar tetap utuh makanya kami mengambil keputusan ini. Kamu sebagai orang yang tidak tertarik dengannya harus menjadi pihak yang netral dan memastikan itu benar-benar nomor telepon Raka atau bukan." "Tidak mau!" Dellia baru saja akan menghapus nomor telepon Raka yang baru beberapa menit lalu tersimpan, namun Putri sudah terlebih dahulu merebut ponselnya dan mengamankan jaraknya dari jangkauan tangan pendek Dellia. "Kembalikan ponselku, Put." Putri menggelengkan kepalanya. "Jangan egois, Dell. Sesekali membantu sahabatmu tidak ada salahnya. Ini demi kebaikan kita bersama." "Kebaikan apanya?" Dellia menyerah merebut kembali ponselnya. Ia menyeruput minumannya dengan perasaan dongkol. "Lagipula siapa yang kau bilang egois? Justru di sini yang egois itu kalian. Astaga." Dellia memijit pelipisnya. "Lagipula kalian, kan tahu kalau aku paling tidak suka berurusan dengan tipe cowok populer seperti itu." "Raka berbeda, Dell." Novita memberikan tatapan yang meyakinkan atas ucapannya. "Selama ini kamu hanya tertutupi oleh perasaan benci padanya, makanya kamu tidak bisa menemukan kebaikan yang ada pada dirinya." Dellia mencebikkan bibirnya. "Lebay." "Itu benar, Dell. Novita tidak berbohong. Jauh di dalam hatinya Raka itu orang yang sangat baik. Coba saja hubungi nomornya dan berkenalan dengannya. Aku yakin kamu juga pasti akan jatuh cinta dengan pesonanya." Dellia tidak bisa menahan untuk tidak memutar kedua matanya menanggapi ucapan Putri yang jauh berlebihan dibanding ucapan Novita. "Dasar fans fanatik." "Kau bebas menyebut kami apa tapi, please. Kali ini tolong bantu kami, ya." Putri menyatukan kedua tangannya di depan wajah sementara Novita mengikutinya. Melihat kedua temannya yang seolah-olah kehilangan akal sehat membuat Dellia mau tak mau menuruti keinginan kedua gadis itu. "Baiklah, cuma memastikan itu benar nomor teleponnya, kan?" Putri dan Novita yang mendengar keputusan mendadak Dellia itu mengangguk dengan semangat. Senyum di wajah mereka tidak bisa mereka sembunyikan atas keputusan Dellia yang sangat berarti bagi mereka. Dellia tersenyum melihat respon kedua sahabatnya itu. Namun, ia tak pernah berpikir bahwa keputusan yang ia ambil saat itu akan membawa pengaruh besar dalam hidupnya. *****  Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Dellia meraih ponselnya dari atas meja belajar dan duduk di pinggiran ranjang. Ia memperhatikan nama Raka yang tertera di sana dengan perasaan bimbang. Antara ingin mengirim pesan atau tidak.  Sambil mempersiapkan hatinya ia membuka aplikasi berwarna ungu untuk sekadar mengurangi rasa gugupnya. Ia tertawa saat melihat video lucu yang tidak sengaja ia temukan saat meng-klik icon pencarian. Sesaat ia melupakan niat awalnya yang ingin mengirim pesan pada Raka dan malah asyik berselancar di dunia maya. Saat sedang asyiknya men-scroll beranda insta-nya suara panggilan dari ibunya di luar kamar membuatnya tersentak dan segera menyimpan ponselnya.  "Iya, Mah, sebentar." Ia beranjak dari duduknya dan menggantung handuk yang ia pakai untuk mengeringkan rambutnya di belakang pintu kamarnya. Setelahnya ia menyusul Ibunya yang sudah terlebih dahulu memasuki dapur. ***** Dellia memasuki kamarnya dengan perasaan senang. Perut yang sudah terisi benar-benar merupakan kebahagiaan tersendiri baginya.  Ia mendekati mejanya dan membuka ranselnya. Mengeluarkan sebuah buku pelajaran dan buku catatan. Ia baru ingat bahwa siang tadi Pak Danar memberikan mereka tugas Matematika yang terlalu berat untuk ukuran kapasitas otaknya yang di bawah rata-rata. Ia menyerah hanya dengan mencoba mengerjakan soal nomor satu yang cukup menguras otaknya. Ia menempelkan pipinya di atas meja sambil memejamkan mata dengan berulang kali menghela napas.  Saat membuka matanya, hal pertama kali yang ia lihat adalah ponselnya yang tergeletak begitu saja di atas ranjang. Ia berdiri dan mengambil ponselnya tersebut sebelum kembali duduk di kursi. Ia mencari-cari nama Putri di antara nama-nama lainnya di dalam kontaknya. Setelah menemukannya ia segera mengirimkan sebuah pesan singkat. [Tolong aku.] Hanya berselang beberapa menit, pesan balasan dari Putri muncul di layar ponselnya.  [Kesulitan dengan tugas Matematika?] Dellia tersenyum. Dengan lincah jempolnya menari di atas layar, mengetikkan pesan balasan dan langsung mengirimnya. [Iya. Aku lihat punyamu besok, ya. Aku janji berangkat sekolah pagi-pagi.] Lama ia tak mendapatkan balasan membuat Dellia sempat berpikir bahwa sahabatnya yang memang lebih menguasai pelajaran Matematika di antara mereka bertiga itu sudah tidur. Namun, sedetik kemudian pikirannya itu terbantahkan saat Putri membalas pesannya. [Iya. Tapi antri, ya. Novi sudah lebih dulu mem-booking-nya.] "Novi s****n. Beraninya mencuri start duluan."  Dellia menggumam sambil mengetikkan pesan balasan. Sebelum sempat ia menekan tombol kirim, sebuah pesan dari Putri kembali masuk. Ia mengurungkan niatnya untuk mengirim pesan balasannya tadi dan membaca pesan Putri. Matanya seketika membulat saat membaca isi pesan tersebut. [Kau sudah menghubungi nomor Raka?] Dellia memaki tanpa suara, ia benar-benar lupa akan hal itu. [Sudah. Tapi belum ada balasan.] Kembali Dellia memaki dalam hati. Tanpa otaknya menyadarinya, jarinya sudah terlebih dahulu mengetik pesan balasan yang benar-benar tidak sesuai dengan keinginannya itu.  [Mungkin dia sibuk.] [Iya, mungkin saja.] Setelah pesan terakhirnya terkirim. Dellia mulai merapikan buku-bukunya dan mematikan lampu. Setelahnya ia menaiki ranjang dan mencari nama Raka. Setelah berbohong seperti tadi ia tidak punya pilihan lain selain mengirim pesan pada pemuda itu. Ia sangat sibuk memikirkan kata-kata yang tepat untuk ia gunakan dalam pesannya bahkan sampai ia mengabaikan pesan balasan dari Putri. [Maaf mengganggu dan bukannya bermaksud untuk tidak sopan. Aku mendapat nomor ini dari teman dan hanya ingin memastikan. Apa benar ini nomor telepon milik Raka Firjianggara?] Dellia menekan tombol 'kirim' kemudian meletakkan ponselnya di atas meja belajarnya dan bersiap untuk tidur. Sambil berdoa dalam hati agar Raka menemukan pesannya yang tidak sopan dan tidak pernah membalasnya. *****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DENTA

read
17.1K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook