Chapter 2: Yudistira Chandra

1765 Words
Sudut Pandang Perspektif Yudistira Chandra.   Yudistira Chandra. Ya, benar. Itu namaku sekarang. Usiaku 22 tahun, namun ini bukan pertama kalinya aku bekerja. Aku sekolah di USA sejak lulus SD dan dalam usia 17 tahun aku sudah berhasil mendapatkan bachelor degree, gelar sarjana strata 1, yang biasanya diperoleh oleh anak muda di usia 22 tahun ketika lulus kuliah.   Aku memang jenius sehingga aku mengikuti program akselerasi di sekolah formal. Bersama-sama dengan temanku, aku membangun perusahaan software komputer yang berbasiskan game android di aplikasi smartphone. Kami mendapatkan uang banyak dari situ.   Aku bersekolah di luar negeri sejak lulus SD. Jadi, aku terbiasa dengan pergaulan ala barat. Aku sangat suka dengan komputer sehingga sejak SD aku sudah bisa menciptakan berbagai game sederhana. Tanpa disangka, game yang kubuat begitu meledak di pasaran dan mendatangkan keuntungan yang luar biasa. Ini saja sudah membuatku jadi remaja yang kaya raya dari jerih payah sendiri.   Sebelum membangun perusahaanku sendiri, aku pernah bekerja di beberapa perusahaan teknologi ternama di Silicon Valley. Siapa yang tidak mengenal Silicon Valley? Lembah suci tempat berkumpulnya dewa-dewa teknologi dan perusahaan teknologi raksasa dunia seperti Google, Apple, f******k, dan lain-lain. Aku berharap bisa bertemu Steve Jobs di sana. Sayang sekali dia sudah meninggal ketika aku mulai bekerja di Silicon Valley.   Bekerja di sana terus terang membuatku bosan. Setelah aku mengetahui pola kerja dan tantangan yang ada di sana, aku muak dengan keseharian politik kantor yang membuat otakku menjadi dungu perlahan-lahan. Tantangan teknis tingkat dewa terkait teknologi memang kuhadapi sehari-hari, tapi birokrasi manajemen membuatku muak dengan segala sandiwara politis yang menghambat kreativitas berkarya.   Untungnya, aku bertemu dengan teman-teman yang sehati denganku di beberapa perusahaan itu. Mereka memiliki kepintaran dan kemampuan masing-masing yang saling melengkapi. Jiwa muda mereka memberontak dan haus akan tantangan, sama sepertiku.   Karena itulah, bermodalkan kenekatan yang ada, kami membangun perusahaan start up milik kami sendiri. Ya, perusahaan start up atau rintisan yang kami bangun dari nol hingga berhasil go public menjadi perusahaan terbuka yang menjual saham kepada masyarakat umum.   Setahun belakangan, aku sedang membangun aplikasi fintech untuk mengalahkan aplikasi fintech sejenis seperti gopay atau ovo.   Aku memulai perusahaan dengan menghadiri sesi pitching sebagai proses seleksi wajib dengan metode elevator speech yang diadakan para investor dari venture capital. Bayangkan jika dirimu berada dalam satu lift dengan investor dan sebelum kamu keluar dari lift kamu sudah bisa membuatnya setuju untuk mengucurkan dananya untukmu. Ya, presentasi ke mereka dalam 2 menit dan dapatkan kucuran dana pertama senilai 3 juta USD, untuk pendanaan seri A, seri pendanaan awal yang biasanya dikucurkan investor. Sederhana dan mudah.   Para investor berwajah predator itu bersedia mengucurkan dana untuk perusahaan dan aplikasi yang kukembangkan setelah mereka melihat berapa proyeksi nilai perusahaan setelah bisnisku mencapai titik scale up. Apa itu scale up? Ini adalah momen dimana bisnismu berkembang pesat dan drastis sehingga produkmu bisa diakses masal. Artinya, ketika produkmu bisa diakses masal, keuntungan berlipat ganda datang.   Boom! Kamu jadi kaya raya. Hahaha… bagian yang sangat kusuka.   Uang dan kekuasaan sekejap berada di tanganku! Mudah sekali!   Valuasi nilai perusahaanku di bursa saham sangat tinggi nilai jualnya ketika bisnis itu sudah memiliki produk yang bisa diakses secara masal dan meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Wajar investor suka kan? Mereka mendanaiku dengan uang kecil, dan bisa menjual perusahaanku dengan keuntungan banyak.   Tentu saja, setelah sukses, aku selalu melakukan exit dari bisnis start up milikku dengan elegan dan para investor itu mengakuisisinya dengan senang hati. Aku terbiasa menjual saham milikku kepada para investor untuk mengambil alih perusahaanku. Mereka senang mendapatkan bisnis yang sudah matang, aku senang mendapatkan uang banyak.   Kembangkan bisnis baru, dapat kucuran dana dari investor, scale up bisnis, buat valuasi perusahaan berlipat ganda, jual perusahaan ke pihak yang mau mengakuisisi perusahaan, keluar dari perusahaan dengan uang banyak. Mudah kan? Aku sudah melakukannya berkali-kali sejak umurku 17 tahun.   Tidak terhitung berapa banyak bisnis start up yang sukses kubangun dan berhasil kujual dengan nilai tinggi ke para investor. Uang bukan masalah buatku. Teman-temanku pun membantuku dalam perjalanan bisnis kami dari tahun ke tahun.   Dari sini aku punya uang untuk membuat bisnis start up yang baru. Dengan sejarah kesuksesanku, para investor itu mengulurkan uangnya padaku tanpa diminta.   Kalau bertanya berapa banyak wanita yang melemparkan dirinya untuk kupacari rasanya sudah tidak terhitung banyaknya. Aku menikmati tawaran mereka untuk menikmati tubuh indah dan seksi milik mereka selama beberapa malam sejak aku masih remaja.   Lalu, sudah. Hubungan kami biasanya berakhir dalam satu minggu. Mereka semua membosankan dan pembicaraan kami tidak nyambung. Tidak ada gadis yang cukup pintar yang bisa mengimbangi kemampuan otakku dan membuatku tetap tertarik padanya.   Wanita-wanita itu tertarik pada uang dan kesuksesanku, tapi tidak pada otakku atau isi pembicaraanku. Yah, mereka juga tertarik dengan ketampananku dan tubuh kotak-kotakku tentunya.   Aku tidak mau dikenal sebagai pria aneh culun yang melekat pada image orang-orang IT. Aku membentuk penampilanku sedemikian rupa sehingga ketampananku terlihat dan tubuhku cukup seksi untuk menggoda banyak gadis.   Nah, tentu kamu bertanya-tanya bukan mengapa aku berada di lobi PT Gemilang Gelora di Jakarta, dan duduk manis melamar pekerjaan IT yang membosankan serta jauh di bawah level kemampuanku?   Jawabannya mudah. Beberapa bulan yang lalu, aku mendapati kalau kakekku meninggal. Dia dinyatakan meninggal karena tenggelam dalam kecelakaan tunggal. Tubuhnya terpeleset dan terbawa arus sungai ketika sedang memancing.   Puh! Berita yang sangat penuh kebohongan! Sudah jelas ada yang ditutup-tutupi.   Pihak keluarga di Jakarta menolak untuk melakukan otopsi dan penyelidikan lebih jauh, lalu memutuskan untuk mengkremasi kakekku. Ketika aku tiba di Jakarta, aku hanya menemui sisa abunya saja. Sebagian besar abunya sudah ditebar di laut oleh anggota keluarga yang berada di Jakarta.   Ya, kakekku yang kusayang adalah Surya Gemilang, pemilik Grup Gemilang Jaya.   Mungkin kamu bertanya mengapa aku tidak berada di Jakarta dan ikut dengan bisnis keluarga? Ayahku adalah anak sulung dari Surya Gemilang. Namun karena dia memiliki tubuh yang lemah sejak lahir, kakekku tidak menyerahkan bisnis keluarga pada ayahku. Dia memiliki sakit jantung bawaan sehingga tekanan dunia bisnis tidak cocok untuknya.   Ayahku hidup dengan harta warisan dan menjalani hobinya dengan melukis. Hidup yang sederhana dan jauh dari sepak terjang bisnis adalah hidup yang cocok untuknya. Bersama dengan ibuku, ayahku tinggal di USA untuk mendapatkan perawatan medis terbaik.   Ketika usiaku mencapai tiga tahun, kakekku meminta ayahku untuk memanggilku pulang ke Jakarta. Aku tinggal dan dibesarkan kakekku selama enam tahun. Ya, aku sudah mengikuti kelas akselerasi sehingga aku lulus SD di usia 9 tahun.   Kakek betul-betul menyayangi dan memanjakanku sebagai cucu laki-laki tertua di dalam keluarga. Karena itulah dengan berat hati dia mengembalikanku ke USA untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik sesuai dengan kemampuan otakku.   Kakek Surya mengetahui bakatku sejak kecil dan membiarkanku bereksperimen dengan hobiku. Dialah investor pertama dari bisnis yang kubangun sendiri sejak kecil. Namun karena belum cukup umur, ibuku diminta untuk menjadi pemilik perusahaan dari bisnis game android yang kubangun sejak kecil.   Kadang-kadang Kakek membawaku untuk hadir dalam rapat bisnis yang diikutinya. Dari situ aku belajar banyak mengenai bisnis dan juga karakter orang. Karena aku anak kecil, mereka seringkali menganggapku tidak ada. Sehingga, dengan bebasnya mereka membicarakan rahasia kotor mereka tanpa takut ketahuan.   Aku dengan senangnya menikmati kebodohan mereka sambil terus menguping rahasia kotornya. Tentu saja ini merupakan keuntungan bagi kakekku, karena aku selalu melaporkan apa rencana busuk mereka pada Kakek Surya.   Kakek sangat bangga dan sayang padaku. Dia memanggilku dengan sebutan Yudi. Aku begitu disayang sehingga cucu dan anaknya yang lain sering merasa iri. Tentu saja aku harus melindungi diriku sendiri, sehingga aku bersikap manis dan berpura-pura bodoh di hadapan mereka. Hanya kakekku saja yang mengetahui betapa pintarnya diriku.   Dengan kedekatanku pada Kakek, tidak mungkin aku mengabaikan fakta kematiannya yang begitu mendadak dan ganjil. Apalagi keluarga di Jakarta sepertinya terlihat terlalu tergesa-gesa mengkremasi jenasah kakekku tanpa menunggu kedatanganku dan orangtuaku.   Aku hanya bisa terdiam memandangi sisa abu kakek yang diletakkan di dalam guci kecil. Kehangatan senyum kakek dan rasa bangganya padaku masih terasa di dadaku. Sesak rasanya ketika dia berada dalam bahaya dan aku tidak berada di sisinya.   Mataku berkaca-kaca ketika melihat abunya yang tersusun rapi di dalam guci. Kepedihanku begitu mendalam dan aku menangis dalam diam. Aku tidak membiarkan orang lain melihat air mataku, dan aku hanya memasang wajah dingin di hadapan keluarga besarku.   Seandainya aku tahu kalau kakek dalam bahaya, tentunya aku segera datang untuk menolongnya. Aku juga tidak mengerti apa yang terjadi sehingga dalam satu tahun bisnis keluarga hancur dan diambil alih oleh keluarga Wicaksana?   Ibuku sudah memperingatiku untuk tidak ikut campur bisnis Gemilang, dan kakek mengatakan hal itu adalah bagian dari risiko bisnis. Kakek menghiburku dengan mengatakan bahwa seluruh anggota keluarga baik-baik saja dan tetap dapat hidup berkecukupan meski bisnis sudah diambil alih.   Siapa sangka kalau Kakek Surya mati dengan cara mengenaskan.   Tidak, aku tidak akan tinggal diam!   Akan kubunuh siapa saja yang sudah berkomplot menghabisi nyawa kakek!   Akan kurebut kembali bisnis yang sudah dibangun kakek dengan susah payah! Aku bersumpah!   Jadi, disinilah aku, duduk dengan bosan sampai menunggu giliranku dipanggil di ruang tunggu PT Gemilang Gelora yang sudah bukan milik kakekku maupun keluargaku lagi.   Sejak tadi aku menjadi beta tester dari beberapa aplikasi android yang dibuat perusahaanku sendiri dan mencatat beberapa bug yang masih muncul di aplikasi tersebut, dan mengirimkannya pada rekan setimku. Aku terbiasa menjadi salah satu orang yang mengetes produkku sendiri. Lumayan, pekerjaan ini bisa membuatku memanfaatkan waktu selagi menunggu dengan produktif.   Namun betapa cerobohnya aku hari ini! Batere smartphone milikku sekarat dan aku lupa membawa kabel charger maupun power bank.   Tiba-tiba gadis yang duduk disebelahku menyodorkan power bank padaku. Aku berterima kasih atas inisiatifnya. Ini bantuan yang sangat kuperlukan saat ini.   Aku menerima bantuannya dan kami berkenalan, lalu bertukar nomor ponsel. Wajahnya tampak sedikit tegang, namun dia terlihat cantik dan manis dengan make up tipis. Wajahnya mengingatkanku pada artis-artis asia yang imut namun menggoda.   Pakaiannya cukup rapi dengan setelan blazer dan celana panjang khaki muda yang cerah. Rambutnya tergerai sebahu dan matanya sekilas tampak menyimpan kemarahan. Entah dia marah pada siapa, namun bukan urusanku.   Namanya Yuri. Tubuhnya langsing dan berlekuk indah. Kuperkirakan dadanya berukuran cup B. Tidak besar sih, namun cukup menggoda. Bokongnya juga terlihat seksi seperti gitar spanyol. Matanya terlihat penuh tekad dan senyumnya penuh rasa percaya diri. Sepertinya dia tipe wanita pejuang dan pekerja keras, bukan wanita lembut yang perlu dilindungi.   Dari aura yang dipancarkannya entah mengapa aku menemukan kesamaan antara dirinya dengan diriku. Tapi aku tidak tahu dimana kesamaannya? Dia menarik di mataku dan aku ingin mengenalnya lebih jauh. Sepertinya mungkin aku bisa berteman dengannya.   Apalagi, dia melamar ke bagian Internal Audit. Area ini memang diciptakan untuk mencari kasus fraud atau kecurangan di internal perusahaan sehingga tindakan illegal maupun kecurangan finansial di dalam perusahaan bisa terbongkar.   Mungkin ada gunanya aku berteman dengan Yuri. Dia bisa membantuku untuk penyelidikanku terhadap kebejatan perusahaan ini. Sungguh menarik!   Aku sudah menyimpan nomor ponselnya dan aku akan melancarkan jurus aksi mautku untuk bisa berteman akrab dengannya.   Yuri. Aku ingin berteman denganmu! Tunggu aksiku! 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD