bc

The Truth Never Lie

book_age12+
450
FOLLOW
2.0K
READ
billionaire
possessive
family
arrogant
goodgirl
CEO
drama
tragedy
betrayal
lies
like
intro-logo
Blurb

Kebenaran, adalah sebuah hal yang sulit dicari di dunia ini. banyak orang yang menyembunyikan kebenaran demi dirinya sendiri.

Kebohongan, adalah sebuah hal yang dilakukan banyak orang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Walaupun hal tersebut bisa menghancurkan orang lain.

Tapi apapun itu, kebenaran tidak akan pernah berbohong.

***

Kang Hye-Na (a.k.a Stephanie) memiliki masa lalu yang ingin Ia lupakan. Disakiti dan dikhianati oleh orang yang paling dicintainya membuat Hye-Na menyadari bahwa cinta bukanlah segalanya.

Namun suatu ketika, Ia kembali dipertemukan oleh orang yang telah menorehkan luka di dalam hatinya. Membuatnya harus menghadapi kembali rasa sakit yang selama ini dirinya pendam.

Semua itu semakin dipersulit dengan keadaannya, dan yang Hye-Na inginkan sebelum tarikan nafas terakhirnya adalah sebuah akhir yang bahagia.

Apa yang akan Hye-Na lakukan ketika pria yang melukai hatinya kembali dan mencoba menebus semua kesalahannya?

Apakah Hye-Na mampu memaafkan semua kesalahan pria itu agar keinginannya mendapatkan kebahagiaan di detik terakhirnya dapat terkabul?

chap-preview
Free preview
Prolog
6 years ago   Stephanie sedang merebahkan dirinya di atas tempat tidur menunggu kedatangan Philippe. Mereka sedang menghadiri sebuah acara pesta peluncuran hotel terbaru milik keluarga Philippe di kota London. Namun karena tubuh Stephanie yang lelah akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kamar hotel, sedangkan Philippe masih harus berada di pesta, karena dia beserta keluarganya adalah bintang utama dari pesta tersebut. Baru beberapa menit Stephanie merebahkan dirinya terdengar suara pintu yang terbuka. Stephanie yang sedang terbaring di atas tempat tidur langsung bangun dan berjalan menuju pintu depan. Sesampainya disana, dia melihat wajah Philippe yang merah padam karena marah. mata biru Philippe yang biasanya memancarkan aura kelembutan dan cinta. Saat itu yang ada hanya aura dingin dan kebencian yang tidak pernah Stephanie lihat sebelumnya. Dia tidak tahu alasan kemarahan pria itu, tapi yang pasti alasannya begitu besar hingga membuat Philippe bereaksi seperti itu. Sebelum Stephanie bertanya ada apa, Philippe telah berkata lebih dulu padanya. "Jangan pernah muncul di hadapanku lagi! Aku sangat muak melihat mukamu!" teriak Philippe. Stephanie tersentak kaget karena mendengar ucapan Philippe yang begitu dingin menusuk. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Philippe. Apa maksud dari ucapan pria itu? Stephanie mengerutkan keningnya dan bertanya dengan nada tenang, karena bagaimanapun, di situasi seperti ini salah satu dari mereka harus ada yang bersikap tenang dan Ia memutuskan untuk menjadi pihak yang lebih berkepala dingin. "Apa yang kamu bicarakan Philippe?" Philippe tertawa hambar dan berjalan mendekat. Setelah jarak mereka tinggal beberapa langkah, Philippe berhenti. Tatapan matanya masih terpaku ke mata Stephanie. Stephanie bisa melihat dengan jelas kalau yang ada disana hanya kebencian kebencian, dan Stephanie sama sekali tidak mengerti akan sebab dari tatapan yang diberikan oleh pria itu. Apa yang telah dia lakukan sampai Philippe begitu marah padanya? Apa Stephanie melakukan atau berkata sesuatu yang menyakitkan selama di acara tadi? Tidak, sama sekali tidak. Selama pesta dia hanya tersenyum dan berkata sopan kepada tamu undangan jika mereka mengajak Stephanie untuk berbicara. Lalu apa masalahnya? Stephanie mencoba mencari letak kesalahannya hingga membuat pria itu menatapnya dengan begitu menyeramkan, namun hasilnya nihil. Dia sama sekali tidak menemukan apapun di dalam benaknya. Suara baritone Philippe yang tajam nan dingin mengembalikan Stephanie kembali ke kenyataan. "Tidak perlu berpura-pura Stephanie! Pasti kau sudah tahu! Kau pasti berusaha untuk memanipulasiku!" Philippe masih menatapnya tanpa berkedip. Stephanie sama sekali tidak paham. Dia menggelengkan kepalanya cepat dan berkata. "Apa maksudmu Philippe? Sungguh, aku sungguh tidak paham!" Philippe diam. Berusaha mencari kejujuran dibalik perkataan Stephanie. "Philippe, katakan padaku ada apa? Apa yang terjadi? Apa yang membuatmu sangat marah padaku?" Stephanie berjalan mendekati Philippe. Dia meraih tangan Philippe yang mengepal kuat, dan Stephanie langsung tersentak saat merasakan tangan Philippe yang dingin. "Philippe?" Philippe seketika tersadar saat mendengar suara Stephanie. "Don't touch me!" Teriak Philippe saat merasakan tangannya digenggam oleh tangan Stephanie, lalu menyentakkan tangannya dengan keras hingga tangan wanita itu terlepas darinya. "Harusnya kau tahu, jangan berpura-pura polos Ms. Cornell!" Stephanie kaget mendengar perkataan Philippe. Selama hubungan mereka berdua, Philippe sama sekali tidak pernah memanggilnya seperti itu. Ini pertama kalinya Philippe menyebut namanya dengan nama keluarga. Astaga! Apa yang sudah diriku lakukan sampai Philippe sangat marah padaku? Ucap Stephanie dalam hati. "Tunggu Philippe, jelaskan padaku apa yang sudah aku lakukan? Aku sama sekali tidak tahu kesalahan yang aku perbuat hingga menimbulkan reaksi seperti ini padamu!" Stephanie membalas dengan nada yang mulai meninggi, dia berusaha menahan air matanya yang sudah mulai keluar. Philippe masih menatapnya tajam. Tangannya sekarang sudah terkepal di kedua sisi tubuhnya. Berusaha menahan emosi. "Jangan pura-pura bodoh!" Bentak Philippe. "Aku bukan pura-pura bodoh, tapi aku sama sekali tidak tahu menahu! Kau tiba-tiba datang dan memarahiku tanpa alasan yang jelas," Jawab Stephanie dengan frustasi. Sekarang air matanya sudah keluar dan mengalir di pipinya dan mungkin sekarang make-upnya sudah luntur oleh air mata, tapi Stephanie sama sekali tidak peduli akan penampilannya saat ini. "Pasti kau tahu," desis Philippe masih bersikeras. Lalu dengan suara yang datar Philippe kembali berkata. "Aku ingin hubungan kita berakhir sekarang juga." Stephanie membulatkan mata terkejut. "Aku ingin berpisah denganmu," lanjut Philippe tidak menghiraukan ekspresi Stephanie yang kaget. "Tunggu, tunggu dulu ... jangan langsung berkata seperti itu Philippe. Kata 'berpisah' tidak akan menyelesaikan masalah sama sekali. Kita diskusikan dulu ... aku mohon, kita bicarakan dulu baik-baik, hmm?" "Tidak keputusanku sudah bulat. Sekarang kau bisa pergi---" Stephanie memotong kalimat Philippa dengan cepat. "TIDAK! AKU TIDAK MAU!" Teriak Stephanie panik. "Aku tidak mau berpisah jika aku sama sekali tidak tahu apa alasannya ... Philippe aku mohon, kita selesaikan ini baik-baik. Pernikahan kita sebentar lagi akan berlangsung, kau tidak mau menghancurkan rencana yang sudah kita susun berbulan-bulan lamanya bukan? Philippe jangan memutuskan sesuatu saat kau sedang marah atau kesal, bicarakan baik-baik padaku." Sekarang air mata Stephanie sudah mengalir deras ke pipinua. Bahunya berguncang hebat karena menangis. "Lupakan! Kau sangat keras kepala. Aku peringatkan padamu---Stephanie Rose Cornell, jangan pernah kamu muncul di hadapanku lagi!" Setelah berkata seperti itu Philippe berjalan keluar ruangan. Dia membanting pintu hotel dengan sangat keras. Sampai vas yang berada di dekat pintu terjatuh dan pecah. Stephanie terduduk lemas di lantai. Air matanya sudah mengalir deras. Dia menangkupkan wajahnya di kedua telapak tangannya. Dia menumpahkan semua kesedihan dan rasa sakit hatinya. *** Keesokan paginya, Stephanie terbangun dengan kondisi mata yang sembap. Dia mengedarkan pandangan, memperhatikan area sekitar dan mendapati dirinya telah tertidur di atas sofa ruang tamu. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi. Lalu perlahan ingatan kembali membanjirinya. Dia ingat acara pesta, dia yang berbaring di atas tempat tidur, dia yang mendengar Philippe datang, lalu Philippe yang membentaknya, Philippe yang mengatakan ingin berpisah dengannya, vas yang pecah, dia yang terduduk di atas lantai. Dan langsung saja air matanya kembali menetes. Dia melihat tubuhnya yang masih terbalut gaun indah dan elegan berwarna biru yang diberikan Philippe padanya. Lalu dia baru tersadar, kenapa dirinya terbaring di atas sofa kalau yang terakhir dia ingat dia sedang menangis di atas lantai? Apa secara tidak sadar dia memindahkan dirinya sendiri ke atas sofa? Stephanie menepis kebingungannya karena tiba-tiba dia mendengar suara aneh. Dia mencoba berusaha menajamkan telinganya untuk mendeteksi suara itu, mendengar suara itu dengan lebih jelas lagi. Setelah mencoba berkonsentrasi lebih dalam, akhirnya dia kembali mendengar suara itu, dan suara tersebut berasal dari kamar yang terletak di atas. Dari master bedroom---kamar Philippe. Lebih tepatnya. Dia berjalan perlahan menuju ruangan yang terletak di lantai atas. Dia menaiki tangga perlahan-lahan. Langkahnya begitu pelan dan ringan hingga tidak menimbulkan suara langkah. Setelah dia sampai, Stephanie melihat apa yang terjadi di dalam lewat celah pintu, karena pintu kamar tersebut tidak sepenuhnya tertutup. Saat melihat, Stephanie shock. Dia membeku seketika. Stephanie melihat Philippe sedang berciuman dengan wanita lain. Mereka berdua sama-sama tidak mengenakan sehelai pakaian, dan saat itu juga Stephanie langsung mengerti apa yang telah mereka berdua lakukan, karena dia sendiri pernah berada di posisi yang sama seperti wanita asing itu. Philippe adalah orang pertama yang menyentuhnya, pria itu yang telah mendapatkan kesuciannya, tapi sekarang dirinya menyesal keputusan dengan memberikan kesuciannya itu pada Philippe. Air matanya kembali mengalir keluar, dia masih menatap Philippe yang begitu nikmatnya b******u dan b******a dengan wanita lain. Stephanie tidak tahu siapa wanita yang bersama dengan Philippe karena tubuh wanita itu membelakangi pintu. Stephanie sontak menarik napasnya dengan keras saat manik biru Philippe yang begitu dingin menatap lurus ke arahnya. Detik itu Philippe menatapnya, dan detik itu juga pria itu menutup mata seolah-olah Stephanie tidak berada disana. Stephanie mundur dengan pelan, kemudian dia melangkah menjauhi ruangan itu. Setelah dirasanya cukup jauh, Stephanie berbalik dan berlari menuju kamarnya yang ada di bawah. Dia menutup pintu kamarnya dengan bantingan keras, dan langsung membereskan semua barangnya dengan terburu-buru. Lalu Stephanie merobek gaun yang dikenakannya dan melempar gaun itu sesuka hatinya. Begitu juga dengan sepatu dan perhiasan yang dikenakannya. Setelah Stephanie berganti baju dengan baju yang nyaman, dia langsung menarik kopernya pergi. Stephanie sama sekali tidak membawa barang pemberian Philippe. Dia tidak sudi menyimpan barang-barang itu. Jadi dia meninggalkannya begitu juga dengan iPhone pemberian Philippe beserta cincin pertunangan mereka. Stephanie berjalan keluar hotel. Tidak lupa dia membanting pintu hotel dengan kencang. Dia memutuskan untuk kembali ke Korea. Tempat dimana ayah kandungnya dan teman-teman baiknya berada. Dia tidak peduli lagi dengan ibu kandungnya juga keluarga tirinya yang berada di New York. Dia akan kembali menjadi dirinya yang dulu. Kembali menjadi Han Hye-Na. Dia meraih handphone lamanya dan kembali mengaktifkannya. Setelah itu dia menghubungi sahabatnya Kim So-Ra untuk menjemputnya di bandara nanti. Tidak lupa dia memesan tiket pesawat sekali jalan ke Korea. Setelah menoleh ke arah hotel tempat dirinya dan Philippe menginap sekali lagi, Stephanie masuk ke dalam taksi dan menuju bandara. Meninggalkan perasaannya yang sudah tidak menentu lagi, dan tentu saja hatinya yang tercabik-cabik.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook