bc

Kingdom Academy

book_age12+
410
FOLLOW
1.7K
READ
love-triangle
possessive
teacherxstudent
playboy
dominant
badboy
heir/heiress
enimies to lovers
friendship
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Kingdom Academy, salah satu perguruan tinggi bergengsi yang banyak mencetak para miliarder di Jepang. Perguruan tinggi khusus yang fokus mengajarkan bisnis dan manajemen bagi para mahasiswanya, Ada kelas khusus untuk para pewaris kerajaan bisnis yang dipersiapkan untuk mengambil alih perusahaan orang tua mereka, juga banyak dari kalangan menengah yang menempa ilmu dengan harapan sukses dimasa depan. Dan disinilah kisah cinta para pewaris tahta dimulai.

Di Kingdom Academy!

chap-preview
Free preview
PROLOG
"Nona, apakah ingin saya belikan jus?" Mata seorang gadis berkedip ketika satu suara menginterupsinya dari kegiatan yang sedang asik ia lakukan, membaca buku sembari menggigit roti cokelat kesukaannya di dalam mobil. "Tidak, terimakasih, Yamato," tolaknya pada sang supir yang mengantarnya ke kampus, tempatnya akan menuntut ilmu. Miyu Ishikawa, nama gadis berambut hitam lurus sebahu itu, mahasiswi tingkat pertama, anak kedua dari keluarga Ishikawa, pemilik perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan sejumlah merek barang perawatan sehari-hari. Bibir mungilnya terus melahap roti yang hanya tersisa setengahnya itu, hingga getaran ponsel membuatnya berhenti, teman Miyu sudah mengirimkan pesan padanya. "Aku pergi, Yamato," pamit Miyu sopan. "Sampai bertemu nanti, Nona." Miyu keluar dari mobil mewah miliknya, dan mencari sosok teman yang mengirim pesan tadi. Tak butuh waktu lama bagi Miyu untuk menemukan gadis itu. "Miyu-chan!" teriak seorang gadis cantik berambut cokelat panjang bergelombang melambaikan tangan pada Miyu. gadis yang memiliki mata indah itu berlari kecil mendekati Miyu dengan senyuman yang sumringah. "Hati-hati, kau bisa terjatuh, Reina." Reina Ikeda, mahasiswi tingkat pertama, seorang puteri dari salah satu menteri kabinet di Jepang, Tetsuya Ikeda. Ayahnya terkenal karena banyak membangun yayasan sosial bagi para warga negara Jepang yang kurang mampu. "Tenang saja, aku sudah melatih langkah-langkahku untuk menjadi seorang model, Miyu," ucapnya bersemangat. Miyu hanya berdecak, menautkan anak rambutnya ke belakang telinga. Reina memang sangat cantik, bahkan ketika di sekolah menengah atas dulu, ia sangat populer di kalangan pria, tapi sayangnya Reina tidak tergolong tinggi, jadi ia harus mengubur mimpinya dalam-dalam dan menjadikan hal itu sebagai candaan belaka. Nampak Reina mengeluarkan sebuah cermin kecil dari tas, kemudian memperhatikan wajahnya lamat-lamat. Hari ini ia memakai lipstik berwarna merah cherry yang menjadikan wajahnya terlihat cerah. "Sempurna," puji Miyu. Pandangan Reina beralih ke wajah Miyu. "Kau masih tidak ingin menggunakan make up?" Miyu menggeleng. Reina memegang bahu gadis itu, dan menatap wajahnya secara men-detail. "Benar Miyu, jangan gunakan make up, kau tidak boleh lebih cantik dariku," ucapnya membuat Miyu terkekeh. Miyu tidak terbiasa berias, ia hanya menggunakan pelembab wajah dan pelembab bibir sejak ia masuk sekolah menengah pertama. Disana, ia bertemu Reina dan berteman hingga saat ini, saat mereka sudah menginjak usia delapan belas tahun. "Ayo kita masuk," ajak Miyu melihat arlojinya. Mereka berjalan melewati gerbang tinggi sebuah gedung modern bertingkat mewah yang dijaga oleh beberapa orang keamanan. Banyak pepohonan rindang tertanam sepanjang jalan lebar menuju gedung tersebut, halaman luas dan taman yang sangat indah menunjukkan betapa berkelasnya tempat tersebut. Gedung bercat merah bata yang terbagi menjadi tiga bagian dan disambungkan dengan koridor kaca itu adalah tempat yang Reina idam-idamkan selama ini. "Akh." Tiba-tiba Miyu mengerang ketika seseorang menabrak tubuhnya. "Ck." Terdengar decakan dari gadis yang baru saja bertabrakan dengan Miyu. Gadis berambut lurus dengan warna hitam kemerahan dan memakai poni depan itu menatap Miyu dengan tatapan yang sinis sambil memegangi bahunya. Yume Endoo, mahasiswa tingkat pertama, anak dari seorang pendiri label rekaman para idol grup terkenal, yang saat ini perusahaannya tercatat sebagai perusahaan label rekaman paling sukses dengan posisi teratas di Jepang. "Apa kau tidak bisa berjalan dengan benar, huh?" ketusnya mencibir Miyu, kemudian kembali melanjutkan langkahnya dengan angkuh bersama beberapa gadis di sebelahnya. "Cih, kau yang tidak melihat jalan!" teriak Reina membuat gadis itu kembali menatap mereka sinis, tetapi hanya sekilas karena setelahnya gadis itu tak memperdulikan mereka. "Apa-apaan dia, huh? Hanya karena wajahnya imut, dia bisa seenaknya?" Reina masih tidak terima. Ia ikut mengusap-usap bahu Miyu yang masih memperhatikan gadis yang menabraknya tadi. "Aku tidak apa-apa," ucap Miyu yang lalu fokus pada Reina. Ia merasa lucu karena sepertinya Reina akan merasa tidak suka jika melihat gadis yang cantik. "Reina?" Tiba-tiba terdengar suara panggilan dari belakang tubuh mereka, Reina yang merasa namanya disebut segera menoleh. Ia mendapati seorang gadis manis berlesung pipi tersenyum lebar menampakkan deretan gigi rapinya. "Sora? Kau juga masuk kampus ini?" tanya Reina mendekat. Sora Fujiwara, mahasiswi tingkat pertama, gadis periang yang kini menjadi jutawan berkat kerja kerasnya membangun usaha kerajinan tangan khas Jepang yang akhir-akhir ini sangat populer hingga ke luar negeri. Tanpa menjawab pertanyaan Reina, Sora langsung memeluk gadis itu erat. "Agrh, aku sangat rindu padamu," ucap Sora. Sora adalah teman bermain Reina dulu, ketika mereka bersekolah di sekolah dasar yang sama. "Aku juga," balas Reina tak kalah senang. "Kau pasti terkejut melihatku, bukan? Aku mendapat beasiswa di kampus ini, pihak kampus mendatangiku dan menawari pembiayaan penuh padaku," jelas Sora bersemangat. "Benarkah? Kau mendapat beasiswa? Kau pasti sangat hebat," puji Miyu tulus dengan mata yang berbinar. Tak sadar ia ikut dalam obrolan mereka. Miyu paling kagum pada orang-orang yang pintar karena impiannya suatu saat nanti adalah membangun bisnisnya sendiri. "Eh, itu-" "Sora, perkenalkan ini temanku, Miyu, dan ini Sora," Reina memperkenalkan Miyu pada Sora, begitu juga sebaliknya, agar mereka tidak merasa canggung. "Sora Fujiwara," ucap Sora ramah mengulurkan tangannya. "Miyu Ishikawa," balas Miyu menjabat tangan Sora. "Fujiwara-" "Kau boleh memanggilku Sora, karena kau adalah teman Reina, jadi cukup panggil Sora saja." Ya, orang jepang akan memanggil orang lain dengan nama keluarga sebelum mereka dekat. Tetapi senyuman dan ucapan ramah Sora seketika membuat Miyu merasa nyaman, sepertinya mereka dapat berteman dengan akrab. Miyu adalah gadis yang sedikit pemalu dan tertutup. Ia tidak menonjol dibandingkan Reina, jadi, Miyu hanya memiliki beberapa teman saja. Sedang asik mengobrol, perhatian mereka teralihkan kepada sekumpulan mahasiswi yang melintas di depan mereka. "Kau lihat yang disana itu?" "Ya, mahasiswa baru itu imut sekali, wajahnya juga kecil, seperti wanita." "Itu adalah tipeku." Terdengar jelas di telinga Miyu, Reina, dan Sora apa yang mereka katakan. Tanpa sadar mata ketiganya ikut menatap arah pandang mahasiswi-mahasiswi itu. Mereka penasaran, sebenarnya siapa yang sedang mereka bicarakan. Nampak seorang pria yang terlihat paling menonjol di antara gerombolan para mahasiswa baru yang sudah berdiri di pinggir aula. Pria berkulit putih itu tersenyum manis, berbincang dengan teman-temannya yang ntah membicarakan apa. Walaupun ia terlihat lebih pendek diantara mereka, tetapi, tak bisa dipungkiri, wajah imut perpaduan antara cantik dan tampan itu jelas menyita perhatian sebagian wanita disana. Ichiro Kaji, mahasiswa tingkat pertama, anak bungsu dari empat bersaudara, ayahnya adalah pendiri pabrik motor roda dua di Jepang. Bahkan, perusahaan mereka menjadi pemasok mesin bermotor ke seluruh dunia. "Ah, dia Ichiro Kaji," tukas Sora. "Kau mengenalnya?" "Tidak, Reina, aku hanya pernah mengisi acara yang sama dengannya, dia adalah salah satu pewaris perusahaan milik ayahnya, Masamu Kaji." "Ayahku mengenalnya," timpal Miyu. "Hebatnya orang-orang seperti ayahmu itu, suatu saat aku akan memiliki perusahaan yang besar seperti mereka." "Aku yakin kau pasti bisa, Sora. Kau selalu giat dalam hal apapun," puji Reina. "Reina sendiri, kenapa kau memutuskan untuk masuk kampus ini? Bukankah kau lebih tertarik pada dunia seni dan fashion?" "Ah, itu karena-" "Shin Yamamoto," potong Miyu menjawab pertanyaan Sora yang di ajukan pada Reina. Iya, alasan satu-satunya Reina masuk ke kampus ini, hanyalah Shin Yamamoto. *** Sementara itu, di salah satu ruangan termewah dan tertinggi di kampus, di ruang kerja yang bernuansa eropa, yang terdapat banyak patung pahatan serta lukisan-lukisan kuno yang terpajang hampir memenuhi seisi ruangan tersebut, seorang pria memakai setelah jas berwarna abu-abu duduk di kursi kebesarannya. Ia menautkan jemarinya satu sama lain, sembari tersenyum nakal, juga menopangkan dagunya ke jemari-jemari itu. "Sudahkah kalian melihat para mahasiswi baru kita?" Ryuu Watanabe, cucu dari pendiri perguruan tinggi yang saat ini menjadi tempat dimana ia menjabat sebagai CEO, sekaligus pengajar untuk mata kuliah seni. "Kau akan berpidato pada acara hari ini, Watanabe-sensei." Ryuu menyunggingkan senyum ketika seseorang membacakan agenda kegiatan yang akan ia lakukan nanti. "Bukankah ada kau, perwakilan dari mahasiswa terbaik di kampus ini," ucapnya memandang pria berkacamata di depannya yang sedari tadi sibuk membolak balik kertas yang ia pegang. Pria itu membenarkan letak kacamatanya, wajah tampan, lembut terlihat jelas dari balik helaian rambut hitamnya ketika ia menunduk. Hoshi Kimura, mahasiswa tingkat empat, merupakan seorang yang akan menjadi penerus kerajaan bisnis e-commerce di Jepang, kakeknya yang merupakan pendiri sejak awal mengumumkan jika perusahaannya kelak akan di berikan kepada Hoshi sebagai pemimpin, karena kakeknya tidak mempunyai keturunan laki-laki. "Aku memiliki tugas yang lain," elak Hoshi. Ryuu berdiri berjalan mendekati jendela kaca yang langsung menghadap ke arah lapangan dan halaman kampus. "Aku tidak suka berbasa-basi di depan orang banyak, aku hanya suka gadis-gadis yang manis, bunga-bunga yang baru bermekaran itu akan terasa indah, benarkan, Hoshi?" ucapnya menyeringai memandangi ramainya orang-orang yang berada di halaman gedung. Yang di ajak bicara hanya diam. Ia sudah paham bagaimana sifat calon pemilik kampus tersebut. "Lalu? Siapa yang akan menggantikan tugasku, Sensei?" Ryuu tersenyum manis merubah raut wajah genitnya tadi menjadi wajah yang sangat ramah. "Ada tiga orang pria disana, kau yang paling bisa mengantur mereka, Hoshi." Hoshi memutar lehernya, melirik tiga pria yang sedang asik dengan dunianya sendiri tanpa memikirkan sekitar. Dua diantaranya sedang sibuk bermain game online di ponsel mereka, sedangkan yang satu sibuk berbaring, menyilangkan tangan ke atas d**a dengan aerphone yang menempel di telinga, seolah-olah tidak ada lagi manusia di sebelahnya. Tapi sayang, diantara ketiganya, justru pria itu yang mungkin dapat Hoshi andalkan. Hoshi mendekat dan melepas salah satu aerphone-nya dari telinga. Pria itu membuka mata perlahan, merasa terganggu dengan apa yang Hoshi lakukan. "Ada apa?" tanyanya dengan suara rendah yang datar. Ia bangkit dari posisi berbaring, dan menatap Hoshi. Mata pria itu tajam seperti elang, dengan raut wajah sedingin es. Shin Yamamoto, mahasiswa tingkat ketiga, anak pertama dari pendiri dan juga pemasok sensor dan komponen elektronik untuk sistem otomasi di pabrik, Tokyo. Ayahnya merupakan orang terkaya kedua di Jepang. Hoshi memberikan sebuah lembaran kertas pada Shin dan menjelaskan dengan tenang apa yang ia maksud tanpa sedikitpun terintimidasi oleh tatapan Shin. "Baiklah," ucap Shin menyetujui, kemudian ia kembali memasang earphone dan melanjutkan tidurnya. Lembaran kertas selanjutnya, Hoshi berikan kepada dua pria yang sedari tadi mengumpat sendiri dengan jari-jari yang lihai mengotak-atik ponsel mereka. "s**t! Apa-apaan kau?" kesal salah satu pria karena kertas dari Hoshi menutupi layar ponsel pria itu. Ken Tanaka, mahasiswa tingkat ketiga, anak kedua dari miliarder kawakan Son Tanaka yang memiliki kerajaan ritail pakaian Fast Retailing termasuk salah satu brand merk terkenal di dunia saat ini. Jika bukan karena ayahnya, Ken tidak akan mau mengenyam pendidikan yang tidak ia sukai ini. "Jangan terus-terusan bermain game, Ken. Sesekali kau harus mencoba bermain dengan wanita," ejek Ryuu mengacak rambut Ken. "Hentikan, Sensei, aku bukan anak kecil lagi," sergah Ken menampik tangan Ryuu membuat pria itu terkekeh. "Baiklah, lanjutkan rapat kalian di ruanganku ini, aku ingin berkeliling sejenak, melihat bunga-bunga kampusku." Ryuu memasukkan tangannya ke dalam saku celana, ia bersenandung santai meninggalkan para mahasiswanya, yang memang berasal dari kelas 'spesial'. Tak ingin membuang waktu lama, Hoshi kembali membagi tugas kepada satu pria yang tersisa, yang tidak mendengarkannya sama sekali. "Daichi," panggil Hoshi berusaha sabar. Tetapi tidak dibalas oleh pria itu. "Daichi," panggilnya lagi dan masih diabaikan. "Panggilan ketiga akan aku gunakan di ruang latihan," tukas Hoshi tersenyum. Dan seketika itu juga, Daichi menatap Hoshi sembari menelan salivanya. Daichi Satoo, mahasiswa tingkat ketiga, anak dari pendiri juga pewaris tunggal perusahaan minuman yang terkenal di Jepang. "Tidak untuk kali ini, Hoshi-senpai, badanku sudah terasa remuk," ucap Daichi. Yang Hoshi maksudkan adalah ruang latihan karate, Hoshi adalah pemegang sabuk hitam karate, juga pelatih untuk klub karate di kampus itu, dan Daichi adalah salah satu anggota klub. "Kalau begitu, ini," tukas Hoshi memberikan lembaran tugas untuk Daichi sebelum pintu terbuka dan muncul dua orang gadis yang masuk ke dalam ruangan. "Ayano-senpai!" teriak Daichi merasa terselamatkan. Gadis cantik berambut hitam panjang, dengan tatapan mata teduh dan senyum yang anggun itu menatap Daichi keheranan. "Ada apa, Daichi-kun?" Ayano Tanaka, mahasiswi tingkat empat, anak pertama dari miliarder kawakan Son Tanaka, kakak dari Ken Tanaka yang juga akan mewarisi kerajaan bisnis ayahnya. "Mereka memang tidak bisa diandalkan," timpal seseorang di samping Ayano. Seorang gadis berambut pendek seleher yang memakai celana jins, serta sweter berwarna hijau pudar dan sepatu kets berwarna senada. Anzu Nakagawa, mahasiswi tingkat empat, salah seorang pewaris dari pendiri jaringan diskon perabotan rumah tangga yang mampu menjual ratusan item tiap harinya. Mendengar seseorang itu berbicara, Shin kembali membuka matanya, begitu juga dengan Ken yang menghentikan aktivitas bermain game-nya. "Karena Ayano dan Anzu sudah disini, mari kita melakukan rapat singkat yang sebenarnya, karena sebentar lagi, acara penerimaan mahasiswa dan mahasiswi baru di Kingdom Academy akan segera dimulai." Hoshi mengambil alih dengan wajah yang serius. Kingdom Academy, salah satu perguruan tinggi bergengsi yang banyak mencetak para miliarder di Jepang. Perguruan tinggi khusus yang fokus mengajarkan bisnis dan manajemen bagi para mahasiswanya, Ada kelas khusus untuk para pewaris kerajaan bisnis yang dipersiapkan untuk mengambil alih perusahaan orang tua mereka, juga banyak dari kalangan menengah yang menempa ilmu dengan harapan sukses dimasa depan. Dan disinilah kisah cinta para pewaris tahta dimulai. Di Kingdom Academy! ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook