bc

Skandal Mafia dan Aku

book_age12+
330
FOLLOW
1.9K
READ
billionaire
HE
powerful
CEO
heir/heiress
drama
tragedy
bxg
shy
like
intro-logo
Blurb

Kanya Putri Aniendya tidak pernah menyangka bahwa kematian kedua orangtuanya setahun yang lalu tidak hanya meninggalkan luka di hatinya, tapi juga menjadi awal dari sebuah masalah besar yang akan ia hadapi.

Utang yang ditinggalkan orangtuanya membuatnya harus kehilangan rumah, satu-satunya harta yang ia miliki. Tidak cukup sampai di situ, ia juga dipaksa untuk menjadi wanita simpanan sebagai pelunasan utangnya.

Kanya yang tidak terima jelas menolak. Akan tetapi, penolakannya tersebut justru membawa nyawanya dalam bahaya. Saat dalam pelarian ia bertemu dengan laki-laki bernama Dimas Saka Maulana serta laki-laki yang ia panggil dengan sebutan bos bernama Evan Arka Bagaskara yang menyimpan begitu banyak rahasia.

Pertemuan itulah yang pada akhirnya membawa mereka pada sebuah hubungan percintaan yang cukup rumit

chap-preview
Free preview
Pertemuan Pertama
"Berhenti!" Kanya berlari dengan kaki t*******g menembus gelapnya malam. Sweater tipis yang ia kenakan tak mampu menghalau dinginnya angin malam yang menerpa tubuhnya. Rambutnya acak-acakan, celana denim yang ia pakai sudah robek di bagian paha akibat sentuhan peluru panas yang hampir menembus masuk melalui daging dan tulangnya. "Cepat tangkap dia! Jangan sampai lolos!" Beberapa laki-laki berjas hitam mengejar di belakangnya. Berteriak menyuruhnya untuk berhenti berlari. Sementara s*****a tajam dalam genggaman mereka. Kanya tak menghiraukan mereka dan terus berlari. Bahkan saat peluru kembali dilayangkan padanya dan hampir mengenainya tak menyurutkan keinginannya untuk tetap berlari, meskipun rasa perih di telapak kakinya semakin besar. Seringkali ia tersandung akar pohon, namun secepatnya ia bangkit kembali agar tak menipiskan jarak antara dirinya dan para pria berjas di belakang sana. Sekali pun tak pernah terlintas dipikirannya bahwa hutan belantara yang berada tak jauh di belakang rumahnya akan menjadi saksi bisu akan perjuangannya bertahan hidup. Padahal hutan itu adalah tempat ia seringkali menghabiskan waktu bermain bersama teman-temannya semasa kecil. Kanya meringis pelan saat kakinya tak sengaja menginjak ranting pohon yang tajam. Napasnya memburu seiring langkah kakinya yang mulai memelan akibat kelelahan. Sementara lelehan air mata tampak mengering di pipinya. "Kumohon. Siapa pun tolong aku," lirihnya. *** "Terima kasih." Kanya melangkah keluar dari restoran tempat ia bekerja dengan senyum di bibir. Sesekali ia melirik kantong plastik di tangan kanannya dengan perasaan bahagia. Malam ini seperti malam-malam sebelumnya, atasannya akan memberikannya sedikit makanan sisa yang tak habis terjual. Senyumnya semakin lebar saat melihat bus yang biasa ia tumpangi baru saja tiba. Dengan langkah cepat ia segera mendekati halte dan naik ke dalam bus yang tampak sepi, hanya ada dirinya dan sepasang suami istri yang duduk di kursi di belakang supir. Ia lebih memilih untuk duduk di kursi paling belakang sambil memangku bingkisan yang dibawanya. Aroma ayam goreng yang masih segar dari balik kotak persegi itu membuat perutnya berontak ingin segera diisi. Setelah beberapa menit berlalu bus berhenti. Ia turun setelah mengucapkan terima kasih pada sopir bus dan segera berjalan menuju rumahnya. Ia baru saja ingin memasukkan kunci ke dalam lubang kunci saat pintunya terbuka dengan sendirinya. Perasaan tidak enak langsung menghampirinya. Ia tak pernah lupa mengunci pintu sebelum bepergian. Keadaan dalam rumahnya tampak gelap dan sepi. Ia memang tinggal sendiri setelah kematian kedua orangtuanya setahun yang lalu. Dengan langkah pelan dan perasaan was-was ia memasuki rumahnya dan dengan segera mencari saklar untuk menyalakan lampu. Tepat setelah ia menyalakan lampu ia bisa merasakan seseorang di belakangnya. Ia berbalik dan terbelalak melihat beberapa wajah yang tak dikenalinya berdiri di hadapannya. "Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di rumahku?!" "Tenang, Nona." Seseorang yang berdiri paling dekat dengannya memberikannya sebuah kertas. "Baca ini." Kanya menatap kertas yang disodorkan padanya dengan ragu. Tangannya menolak untuk menggapainya. Namun, melihat tatapan penuh desakan di hadapannya membuatnya terpaksa menerimanya. Dibacanya setiap detil kalimat yang tertera di sana dengan alis yang bertaut. "Apa maksudnya ini?" tanyanya dengan wajah terkejut yang luar biasa. Laki-laki di depannya mengambil kembali kertas di tangan Kanya. "Seperti yang anda ketahui, orangtua anda meninggalkan banyak utang. Dan rumah ini adalah salah satu jaminan untuk itu. Namun, meskipun begitu rumah ini masih belum cukup bahkan untuk melunasi sebagian utangnya." Ia berhenti sejenak hanya untuk melihat ekspresi wajah Kanya yang masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "Jad-" "Tidak!" Kanya menggelengkan kepalanya. "Orangtuaku tidak pernah mengatakan apa pun soal ini padaku. Kalian pasti berbohong." "Percaya atau tidak itu bukan urusanku. Yang paling penting sekarang adalah cepat lunasi utang orangtuamu itu." "Aku harus bayar berapa?" Laki-laki di hadapannya berdehem sebentar. "Satu miliar." Kedua mata Kanya membelalak seketika. Ia tidak punya uang sebanyak itu. Bahkan untuk makan sehari-hari saja ia harus mengandalkan pekerjaannya sebagai pekerja paruh waktu di restoran keluarga. Setelah kematian kedua orangtuanya, mereka tak meninggalkan uang sepersen pun selain rumah yang ia tinggali sekarang. "Aku tidak punya uang sebanyak itu," lirihnya. Air mata sudah memaksa ingin keluar dari pelupuk matanya. Ia masih tidak ingin percaya pada semua yang dikatakan laki-laki di hadapannya. Namun, di kertas yang ia baca tadi jelas terdapat nama dan tanda tangan resmi dari ayahnya. "Aku tidak peduli. Rumah ini milik bos kami sekarang dan silakan bayar sisanya." Laki-laki itu menoleh pada beberapa orang di belakangnya. "Cepat geledah rumah ini. Mungkin saja ia menyembunyikan uangnya." "Baik." Kanya tak bisa diam saja saat orang-orang itu mulai menggeledah rumahnya. Bingkisan yang ia bawa tadi juga sudah terkapar di lantai. "Kumohon beri aku waktu sedikit lagi." "Ini adalah kesempatan terakhir untukmu. Tapi ...." Laki-laki itu berhenti sebentar. Diperhatikannya Kanya dari atas ke bawah dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kau punya tubuh yang bagus yang bisa kau gunakan untuk menghasilkan uang yang banyak." Mendapat tatapan dan ucapan melecehkan seperti itu membuat Kanya merapatkan sweater-nya. Perasaannya semakin tidak tenang menanti kemungkinan terburuk yang akan menimpanya sebentar lagi. Seseorang mendekati mereka. "Maaf, Pak. Kami tidak menemukan apa pun." Laki-laki di hadapan Kanya memberikan tatapan tidak peduli. Ia menyerahkan kertas di tangannya pada bawahannya tadi. "Tidak masalah. Aku sudah dapat penggantinya yang lebih bagus. Katakan pada yang lain untuk bersiap kembali." Setelah kepergian bawahannya ia menarik tangan Kanya dengan paksa. "Kau ikut aku. Bos akan dengan senang hati menerimamu sebagai wanitanya." "Tidak. Lepaskan aku!" Kanya berusaha melepaskan genggaman laki-laki itu di tangannya. Sedangkan kakinya berusaha keras menahan agar tidak beranjak dari posisinya. "Berhenti memberontak dan ikut saja!" "Aku tidak mau!" Bersamaan dengan berakhirnya kalimat Kanya, satu tamparan keras mengenai pipinya. Ia jatuh tersungkur ke lantai dengan rasa perih di pipinya. Laki-laki itu menariknya untuk berdiri dan kembali menyeretnya untuk keluar dari rumah. "Lepaskan! Tolong! Tolong aku!" Rasa sesak di d**a Kanya semakin membesar saat ia melihat tak ada seorang pun yang datang menolongnya. Padahal ia dengan jelas bisa melihat beberapa tetangganya mengintip di balik jendela, namun tetap mengabaikannya bahkan setelah ia memohon seperti itu. Air mata sudah mengalir di pipi Kanya dengan deras. Ia tak bisa melepaskan genggaman tangan laki-laki di depannya yang semakin erat. Sementara mereka sudah tiba di samping mobil dan dipaksa untuk masuk ke dalamnya. "Tidak! Aku tidak mau! Lepaskan aku!" Kanya masih berusaha untuk berontak. Ia dengan sekuat tenaga melawan saat dipaksa untuk memasuki mobil. Karena saat ia berada di dalam maka ia tak akan punya kesempatan untuk lari lagi. Ia menggigit tangan laki-laki itu dengan sekuat tenaga dan saat laki-laki itu meregangkan genggamannya ia berhasil melepaskan diri dan lari sejauh mungkin. "s**l! Cepat tangkap dia!" *** Dengan napas yang terengah-engah Kanya bisa melihat jalan utama yang tinggal beberapa langkah di hadapannya. Kakinya yang sudah sangat lelah ia paksa untuk berlari dengan sisa tenaga yang ia miliki. Sesaat setelah ia tiba di tengah jalan sebuah mobil melaju ke arahnya. Kanya terlalu terkejut dengan kejadian tiba-tiba itu dan tak bisa menggerakkan kakinya sedikit pun untuk menghindar bahkan saat mobil itu semakin dekat dengannya. Ia terjatuh di kedua lututnya saat mobil itu berhasil menghindarinya dan berhenti mendadak beberapa meter di belakangnya. Seorang laki-laki tampan yang duduk di balik kemudi mobil keluar dan menghampirinya. Ia berjongkok di hadapan Kanya yang masih terdiam dengan wajah terkejut. "Kau tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?" tanyanya dengan perasaan bersalah karena hampir saja mencelakai gadis cantik di hadapannya meskipun itu tak sepenuhnya kesalahannya. Kanya yang perlahan-lahan sadar dari keterkejutannya menatap laki-laki di hadapannya. Sejenak ia menyadari situasinya yang buruk dan orang-orang yang mengejarnya sebentar lagi pasti akan menemukannya. Ia mencengkram lengan jas laki-laki di depannya dengan erat. "Tolong aku. Orang-orang itu ingin membunuhku," pintanya dengan wajah putus asa. Sementara laki-laki di hadapannya menatapnya dengan tatapan terkejut. "Ada apa, Dimas? Bagaimana keadaannya?" Suara berat dari laki-laki yang baru saja keluar dari mobil terdengar di balik punggung laki-laki yang ia panggil Dimas. Dimas menoleh pada laki-laki yang berjalan mendekati mereka. "Ini dia-" Ia tak melanjutkan kata-katanya saat laki-laki yang bertanya padanya itu memberinya isyarat untuk diam. Laki-laki itu menatap Kanya dengan kernyitan di keningnya. Sementara tatapannya tampak waspada pada sekitar. "Sebaiknya kita pergi sekarang," ujarnya sambil tetap mengawasi gerak-gerik beberapa orang yang sedang bersembunyi di balik pepohonan. Sejak tadi ia bisa merasakan kehadiran beberapa orang di sana. Hanya dengan melihat penampilan gadis cantik dengan penampilan berantakan di depannya itu ia bisa menyimpulkan bahwa ia itu sedang dikejar oleh seseorang atau lebih tepatnya gadis itu sedang berurusan dengan seseorang yang akan sulit untuk mereka hadapi. "Tapi, bagaimana dengan gadis ini, Van?" Laki-laki itu menatap Dimas dan Kanya bergantian. Ia tahu dengan membantu gadis yang sedang membutuhkan pertolongan itu akan membuatnya terlibat dalam masalah yang mungkin saja akan memberi pengaruh buruk dalam hidupnya, akan tetapi ia juga tak setega itu meninggalkan seorang gadis sendirian di tengah gelapnya malam."Bawa dia, tempat ini terlalu bahaya untuknya." "Baik." Dimas tersenyum mendengar jawaban sahabat sekaligus sosok atasannya itu yang memang sesuai dengan harapannya, ia kemudian berbalik pada Kanya. "Kau aman sekarang. Ayo, aku akan membawamu ke tempat yang lebih aman." Kanya menurut saja saat laki-laki yang ia ketahui bernama Dimas itu menuntunnya menuju mobil. Ia sedang tidak ingin berpikir keras untuk saat ini. Baginya yang terpenting adalah ia bisa selamat dan terbebas dari kejaran orang-orang berbahaya itu. Meskipun sebenarnya ia sadar dengan pasti bahwa orang-orang yang ia temui saat ini dan menolongnya bisa jadi adalah orang-orang yang berbahaya juga. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

HYPER!

read
559.4K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.7K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

I Love You Dad

read
283.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook