2

1061 Words
Rumah megah tapi begitu sepi, itulah tempat Katria untuk pulang dan mengistirahatkan dirinya. Gadis cantik bagaikan barbie itu tidak bahagia seperti yang dia pancarkan saat berada di sekolah.                            Di sekolah dia terlihat bahagia dengan selalu tertawa ataupun hal lainnya, dia melakukan itu semua untuk sekedar menutupi kerapuhannya, hidupnya hampa setelah kecelakaan yang merenggut ibunya dari dunia ini, rumah ini terasa begitu sepi, tidak akan ada lagi kekonyolan yang ibunya lakukan, semua terasa hampa, hidupnya penuh kekosongan, kenapa tuhan harus merebut kebahagiaannya secepat ini?   Katria menatap figuran foto yang dia letakkan di atas meja belajar yang sekarang tak pernah lagi dia tempati. Di foto itu terlihat senyum bahagia dari tiga orang yang tak lain adalah mamanya, Katria, dan papanya. Foto itu diabadikan saat Katria lulus SMP dengan nilai tertinggi. Katria yang pintar dan selalu menjadi kebanggaan sekolah karena selalu membawa pulang piala saat mengikuti lomba olimpiade, Katria yang selalu menghormati orang lain, Katria yang bertutur kata sopan dan santun, semuanya kini telah berubah. Gadis mungil bagaikan Barbie itu sekarang sudah menjelma seperti monster, tidak ada lagi rasa kasihan yang ditujukan untuk orang lain, yang hanya dipikirkan sekarang dia hanya ingin orang lain merasakan kesedihan seperti yang ia rasakan.   Katria tersenyum pahit saat mengingat semuanya telah berubah, tidak indah seperti dulu. Katria sangat menyadari perubahannya saat semua orang sekarang membencinya, saat dulu namanya dipanggil guru karena mendapat penghargaan sekarang terbalik karena kerusuhan yang dia buat, dulu namanya tak pernah berada di buku kasus tapi sekarang setiap hari namanya tercatat di sana.   Akankah Katria menyesal dengan merubah sikapnya seperti sekarang? Sepertinya tidak, gadis itu seperti kehilangan rasa dari hidupnya, dia hidup tapi terasa mati, hidupnya sekarang benar-benar hampa, dulu dia bercita-cita menjadi bisnis woman yang nantinya akan menjadi penerus perusahaan papanya. tapi sekarang impian itu telah hilang bersama dengan jiwanya yang perlahan mati, buat apa dia meraih semuanya jika mamanya sendiri tak melihat perjuangannya, Katria hidup untuk membanggakan mamanya bukan untuk orang lain, yang ada dipikirannya saat ini hanyalah, kapan dia akan menyusul mamanya? Segala upaya bunuh diri telah dia lakukan tapi selalu gagal karena papanya yang menugaskan puluhan pengawal untuk menjaganya. Jadi langkah apa yang harus Katria tempuh untuk menghilangkan diri dari dunia ini? ***** Hari Rabu jam baru menunjukkan pukul 06.30 pagi. Hampir seluruh murid kelas XIIPA 4 sudah berada dikelasnya.Tumben, peristiwa seperti ini langka terjadi. Kelas yang biasanya paling rusuh, paling malas untuk sekolah. Entah kenapa pagi ini mereka tiba ke sekolah begitu cepat. Alasannya cuma satu, pelajaran pertama hari ini adalah matematika ditambah lagi Bu Sri selaku guru Matematika akan mengadakan ulangan harian, jadi 70% penghuni kelas XIIPA 4 sedang menyiapkan contekkandikertas yang begitu kecil agar mudah di masukkan kedalam saku seragamnya. 20% siswa yang mendapat peringkat dikelas terlihat tenang-tenang sajadan 10% nya lagi nampak cuek saja saat mengetahui bahwa hari ini ada ulangan Matematika.Bahkan disaat hampir semua siswa sudah tiba dikelasnya, ada juga yang belum terlihat batang hidungnya. Jam tujuh, bel tanda pelajaran sudah berbunyi, siswa maupun siswi yang berada dikelas XI IPA 4 mulai merasa deg-degan. Bu Sri memasuki kelasdan mulai membagikan soal ulangan, siswa yang terbilang pintar dikelas seperti Alvan dan Ani nampak santai mengerjakan tugas, tim pembuat contekkan kecil matanya mulai mengawasi gerak-gerik Bu Sri.Yang termasuk kedalam tim itu adalah, Alvian, Rayyan dan beberapa murid lainnya. Tim yang satu lagi nampak biasa saja meskipun kertas jawabannya masih kosong.Siapa lagi jika bukan Katria dan kedua sahabatnya, nilai ulangan tidak pernah terpikirkan olehnya, dia bersekolah kepunyaan papanya, jadi apa yang harus dia takutkan? Bu Sri memberikan waktu 60 menit untuk mengerjakan soal ulangandan sekarang waktunya tersisa lima menit lagi. Alvan sudah duduk santai dengan mengecek sekali lagi hasil yang telah dia isi, Alvian dan Rayyan mulai menghitung kancing seragamnya, Katria nampak bosan memandang kertas ulangannya yang masih kosong. "Waktu kalian habis, silahkan dikumpulkan lembar jawaban kalian," ujar Bu Sri. Satu persatu murid mulai mengumpulkan lembaran jawaban yang telah diisi. "Selama ibu memeriksa hasil kerja kalian, silahkan kalian merangkum bab 2." "Baik bu."                                                                                               Sebagian mulai mengeluarkan buku catatan untuk mencatat, sebagian mulai sibuk bermain ponsel yang mereka letakkan di kolong meja, dan ada juga beberapa murid yang memanfaatkan kesempatan ini untuk tidur. Itulah yang namanya sekolah, setiap penghuni kelas pasti mempunyai sifat yang berbeda-beda, jika semua murid sudah pintar! Lalu untuk apa pemerintah mempekerjakan guru? "Baik, ibu sudah selesai memeriksa lembar jawaban kalian, dan pemegang nilai tertinggi masih orang yang sama. Selamat Alvan, kamu kembali berhasil mendapatkan nilai 100 diulangan kali ini, dan selamat juga untuk Ani karena kamu menduduki posisi kedua dengan nilai 95," ujar bu Sri. Ani dan Alvan nampak tersenyum tipis, sedangkan murid yang lainnya terlihat tegang ingin mendengarkan berapa hasil yang dapat mereka peroleh. "Di ulangan kali ini yang remedi ada 7 orang, yaitu Alvian, Rayyan, Katria, Zela, Rhea, Jessica dan Arkan. Kalian akan melakukan remedi nanti pas jam istirahat." "Yah Bu, kalau kita remedi pas jam istirahat kapan kita makannya, Bu. Perut kosong pikiran juga jadi kosong, Bu." Alvian memprotes. "Ibu kasih waktu kalian untuk istirahat 15 menit. Setelah itu langsung temui Ibu, jangan ada yang kabur. Terutama kamu Katria, jangan sampai kamu bawa kedua teman kamu buat kabur dari remedi Ibudiantara semua yang ikut remedi! Nilai kamu paling rendah." "Emang nilai Katria berapa, Bu?" Alvian mulai penasaran, dia tidak menyangka jika kali ini bukan dirinya lah pemegang nilai terendah. "Nilai kamu sama Katria sama, nilai kamu nol Alvian. semua jawaban kamu salah, tapi ibu bisa memakluminya, sedangkan Katria dia hanya mengumpulkan lembar jawaban kosong, dia hanya menuliskan namanya saja. Sekian dari ibu hari ini, ibu tunggu kalian di ruangan." Alvian syok mendengar penuturan bu Sri, ternyata dia masih menduduki peringkat terendah untung masih ada Katria. Katria nampak biasa saja mendengar hasil ulangan hari ini, dia memang tidak berniat mengerjakan ulangan. Lagian jika Katria mengisi jawaban itu sudah dipastikan dia tidak harus mengikuti remedi. Bukannya sombong tapi itulah kenyataannya, dia tak sebodoh seperti yang dipikirkan orang lain. Piala serta beragam sertifikat yang berada di kamarnya sudah cukup membuktikan kalau dia murid berprestasi, namun Katria tidak menginginkan itu semua lagi, masa depan cerahnya sudah tidak ada lagi semenjak orang yang dia sayangi pergi meninggalkannya. "Sebelum ulangan gue ajarin materi tadi ya, supaya nilai remedi lo bagus," tanpa Katria sadari Alvan sudah duduk disampingnya, sedangkan Rhea entah sudah pergi kemana. "Boleh, emangnya gak ngerepotin?" tanya Katria. Alvan tersenyum, "Kalau buat orang yang kita sayang, sesibuk apapun gue, pasti bakalan luangin waktu kok. Kalau itu buat lo," ujar Alvan tanpa mengalihkan pandangannya. Jantung Katria seperti ingin keluar saja mendengar penuturan Alvan barusan. Diajarkan oleh lelaki yang kita cintai? Siapa yang akan menolak.                                                                
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD