BAB 3

1555 Words
Devan baru saja sampai di rumahnya. Rumah yang ia tinggali dengan sang kakek. Tadinya bersama dengan kakaknya. Karena kakaknya sudah menikah. Mereka tinggal di rumah lain, namun tak jauh. Hanya berbeda 1 blok dari sini. "Tuan."Seorang pelayan menghampirinya. Membungkuk hormat padanya. Membuat Devan menghentikan langkahnya. Menatap pelayannya dengan tampang protes. "Ada apa!."tanyanya dengan nada kesal. Saat ini suasana hatinya sedang tidak bagus. Ini semua karena wanita itu. Bisa-bisanya wanita itu mencari masalah dengannya. "Kakek tuan menunggu di ruang makan, bersama dengan tuan Demian dan istrinya."Devan mendengus remeh mendengarnya. Ia berjalan menuju ke ruang makan dan benar saja. Tiga orang itu sudah berada di sana. Devan mengambil tempat di sisi kiri kakeknya sementara Kakaknya berada di hadapannya. Di sisi kanannya kakek bersama dengan istrinya. "Hai.. Kakak dan kau. Kakak ipar baru."sapa Devan sinis.Demian menatap Devan. Sementara Sena mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Devan sopanlah sedikit dengan Sena. Dia kakak iparmu sekarang."tegur Demian. "Oh.. Haruskah aku bersujud di kakinya. Untuk membuktikan betapa sopannya aku. Tsk!"decak Devan. Sang kakek hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua cucu nya. Mereka memang belum dewasa, terutama Devan. Cucu terakhirnya itu sangat kekanakan. "Kau kehilangan supirmu lagi bukan! Berhenti memukul pengawalmu. Apa yang kau lakukan pada mereka semua. Sampai kapan kau akan begini terus."lagi Demian menegurnya, memberi peringatan. Sudah berkali-kali Devan gonta-ganti supir pribadi dan pengawalnya yang ia pukul karena alasan tidak jelas. Bahkan yang terakhir. Sopirnya baru bekerja dua hari dan menghilang begitu saja tanpa kabar. "Mereka semua bodoh. Pekerjakanlah orang-orang yang memiliki skill. Kau memperkerjakan pegawai yang tidak becus. Mental mereka lemah sekali. Aku bisa melakukan apa kalau begitu."sudut bibir Devan tertarik membentuk senyum sinis. Demian menggelengkan kepalanya terheran, Devan selalu saja seperti ini. "Dan kakak ipar."Sena menoleh pada Devan ketika pria itu menyebut namanya. Sena nampak gugup, menjadi topik pembullyan Devan bukanlah sesuatu yang bagus. "Jangan merasa nyaman di sini. Aku tidak suka melihatmu."ucap Devan sinis. Hal itu membuat Sena terpengangah. Namun ia sudah terbiasa dengan sikap Devan yang seperti itu. Walau sebenarnya ia selalu merasa terkejut jika menerimanya. Sikap Devan memang tak pernah lembut. "Devan."tegur Demian. Penuh peringatan. Tapi Devan tak peduli. Ia terlanjur membenci wanita itu. Devan tidak akan membiarkannya merasa nyaman di sini. *** Keisha baru saja sampai di Rumahnya. Ia mendapati Terry yang sedang menyapu rumah. Wnaita itu menoleh padanya dan mengernyit bingung ketika melihat wajah bahagia Keisha. "Kau darimana saja huh!." Keisha tersenyum nampak bahagia. Ia merasa senang bukan main. Baru saja membalaskan dendamnya pada seorang iblis. Hal itu membuatnya bersemangat. Keisha rasa orang seperti Devan selalu berbuat jahat. Jika ia melakukan kejahatan pada Devan sepertinya itu bukan dosa. Tapi pahala. Karena ia baru saja membantu tuhan untuk membuat iblis jera. "Kenapa kau tersenyum-senyum aneh begitu -huh!." "Seperti orang yang baru saja memenangkan lotere saja."ucap Terry seraya melanjutkan acara sapunya. "Kau tahu tidak. Aku baru saja membantu tuhan memberikan pelajaran kepada seorang iblis." "Apa!."ucap Terry tak mengerti. Ia terkejut, apa maksudnya dengan iblis. Siapa iblis itu. "Aku melihat pria itu lagi dan aku mengempeskan bannya dengan menusuknya menggunakan gunting. Haha... Aku senang sekali melakukannya. Seolah-olah aku baru saja mendapat harta karun. Kesempatan ini adalah emas. Tuhan mengabulkan doaku." Terry mengerti sekarang. Itu memang tepat disebut dengan kebahagiaan. Pria itu memang harus diberikan pelajaran. Terry mendukung apapun yang Keisha lakukan jika menyangkut tentang pembalasan dendam kepada pria itu. Ia juga merasa kesal karenanya. Mendengar apa yang telah pria itu lakukan padanya membuat Terry juga emosi. Baguslah jika ia sudah melakukannya. Dengan begitu mereka impas. "Ahh.. Kau memang mandapatkan sebuah jackpot. Oh ya ada lowongan pekerjaan di Club malam ku. Hanya menjadi waiterss. Bagaimana. Kau mau tidak? Selingan. Sambil mencari pekerjaan lain. Dari pada kau menganggur seperti ini. Kau kan harus mengirim uang untuk bibi dan adikmu." Keisha nampak berpikir sebentar. Sebelum ia menganggukan kepalanya. Bukan menjual diri. Hanya menjadi waiterss. Keisha rasa itu tak masalah. Selama ia mendapatkan uang dengan cara halal. Apapun akan ia lakukan. "Uwahhhhh, terima kasih Terry. Kau benar. Baiklah. Kapan aku bisa mulai masuk?." "Malam ini." *** Keisha tak bisa. Berkali-kali ia membetulkan bajunya. Bajunya terasa aneh. Terlalu melekat di tubuhnya. Pakaian hitam tanpa lengan. Dengan rok mini. Berbalut stoking hitam gelap. Sebuah bando unyu berbentuk telinga kelinci terpasang di atas kepalanya. Menghiasi rambut nya. Rambut hitam sebahu miliknya ia kuncir kuda. Menyisakan poni depan yang menutupi keningnya. Terry tidak terbiasa berpakaian ketat seperti ini. Ini membuatnya tidak nyaman namun Terry harus melakukannya. Ia membutuhkan uang. Terry benar ini hanya selingan. Kekuatannya ada pada bibi dan adiknya. Mereka adalah alasan Keisha untuk bertahan melakukan pekerjaan berat, dan tertunya bertahan hidup. "Ada yang butuh minuman?."tawar Keisha seraya menghampiri beberapa kursi yang di tempati para tamu Club dengan nampan berisi gelas bir dan vodka. Suara dentuman musik Club malam nampak menggelegar memecah keheningan malam Kota. Keisha tak terbiasa dengan Club. Kalau bukan karena uang. Keisha tidak akan mau menerima untuk bekerja di tempat seperti ini. Menjadi tukang sapu jalanan terdengar lebih menyenangkan dari pada di sini. Bukan karena rendah di mata orang banyak. Tapi. Keisha tak tahan dengan kebisingannya. Jantungnya terasa aneh. Berdegup kencang dan terasa tak nyaman. Semua orang terlihat menari mengikuti irama musik. Keisha selalu tidak mengerti. Apa enaknya menari asal mengikuti irama tanpa intruksi seperti itu. Bukannya lebih baik menari dengan gerakan yang jelas seperti para boy band, atau senam saja yang tariannya jelas mengikuti instruksi. Keisha baru saja ingin mengambil minuman di belakang saat kakinya tersandung sesuatu dan membuatnya jatuh tersungkur. Keisha menghela nafas kesal, siapa yang sudah membuatnya jatuh seperti ini. Keisha mendongak kan wajahnya dan menemukan iblis yang baru saja keluar dari neraka. "Masih mengingatku nona Butik?." Pria itu. Pria yang ban mobilnya beberapa jam lalu ia bocorkan. Kenapa dunia ini begitu sempit. Banyak sekali Club malam di Manhattan. Tapi kenapa mereka bisa kembali berpapasan di sini. Apakah pria itu mengikutinya untuk membalaskan dendam Luar biasa jika iya. Dendam di antara mereka sepertinya semakin bertambah panas. Keisha pernah mendengar jika dosa yang kita perbuat akan mengejar kita selama sisa hidup kita. Jadi sekarang. Karena pria itu dan dia sama-sama melakukan dosa yang saling berhubungan antara pembalasan dendam. Kini mereka berdua seolah kejar-kejaran. Keisha berdiri berhadapan dengannya. Tidak ada rasa takut yang Keisha rasakan padanya. Rasa benci itu terlalu mendominasi. Keisha merasa ingin membalas kan dendamnya yang ke dua. Namun ia belum memikirkan cara yang tepat untuk melakukannya. "Kenapa ya. Aku bertemu lagi denganmu."ucap Keisha sarkatis. Merasa sangat tidak suka. "Pura-pura saja tidak melihatku."lanjutnya. Baru satu langkah Keisha ambil untuk menjauh namun Devan sudah menarik kuncir kudanya hingga Keisha tertarik ke belakang. "w***********g kau mau kemana huh!." Seketika kedua mata Keisha memancar aura gelap. Ia melirik Devan sinis dari sudut matanya. Kalimat tak sopan yang meluncur dari bibir pria itu membuat kepalanya mendidih. "Apa katamu!."Keisha benar-benar kesal mendengarnya. Apa katanya barusan. w***********g. Uwahhh... Keisha benar-benar terbakar emosi sekarang. Beraninya pria itu mengatakan halal yang buruk tentangnya. BUKK!! Devan jatuh tersungkur ketika Keisha menendang pipinya dengan kakinya. "KAU!.. Jaga mulutmu pria gila. Tidak semua orang bekerja di tempat yang buruk berarti orang yang buruk. Kau membuatku emosi." Devan mengerjapkan kedua matanya terkejut. Ia masih terduduk di lantai. Menatap jari Keisha yang menunjuknya. Lalu beralih menatap wanita itu tercengang. Devan sangat terkejut. Ia kelihatan syok karenanya. Ini pertama kalinya. Seumur hidupnya. Ia baru terkena tendangan dari seorang wanita. Bahkan untuk membalas tatapan matanya saja tidak ada yang berani. Tapi wanita itu. Bertindak begitu jauh. Devan tidak percaya. Wanita itu sangat menyeramkan. Para tamu Club memandang mereka. Berbagai bisikan menggema tapi Keisha tak peduli. Ketika tendangan itu. Demian muncul di sana. Bermaksud menyeret Devan pulang. Tapi ia tak menyangka akan mendapat tontonan bagus seperti ini. Ia berdiri tak jauh dari Keisha. Melihat bagaimana wanita pengantar baju itu bisa membuat adiknya ketakutan seperti itu. Bibir Demian tersenyum. Nampak kagum dan berterima kasih. Akhirnya ada yang bisa membuat adiknya belajar sesuatu. Dari rasa malu yang ia terima di sini. "Hei. Keisha apa yang kau lakukan. Ayo kita pergi."Terry muncul dari kerumunan penonton. Menyeret Keisha pergi setelah membungkuk beberapa kali meminta maaf atas kesalahan temannya. Demian menatap kepergian Keisha sebelum kembali menatap adiknya yang masih terduduk. Demian menghampiri Devan. Berdiri di hadapannya dan mengulurkan tangan. "Butuh bantuan. Adik?." Devan berdecak. Merasakan rasa sakit di pipinya yang kini mulai membiru. Ia memilih bangun sendiri. Menjaga kehormatannya sebagai seorang pria yang baru saja di tendang oleh seorang wanita. Bayangkan. Wanita. Devan dan Demian keluar dari dalam Club. Demian duduk di bagian kemudi. Sementara Devan duduk di bagian belakang. Penumpang. "Bukankah terlihat begitu tidak keren. Seekor Raja hutan takut pada seekor kelinci kecil."goda Demian dengan bibir berkedut meledek Devan. Devan berdecak. Memutar kedua bola matanya malas. Ini memalukan, bisa-bisanya hal ini terjadi padanya. Wnaita itu, Devan akan membuat perhitungan padanya. "Diam dan kemudikan saja mobilnya dengan benar." Demian mendengus. Terkekeh mengingat bagaimana kejadian tadi. "Aku rasa kau tidak akan bisa melupakannya seumur hidupmu."gumam Demian seraya menyetir. "Diamlah. Lebih baik kau fokus menyetir."ucap Devan mulai jengkel. Kakaknya terus saja menggodanya dan membuatnya kesal setengah mati. Hal ini seakin membuatnya kesal pada wanita itu. Hal itu membuat Demian terkekeh. Devan melihat ke arah jendela menatap ke jalanan kota. Devan rasa perkataan kakaknya benar. Kejadian itu tidak akan pernah bisa ia lupakan. Selamanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD