bc

So I Kissed The Wild Cat

book_age16+
375
FOLLOW
1.8K
READ
love-triangle
dominant
independent
dare to love and hate
female lead
highschool
like
intro-logo
Blurb

Saat kamu mencium seekor kucing betina yang pemarah, kamu harus siap dicakar, ditendang, digigit, dan disundul.

Kamu juga harus siap jadi budaknya selamanya, memberinya makan 3 kali setiap hari, membelikannya banyak hal, dan mengantar jemputnya ke mana-mana.

Rama sudah pernah membaca cara merawat kucing betina yang baik dan benar saat umurnya 10 tahun, tapi ternyata itu tidak cukup untuk membuatnya bisa merawat kucing dengan baik dan benar.

Apalagi kalau kucing itu berisik, barbar, tukang perintah dan tidak tahu diri seperti Magika Zalardi. Rama butuh membaca semua buku tentang merawat kucing betina dari seluruh dunia.

||

Disclaimer : Ini bukan cerita Fantasy tentang manusia kucing, ini cerita tentang sepasang manusia.

chap-preview
Free preview
PROLOG
12 April    Ruangan yang tidak terlalu besar dan mirip gudang dengan berkas bertumpuk di lemari-lemari, diisi beberapa siswa yang duduk mengitari meja panjang, almamater biru malam bertulis OSIS-Bhintara di bagian d**a kanan membalut masing-masing tubuh mereka.    Satu persatu mereka melirik jam yang melingkar di tangan mereka atau jam dinding yang menggantung di tembok, wajah mereka menekuk kesal tiap kali selesai melihat jam, lalu menatap pintu masuk ruangan Osis. Mereka menunggu datangnya sang Ketua Osis yang entah kenapa hari ini tiba-tiba ngaret, padahal ialah yang biasanya sudah tiba di ruangan ini bahkan sebelum pintunya dibuka. “Jadi rapat gak sih? Gue ada les abis ini anjir,” celetuk salah satu dari mereka. “Dia bilang apa sih tadi Yan?” “Katanya tunggu, dia udah otw ke sini.” “Otw dari mana sih? Kayak jauh aja kelasnya ke ruang Osis.” “Jangan tanya gue, gue dari tadi sama kalian.”    Fabian Yudiarta selaku Waketos mondar-mandir tidak jelas sejak tadi, ia merasa kesal karena anggota yang lain ikut marah padanya padahal bukan salahnya si Ketos ngaret, lalu suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian mereka.    Pintu yang terbuka sedikit lebar itu menampakkan sosok perempuan memakai almamater OSIS-Bhintara dengan rambut yang digerai, tangannya masih menempel di gagang pintu, sementara setengah badannya sudah berada di dalam ruangan. Matanya tertuju pada satu-satunya kursi kosong di dereten meja panjang itu, kursi yang berada tepat di sisi Revani Nasta, orang terdekatnya yang mungkin akan berhenti menjadi orang terdekatnya mulai saat ini. "Akhirnya lo datang, dari mana sih lo?" tanya Abian jengkel.    Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir perempuan itu, dan Abian merasa ada yang aneh dengan Ketua Osis yang biasanya ceria itu. Hari ini Ketua Osis bernama lengkap Magika Zalardi itu tampak sangat dingin dan tak tersentuh, ia terus menatap datar kursi khusus untuknya yang berada di sisi Revani. "Bisa … gue gak duduk di samping dia?" tanyanya dengan suara kelewat datar. "Yaelah Gi, duduk aja sih, kita udah dari tadi nunggu lo," gerutu Jessie. "Tahu nih Bu Ketua, duduk aja deh, biasanya juga lo duduk di situ," sambung Gio mengipasi lehernya dengan kertas. "Udah jam 3 nih Gi, gue mau pulang, laper." "Cepat atuh Gi."   Tak menanggapi protesan itu, Magi masih tetap menatap kursinya dengan tatapan datar, tanpa sekalipun menatap siapapun di ruangan itu, jemarinya mengcekram erat gagang pintu. Sementara Revani meremas kuat ujung roknya di bawah meja, ditatapnya Magi dengan rasa bersalah di matanya, tapi tak ada suara yang keluar dari bibirnya. "Jadi gue gak bisa pindah kursi ya?" tanyanya lagi lebih dingin. "Lo kenapa sih, Gi? Itu kan emang kursi lo," protes Hanun selaku Sekretaris satu. "Duduk aja Gi, please." "Serius deh Gi, gue laper sumpah." Protesan itu tak masuk ke indra pendengarannya, Magi melangkah mendekat ke arah meja panjang itu, dan berdiri di ujung meja tepat di samping Abian yang menatapnya aneh. Magi melepas almamaternya dengan ditatap heran oleh semua anggota Osis di sana, terutama Abian.    Sesaat kemudian ia meletakkan almamaternya ke atas meja tanpa menatap siapapun, hanya menatap sekilas kursinya yang kosong, lalu berbalik pergi dan menutup pintu ruang Osis yang tiba-tiba hening. Bukan tindakannya yang membuat ruang Osis hening, tapi kalimat yang diucapkan Magi sebelum keluar dari ruang Osis. "Gue keluar dari Osis."    Semua orang tidak bisa berkata-kata, menebak-nebak apakah Magi marah karena dikeroyok tadi, tapi kenapa sampai harus keluar dari Osis hanya karena itu? Sementara yang lain sibuk menebak, Revani malah masih menatap pintu ruang Osis dengan tatapan bersalah, ia mengepal tangannya di bawah meja. "Maaf, Gi." bisiknya lirih. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.8K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook