Part 2

1558 Words
“Tidak!!! Mama tidak bisa membiarkan wanita itu kembali ke kehidupanmu, Noah.” Eva menolak mentah-mentah hingga berdiri dari duduknya. Mengacungkan jari telunjuknya pada Noah dengan ekspresi keras dan merah padam. “Apa kau tidak ingat, apa tujuan dia menikah denganmu?” Ya, Naya menikah dengannya karena kekayaan yang dimiliki keluarganya. Karena ingin lepas dari kungkungan ibu wanita itu yang kejam. Dan karena mencintainya. “Apa Mama juga masih ingat alasanku kembali ke keluarga ini?” Mulut Eva terkatup rapat. Memutar kepala ke arah kursi utama tempat suaminya menyimak pembicaraan mereka dalam diam. Meminta dukungan, tapi raut Willy Samudra tak sesuai yang diharapkannya. Pria paruh baya itu malah cenderung mendukung keputusan putra tunggal mereka. “Apa yang kauinginkan, Noah? Apa kau yakin rumah tanggamu akan baik-baik saja saat ingatan Naya kembali?” Ada keraguan dalam jawaban yang akan Noah utarakan. Namun, ia punya satu alasan terakhir Naya menikahinya sebagai satu-satunya hal yang akan ia pertahankan. Naya mencintainya, meskipun itu hanya satu alasan kecil di antara sekian banyak hal yang mengapit Naya untuk memilih dan berakhir sebagai istri Noah Samudra. “Kami akan menemukan caranya.” “Bagaimana jika tidak?” “Bagaimana jika berhasil?” tandas Noah. Ia tak butuh kata jika. Yang ia tahu, Naya hanya akan menjadi miliknya. Dengan persetujuan wanita itu atau tidak. Kali ini pun Willy Samudra dibuat bungkam oleh putra tunggalnya. Hingga mau tak mau mengangguk sekali sebagai persetujuannya. “Baiklah, kau bisa membawa istrimu kembali ke rumah ini.” “Kami tidak akan kembali ke rumah ini.” “Noah?” Eva mengeluh lagi. “Banyak ingatan buruk yang terjadi di rumah ini.” Noah sengaja menatap lekat-lekat mamanya. “Aku tak ingin Naya mengingatnya kembali. Bahkan aku akan berdoa agar ingatan itu tak pernah kembali.” Hening sejenak. Ketegangan begitu kentara menyelimuti sosok Eva Sagara. Tetapi wanita itu tak punya apa pun untuk dikatakan atau pun hanya sekedar raut bersalah. “Di mana kau akan tinggal?” tanya Willy setelah memberikan gelengan tanpa suara pada istrinya agar tak memulai perdebatan lagi. “Aku mengurus puluhan apartemen milik Papa. Salah satunya pasti cocok untuk menjadi tempat tinggal kami.” “Bahkan tempat tinggal pun kau harus mengandalkan keluargamu,” dengkus Eva. Mengabaiakan peringatan suaminya. “Mama hanya perlu meminta jika mama ingin aku melepaskan semua ini.” Mulut Eva terbungkam rapat-rapat. Hanya Noah lah anak tunggal keluarga ini. Memberikan perusahaan pada orang lain tentu bukan pilihan yang bijak. Willy menghela napas kasar ketika menatap ekspresi keras kepala istrinya. “Apa pun yang kami miliki sudah menjadi milikmu, Noah. Kau sudah menandatangani surat kepemilikan untuk semua aset keluarga ini. Sekarang kau hanya perlu menjaga dan merawat semua jerih payah Papa dan hiduplah dengan baik.” Noah berdiri. Satu-satunya keputusan yang tak pernah ia sesali ada meninggalkan rumah ini dan kembali ke keluarga ini demi mendapatkan Naya. “Mungkin besok atau lusa akan ada beberapa orang yang mengambil barang-barang kami di rumah ini. Setelah keluar dari rumah sakit, kami akan langsung pindah.”    ***    “Apakah ini rumah kita?” Pandangan Naya beredar mengelilingi ruangan dengan tingkat kemewahan yang tak pernah ia perkirakan. Gedung apartemen di daerah elit dan bahkan mereka tinggal di bagian terbaik gedung ini. Semua pemandangan kota dan langit yang sangat indah, sudah tentu memiliki harga yang sangat tinggi. “Sebenarnya, pekerjaan apa yang kau miliki, Noah?” “Aku bekerja pada ayahku.” “Ayahmu?” Seingat Naya, Noah hanya mahasiswa berandalan dengan penampilan sangat biasa. Pria itu bekerja di sebuah bengkel dan tinggal di kamar sewa pinggiran kota. Bekerja keras membiayai kuliah dan hidupnya dengan pekerjaan paruh waktu lainnya yang digeluti Noah. Seperti dirinya. Dan tak banyak yang Naya ketahui tentang keluarga pria itu. Ia tak bertanya dan Noah pun tak mengatakan apa pun. Wajah tampan Noah selalu mampu mengikat hati wanita mana pun dalam sekali pandangan pertama, termasuk dirinya. Sangat keren tapi juga sangat menakutkan dengan sikap pemarahnya. Namun, jika kau lebih mendekatkan diri, Noah pria yang cukup manis dan hangat. Melimpahinya dengan kasih sayang yang tidak pernah keluarga dan orang-orang berikan untuknya. “Willy Samudra.” Noah menjelaskan. Pengetahuan Naya mengenai keluarganya memang tak lama sebelum pernikahan mereka terjadi. Naya hanya mengingat kisah manis mereka ketika masih kuliah. Secara kebetulan, dan merupakan keberuntungan bagi Noah. Naya sama sekali tak mengingat kerikil-kerikil yang menghalangi cinta mereka. Tak mengingat kisah pahit yang pernah mereka alami. Sesaat Noah teringat, ketika Naya menyodorkan berkas perceraian yang sudah wanita itu tanda tangani, saat itulah ia berdoa ingin menghapus semua kisah sedih itu. Mengulang kembali kisah mereka. Dan Tuhan ternyata mengabulkan harapannya. “Willy Samudra? Ayahmu?” Naya tak asing mendengar nama itu meskipun tahu nama akhir Noah juga Samudra. Hampir seluruh kota menggosipkan nama dan kesuksesan Willy dengan gedung-gedung besar bertuliskan Samudra. Naya tak pernah menyangka, apalagi membayangkan bahwa nama Samudra di belakang kedua nama itu memiliki hubungan darah. Sekaya apa ayah Noah? Tentu tak akan sampai nalarnya menghitung. Tetapi yang terpenting baginya saat ini, Noah yang ada di hadapannya ini adalah pria yang ia cintai. Noah mengangguk. “Bagaimana kita bisa bersama?” Naya mengajukan pertanyaan yang salah. Seharusnya ia bertanya, dengan dunia yang sangat berbeda, bagaimana mereka bisa berakhir bersama dan hidup bahagia. Ia tak pantas mendapatkan semua itu dengan keluarganya yang serakah sudah membuang Noah karena kemiskinan pria itu dan melemparkannya pada Banyu. “Kisah yang panjang.” Noah menyodorkan tas ransel berisi pakaian kotor Naya pada pengurus rumah tangga yang berjalan mendekat. Lalu, membawa Naya mendekati pintu disamping kiri mereka. “Ini kamar kita.” Naya masih terbengong. Mendadak kepalanya berdenyut saat ia berusaha mengingat lebih banyak lagi tentang bagaimana pernikahan mereka bisa terjadi. Sepertinya sangat lancar, mengingat mereka sudah sah menjadi suami istri. Apakah orang tua Noah merestui pernikahan mereka? Tanpa mempermasalahkan derajat keluarganya?  “Apa kau ingin tidur?” Noah duduk di pinggir ranjang, membungkuk melepas sepatunya sambil melihat Naya yang berdiri di tengah ruangan mengamatinya. “Bagaimana keluargaku? Apakah mereka tidak menjengukku di rumah sakit?” Tubuh Noah membeku sesaat. Tentu saja mereka berdua tidak akan berani mendekati Naya lagi. Setelah ancaman serius yang ia berikan pada mereka. Noah mendongak dan bertanya, “Apa yang kau harapkan dari mereka berdua, Naya?” Ya, hubungannya dengan Mama dan kakaknya tidak baik. Satu-satunya hal yang membuat Mama dan kakaknya peduli jika ia mati adalah nominal di rekening tabungannya. Akan tetapi, karena ia sudah menguras isi rekeningnya untuk biaya perawatan Arfa, bukan hal yang mengejutkan bagi Naya jika Mama dan kakaknya tak peduli ia sudah dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. “Arfa?” Naya teringat satu-satunya adik laki-laki yang sangat menyayanginya sebagaimana keluarga. “Arfa melanjutkan sekolahnya di Australia. Seperti yang kau inginkan.” Mata Naya melebar tak percaya. Melangkah mendekati Noah dan duduk di sampingnya. “Apa kau yang membantu biayanya?” “Uangku tak akan sia-sia dengan kecerdasan yang dia miliki, bukan?” “Terima kasih, Noah. Kau sangat baik sekali.” Naya melingkarkan kedua lengannya. Noah membalas pelukan Naya. Kau mengkhianatiku! Kalimat penuh kebencian dengan suara Naya berdengung di telinganya. Napasnya terhenti sesaat dan kepalanya menggeleng mengusir suara nyaring itu. “Aku yang berterima kasih padamu.” Naya menarik tubuhnya dan menatap wajah Noah. Dengan dahi berkerut ia terheran, “Kenapa kau berterimakasih padaku?” Noah mengecup bibir Naya. “Karena kau bersedia menjadi istri seorang pria dengan banyak kekurangan sepertiku.” Naya tersenyum. “Ya, setelah kupikir-pikir, kau memang tidak memiliki sesuatu yang baik. Tapi, aku masih tetap menyukaimu.” “Ya, terima kasih.” Tangan Noah terjulur. Mengaitkan anak rambut Naya di belakang telinga dan membelai perban yang masih terpasang di dahi Naya. “Pergilah mandi. Aku akan menyuruh pengurus rumah tangga menyiapkan makan malam kita.” Naya mendesah kecil, mendadak badannya terasa gerah oleh keringat. Kepalanya berputar mencari pintu kamar mandi. Semua ruangan ini terasa asing, hanya keberadaan Noahlah yang membuatnya terasa begitu familiar.   ***   “Noah?!” “Noah?!!” Noah bergegas menuju pintu kamar mandi. Wajahnya pucat dengan teriakan panik Naya. Ketika ia mendorong pintu kamar mandi, Naya menahannya dari dalam. “Ada apa?” Kepala Naya melongok di antara celah pintu. “Berapa lama aku tinggal di rumah sakit?” “Hampir dua minggu. Kenapa?” “Apa …” Naya berhenti sesaat. Wajahnya memerah dan kepalanya menunduk malu dengan pertanyaan yang begitu ingin ia keluarkan. “Apa ada bagian tubuhmu yang masih sakit?” Naya menggeleng pelan. Mendongak perlahan dan memaksa dirinya bertanya. “Apa kau tahu kapan hari pertama menstruasiku?” Noah terpaku. Naya tidak tahu mengenai kecelakaan yang menyebabkan wanita itu keguguran dan kehilangan bayi mereka. Pembalut yang wanita itu kenakan bukan karena menstuasi, melainkan karena keguguran. Dengan gumpalan besar di tenggorokannya, Noah bertanya kembali, “Kenapa?” “Ini sudah seminggu sejak aku bangun, tapi darahku masih tetap keluar.” “Dokter mengatakan baik-baik saja. Mungkin itu pengaruh benturan yang mengenai perutmu.” “Benarkah? Terkadang perutku juga terasa nyeri dan tak nyaman.” “Jika kau tidak bisa menahan rasa sakitnya, beritahu aku.” Naya mengangguk. “Cepatlah mandi.” Naya menyadari arah pandangan Noah. Bagian tubuh atasnya yang hanya tertutup bra kini terekspos jelas di hadapan Naya. Pipinya memerah karena malu dan sontak ia membanting pintu tertutup. Noah tersenyum lebar. Nayanya masih polos seperti pertama kali mereka bertemu. Dan ia tak akan merusak kepolosan wanita itu. Ada baiknya, rahasia tak perlu diungkapkan. Termasuk bayi mereka yang sempat hidup di kandungan Naya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD