bc

Storm Rider, The Master of Basri

book_age18+
478
FOLLOW
5.1K
READ
family
age gap
dominant
goodgirl
powerful
brave
confident
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

"S-saya rasa b-bahwa untuk e m waktu pelaksanaannya di … diadakan pada … besok saja, ah! maaf, m-maksud saya … maksud saya-aaakh! tolong Tuan Alan Basri, jaga pandangan mata Anda terhadap saya!"

"Nona Nisa Jovian, ada apa dengan tatapan saya? saya tidak merasa bahwa tatapan saya ini *cabul."

"Aku juga tidak mau ketinggalan. Kamu sudah duluan tembak, sedangkan aku dan Nisa sudah dua tahun pacaran, kalah telak dengan kamu dan Atika. Yah, aku sih ingin nikah secepatnya, biar kita lomba, siapa yang lebih dulu cetak penerus keluarga masing-masing," celetuk Alan.

"Ya, ide bagus. Itu adalah tantangan. Aku ingin kita lomba membuat anak, tapi aku rasa kamu dan Nisa akan ketinggalan, sebab aku saja sudah tembak duluan, kalian? ah! jangan bilang kalian sudah lebih dulu tembak dibandingkan aku?!"

...

"Alan ingin segera melamar Finisa secara resmi."

….

"Saya dan istri datang sebagai tanda bahwa kami ingin melamar adinda Finisa Lisa Jovian untuk menjadi menantu kami."

….

"Batalkan lamaran Tuan Muda Basri itu dengan cucuku Nisa."

….

chap-preview
Free preview
Chapter 1
"Nisa," panggil Alan.  Pria 23 tahun yang merupakan pewaris Basri Group itu melihat serius ke arah sang kekasih yang telah dua tahun menjalin kasih bersama. Finisa yang sedang melihat pemandangan ke arah luar kaca jendela kantin menoleh ke arah Alan sambil menyahut, "Hum?" "Ini?!" Finisa terkaget. Dia seperti syok setelah melihat benda yang terpampang di depan matanya. Dia cepat-cepat menatap ke arah Alan. Alan tersenyum lembut, dia memperlihatkan kotak cincin yang berupa gelas kaca di depan wajah Finisa lalu meraih tangan kiri Finisa tanpa meminta ijin dari sang empunya tangan. Alan dengan serius bercampur senyum manis memasukkan cincin emas berlian ke jari manis Finisa sambil berkata, "Aku mengikat kamu sekarang untuk menjadi Nyonya Basri selanjutnya dari Alan Arkin Basri." Sunyi. Orang-orang yang berada di kantin perusahaan utama Basri melihat penuh takjub dan serius ke arah Alan. Sungguh ini adalah pandangan yang menakjubkan. Pemilik Basri Group melamar sang kekasih di depan semua orang, dari karyawan, manager, bahkan penjual di kantin pun menyaksikan lamaran tak terduga ini. Blush. Wajah Finisa berubah memerah karena merona malu. Dua tahun mereka pacaran, dia tak menyangka bahwa hari ini Alan akan melamarnya di depan banyak orang. Mereka bertemu di kantin dan makan bersama karena suatu agenda kerja sama dengan Nabhan's Bank. Namun, agenda makan siang kali ini berubah haluan menjadi lamaran. Gadis 26 tahun itu tersipu malu sangat lama. "Aku tidak ingin mendengar kata 'tidak', sebab jika kamu menolak, aku akan membongkar apa saja yang telah kita lakukan selama dua tahun pacaran ini." "Aah, Alan! hmmp!" Finisa terlihat merona malu, dia bahkan menutup mulut dan wajahnya agar tak dilihat oleh banyak orang. Alan menahan tawa, dia tak ingin terbahak ketika sedang dalam suasana keren seperti ini, imej-nya harus terlihat berwibawa. Prok prok prok! Riuh tepuk tangan terdengar. Orang-orang yang ada di kantin bertepuk tangan atas suksesnya lamaran Bos besar mereka kepada kekasihnya. "Pak Alan, kami tunggu undangannya," ujar seorang pria paruh baya. Alan membuat tanda isyarat 'ok' sambil berkata, "Secepatnya." Prok prok prok! Tepuk tangan terdengar lagi. Finisa menjadi bertambah tersipu malu, dia bahkan tak mau membuka tutupan wajahnya dari dua telapak tangan. "Sekarang kita lanjut makan siang. Setelah ini kita lanjut membahas rencana eksekusi dua perusahaan," ujar Alan. Finisa berusaha untuk membuat dirinya terlihat rileks dan kembali seperti wibawanya menjadi manager di Nabhan's Bank. Namun, kali ini aura galaknya gagal muncul. Berkali-kali Finisa berusaha untuk berdehem, namun kali itu juga dia tak bisa menahan senyum bahagia. Bagi Finisa yang sekarang telah berusia 26 tahun itu, dia sudah diharuskan oleh sang nenek untuk menikah, namun sayangnya Finisa memilih untuk mengabaikan perintah dari sang nenek. Sebab, Finisa mempunyai seorang pria yang dia cintai, meskipun pacarnya itu adalah brondong muda.  "Senyum saja, manis," ujar Alan. "Ah, jangan menggoda. Aku harus fokus untuk membahas rencana eksekusi perusahaan kita," balas Finisa. Alan tersenyum geli, "Bukan masalah besar. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh Finisa Lisa Jovian tunangan Alan, hum?" Blush. Kali ini Finisa tidak lagi sanggup menahan lagi tawa senangnya.  "Alaaan!" suara Finisa menggelegar di seisi kantin. "Hahahaha!" Alan terbahak-bahak. Finisa merasa sangat senang bercampur malu-malu karena statusnya naik satu level dari pacar menjadi tunangan. °°° Saat di ruang rapat, Alan memandangi keseluruhan badan Finisa tanpa henti dan tanpa niat untuk berubah haluan arah pandang. Hal ini membuat Finisa yang sedang mempresentasikan rencana eksekusi kerja sama dua perusahaan besar menjadi kikuk dan salah tingkah. "S-saya rasa b-bahwa untuk e m waktu pelaksanaannya di … diadakan pada … besok saja, ah! maaf, m-maksud saya … maksud saya-aaakh! tolong Tuan Alan Basri, jaga pandangan mata Anda terhadap saya!" Finisa sudah tidak tahan lagi karena menahan rasa geli bercampur kikuk di dalam hati. "Pfft!" beberapa peserta rapat terlihat menahan tawa karena tingkah Finisa yang siang ini terlihat canggung dan linglung. Sedangkan Nibras yang berada di barisan direktur utama Nabhan's Bank terlihat bingung dengan reaksi sepupu jauhnya ini. Tumben sekali Finisa Jovian gagal fokus saat memberi penjelasan penting dalam kerja sama dua perusahaan dalam kontrak besar. Nibras melihat ke arah sekelilingnya, terlihat banyak peserta rapat yang menutup bibir mereka dengan telapak tangan menahan tawa. Biasanya, jika Finisa sudah menegur seseorang, meskipun itu adalah pacarnya sekalipun, semua orang yang ikut rapat akan bersikap serius dan mulai menunjukan wajah ketakutan mereka atas apa yang dikatakan oleh Finisa. Namun, kali ini cukup aneh.  Sedari tadi juga dia melihat tatapan mata dari peserta rapat ini bergantian melihat ke arah Alan dan Finisa. Apa yang salah dengan Alan yang melihat Finisa tampil di depan dalam persentasi kerja sama? bukankah hal ini telah terjadi selama hampir dua tahun? "Nona Nisa Jovian, ada apa dengan tatapan saya? saya tidak merasa bahwa tatapan saya ini c***l," balas Alan santai. "Kamu-aahmmm!" Finisa merasa bahwa dia benar-benar pecah fokus. Dia menggertakan giginya, entah dia harus tertawa ataukah menangis. "Ehm. Saya … saya … saya akan em kembali-" ucapan Finisa terpotong. "Interupsi." Alan mengangkat tangannya. Semua orang tidak lagi melihat ke arah Finisa namun melihat ke arah Alan. "Tuan Nabhan, saya minta dispensasi waktu untuk rapat pembahasan waktu eksekusi dua perusahaan kita ditunda dulu selama beberapa hari, saya rasa bahwa rencana memang sudah bagus, namun saya merasa ada yang tertinggal," ujar Alan. "Ya, Tuan Basri, apa itu?" tanya Nibras. "Hari ini saya melamar kekasih saya, Nona Finisa Lisa Jovian untuk menjadi istri saya, jadi mungkin rasa senang yang dirasakan oleh Nona Finisa belum mereda, bolehkah saya minta kesediaan Anda untuk menunda rapat ini?" jawab Alan lantang bin santai. Nibras, "...." hanya bisa melongo. Bibirnya terbuka dan tertutup berkali-kali, entah dia mau bilang apa pada Alan. Nibras melirik bergantian ke arah Alan dan Finisa yang sedang menutup wajahnya dengan dua telapak tangan, ada rona merah tersipu malu yang dilihat oleh Nibras. Syok. Nibras benar-benar syok. °°° "Hanya aku yang seperti orang bodoh di depan banyak orang yang tahu kabar lamaran kamu ke Nisa!" Nibras hampir berteriak takjub bin heboh ke arah Alan. Semua peserta rapat telah bubar, sesuai dengan permintaan Alan, rapat ditunda oleh kesepakatan dua pimpinan. Alan tersenyum manis tanpa dosa. Jarang sekali pria 23 tahun itu terseyum manis, sebagian sifat dingin Randra–ayah dari Alan turun ke Alan. "Kamu yang tidak ada tadi di kantin, jadi kamu yang tidak tahu. Yah … aku dan Nisa mengerti, kamu itu masih pengantin baru. Lagi pula, baru pulang dari bulan madu di Hawaai membuat kita maklum, masih tidak ingin berlama-lama di kantor, apalagi pas makan siang, pasti ingin pulang ke rumah." "Ah, tapi hal ini-eh Nisa, kamu beneran tadi dilamar oleh Alan?" Nibras melihat serius ke arah Finisa. Finisa hanya menaikan tangan kiri, dia memperlihatkan cincin berlian di jari manisnya. Nibras tak dapat berkata-kata lagi setelah melihat benda melingkar yang terpasang di jari manis Finisa. "Aku juga tidak mau ketinggalan. Kamu sudah duluan tembak, sedangkan aku dan Nisa sudah dua tahun pacaran, kalah telak dengan kamu dan Atika. Yah, aku sih ingin nikah secepatnya, biar kita lomba, siapa yang lebih dulu cetak penerus keluarga masing-masing," celetuk Alan. Blush. Dua pipi Finisa terlihat merona. "Pfthahahahahaha!" Nibras terbahak. Dia terpingkal-pingkal hampir membalikkan meja.  "Ya, ide bagus. Itu adalah tantangan. Aku ingin kita lomba membuat anak, tapi aku rasa kamu dan Nisa akan ketinggalan, sebab aku saja sudah tembak duluan, kalian? ah! jangan bilang kalian sudah lebih dulu tembak dibandingkan aku?!" Nibras mulai suudzon dan curiga macam-macam dengan apa yang terjadi antara Alan dan Finisa. Blush! Wajah Finisa memerah. "Ibaaaass!" Finisa meraung. °°° "Hei." Alan melihat Finisa yang membalikkan wajahnya ke arah kaca jendela. Finisa merasa dia malu melihat mata Alan. "Huum, baiklah jika kamu tidak mau turun dan masuk ke rumahmu. Tidak masalah aku membawamu ke rumahku dan langsung menghadap Ayahku lalu membahas pernikahan kita-" Finisa cepat-cepat membuka pintu mobil lalu keluar dari jok penumpang depan. Dia menutup mulutnya dan sebagian wajahnya agar tak dilihat oleh asisten rumah tangga yang menyapa kepulangannya. Alan tertawa geli.  Jarang sekali dia melihat sang kekasih menujukan aura malu-malu seperti sekarang alih-alih aura ganas dan tegas. Mobil Alan keluar dari kediaman Jovian dan melaju ke kediaman Basri. °°° "Makacih Om Alan!" Chana, gadis kecil berusia satu setengah tahun itu tersenyum manis ke arah sang paman setelah pamannya mengambilkan stroberi manis bercampur yogurt padanya. "Cama-cama, Chana manis," balas Alan tersenyum manis ke arah Chana. Senyum manis yang diperlihatkan Alan kali ini ke keponakannya adalah terlalu manis. Hal ini membuat Liham, sang adik bungsu menjadi tidak suka. "Kak Alan apa-apaan sih? jangan sembarangan ambil makanan untuk Chana." Liham tidak terima baik sang kakak diberikan ucapan 'terima kasih' Chana. Alan cuek. Dia lanjut makan tanpa melihat reaksi sang adik bungsu. Malah dia mengusap rambut poni Chana yang berjatuhan di dahinya. Plak! "Stop macam-macam. Pasti Kak Alan ada maunya nih pegang-pegang Chana." Liham menepuk tangan Alan lalu menyipit ke arah Alan. Alan hanya terkekeh senang. "Ah … Alan sedang senang, yah?" suara wanita paruh baya berumur 50 tahun terdengar. Alan melihat ke arah sang ibu, "Heheh, Bunda bisa banget baca ekspresi dan suasana hati Alan." Moti–ibu dari empat anak itu tersenyum.  "Anak Bunda Momok, masa Bunda Momok nggak tahu, sih?" Alan terkekeh senang. "Bunda Momok senang melihat Alan senang hari ini. Sering-sering tersenyum seperti Bunda Momok, biar nggak cepet tua. Ayah Ran juga dulu begitu, suka dingin-dingin cuekin Bunda, eh, tapi lama-lama suka senyum, akhirnya kerutan hilang." "Hahahaha!" anak-anak dan kakek-nenek dari Alan dan Liham yang berada di meja makan terbahak. Sedangkan Randra, suami tersenyum geli. Sang istri sedang menceritakan. Masa-masa ketika dia dan istrinya pertama kali bertemu dan dalam proses menjalani hubungan kenal dekat. °°° Tok tok tok. Pintu kamar diketuk oleh Alan. Randra yang sedang mengangkat kaki sang istri ke atas ranjang, menoleh ke arah pintu. "Masuk." Moti yang bersuara. Pintu dibuka dari luar. Terlihat anak nomor dua masuk yaitu Alan. "Em … itu, maaf Ayah, Bunda, Alan sudah mengganggu waktu istirahat." Alan merasa tidak enak hati setelah melihat bahwa sang ibu sudah bersandar di kepala ranjang. Moti tersenyum, sementara itu Randra menggerakkan jari-jari kaki istrinya yang telah lama lumpuh. "Ingin bicara dengan Ayah Ran? silakan. Bunda tidak merasa terganggu, hahaha." Moti tertawa geli. Alan menggaruk kepalanya kikuk lalu mengangguk. "Iya, Bun." "Mau privasi?" tanya Moti. "Ini tidak perlu privasi, lagipula bukan sesuatu yang harus dirahasiakan," jawab Alan. "Oh begitu." Moti manggut-manggut. "Duduk, jangan berdiri terus, tidak capek? yang capek duduk itu bunda," canda Moti sambil tersenyum. Alan duduk di sofa. Randra melihat ke arah sang anak sambil memijat pergelangan kaki istrinya. "Ada hal sulit di perusahaan?" tanya Randra to the point. "Tidak ada hal yang sulit di perusahaan, Ayah. Ini adalah hal pribadi dari Alan," jawab Alan. Randra mengangguk mengerti. "Apa itu?" Wajah Alan berubah serius. "Alan ingin segera melamar Finisa secara resmi." °°° 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook