Bab 2

1511 Words
Raja – Jangan Dikira Aku Rela Seenaknya!!! Dia kira gampang apa berbagi hati, tubuh bahkan cinta. Aku sama sekali nggak masalah kami tidak memiliki anak, toh kami bisa melakukan adopsi atau jalan lain tapi tidak dengan menikah lagi. Aku mencintainya tapi bukan ini jalan untuk bisa bahagia. "Aku mohon... aku itu capek pulang kerja, bukannya dibiarkan istirahat malah direcoki hal nggak penting, mau kamu apasih Lian!!!" teriakku dengan keras, mungkin selama kami menikah 3 tahun baru kali ini aku membentaknya. "Maafin aku, tapi kita belum selesai bicaranya... aku sudah menemukan calon yang tepat untuk..." ujarnya dengan nada antusias, aku mengacak rambutku dan membuka dasi yang melilit dan hampir mencekik leherku dengan kesal. "Stop bahas anak anak anak dan anak, sekali tidak tetap tidak!!! jangan pancing amarah aku Lian" ancamku, bukannya takut dia malah semakin menyudutkanku dengan keinginan gilanya, menyuruhku menikah lagi dan membuahi wanita lain demi seorang anak, istri mana di muka bumi ini yang rela membiarkan suaminya menyentuh wanita lain. "Tapi dengan adanya anak yang bisa membuat aku tetap berada di sisi kamu Raja, tolong kamu mengerti!!!" teriaknya lagi. Dia terduduk di lantai dengan tangis yang akhirnya pecah. Aku mendekatinya dan menangkup kedua pipinya. "Lian lihat aku... aku mencintai kamu dan itu sudah cukup, aku tidak peduli jika seumur hidup kita tidak punya anak asal kamu di sisi aku" Lian masih keras kepala dengan keinginan gilanya. "Selama kita pacaran, menikah sekalipun aku tidak pernah meminta apapun sama kamu, tolong kali ini... kali ini aja kabulkan permintaan aku" bertahun-tahun aku mengenalnya, baru kali ini aku melihat dirinya memohon seperti ini, Lian bukan wanita menye-menye dan manja. Lian wanita mandiri meski keluarganya memanjakannya, tapi ratapan dan isak tangis tadi membuatku tau sisi lemah dari istriku ini. "Lebih baik kamu tidur, masalah ini hanya bisa diselesaikan dengan kepala dingin" aku membantunya berdiri dan menyuruhnya untuk istirahat. Aku merapikan anak rambut yang berantakan dan menghapus airmata yang masih menggenang di pelupuk matanya. "Aku ambilkan s**u panas, tunggu sebentar" aku mencium keningnya dan keluar dari kamar untuk menghirup udara malam sekalian untuk menenangkan diri. **** "Hana..." sekali lagi aku memanggil sekretarisku, dia masih diam dan sepertinya pikirannya sedang tidak berada di ruang rapat ini. "Hana, saya sudah bilang berulang kali jika pikiran kamu bercabang dan tidak bisa konsen dengan pekerjaan lebih baik kamu pulang saja, saya tidak suka menghabiskan suara saya hanya untuk memanggil kamu" kataku dengan keras, dia terlihat kaget dan seperti menghindar menatapku. "Ma... maaf Pak" dia menyerahkan notulen rapat yang tadi aku suruh perbaiki. "Tolong buatkan saya kopi" perintahku, dia langsung bergegas keluar. Hana tidak pernah seperti ini, teledor dan berbuat banyak kesalahan. Biasanya dia teliti dan cakap dalam bekerja makanya aku berusaha membuatnya bertahan dengan sikap dan egoku yang tinggi. "Ini kopinya pak" dia meletakkan secangkir kopi, aku menyerahkan notulen tadi dan menyesap kopi yang aku minta. Kopi yang seharusnya panas malah terasa dingin, aku ingin menegurnya tapi jiwanya seperti sedang tidak berada di tubuhnya. "Lebih baik kamu pulang" kataku, dia seperti kaget dan melihatku dengan penuh tanda tanya. "Hah, Bapak minta apa" tanyanya, kekesalanku memuncak dan menghubungi supir pribadiku. "Lebih baik kamu pulang, istirahat saja dirumah" ujarku setelah selesai berbicara dengan supir. "Saya dipecat pak? Salah saya apa" tanyanya, bunyi ketukan pintu membuatku mengalihkan pandangan darinya menuju arah supir pribadi yang telah berdiri di depan pintu. "Pak Broto tolong antar Hana kembali ke rumahnya, saya mau Bapak pastikan dia langsung masuk ke kamar dan istirahat, jika besok masih tidak fokus dengan pekerjaan, Bapak yang saya pecat" ancamku, pak Broto mengajak dia turun dengan paksaan karena dia bersikeras menolak untuk pulang. Setelah Hana pergi tak lama Lian datang, kedatangannya pasti lagi-lagi untuk membahas masalah itu lagi itu lagi. "Hana kenapa?" tanyanya, aku meletakkan dokumen yang sedang aku baca tadi keatas meja. "Dia melakukan banyak kesalahan hari ini, aku suruh pulang dan beristirahat saja daripada bikin semua kerjaan menjadi kacau" Lian kemudian mencium pipiku lalu duduk diatas pahaku. "Bagus deh kamu perhatian sama dia" Lian meletakkan kedua tangannya di leherku lalu mencium bibirku sekilas. "Menurut kamu Hana itu bagaimana?" Aku menarik pinggangnya untuk mendekatiku, lalu aku membalas ciumannya. "Kamu tau dia tangan kananku selama ini, kerjaannya bagus dan teliti serta tau apa yang aku suka dan apa yang tidak aku suka" balasku dengan jujur, Hana memang sangat berkompeten dalam pekerjaannya. "Selain masalah pekerjaan, maksud aku pribadinya" katanya lagi, tumben Lian datang kesini untuk membahas Hana. "Aku jujur kamu jangan cemburu ya, Hana itu cantik, baik, sopan dan pintar" balasku, Lian hanya tersenyum kemudian dia berdiri dan melihatku dengan pandangan aneh. "Tumben kamu nggak cemburu aku memuji wanita lain dan tumben juga kamu membahas Hana" tanyaku, dia kembali tersenyum. "Aku nggak akan pernah cemburu jika wanita yang kamu puja puji itu adalah Hana, karena dia wanita yang pantas dan tepat untuk menjadi Surrogate Wife, istri baru kamu" aku hanya tercengang mendengar perkataan Lian, Hana? Dia memilih Hana yang notabene tangan kananku, Lian ini benar-benar sudah gila!!. "Kamu ngawur Lian, Hana itu gadis baik jangan kamu rusak kehidupannya, masa depannya masih cerah dan kamu mau dia menghancurkan hidupnya demi obsesi kamu tentang anak, anak dan anak. Jangan egois!!!" aku kembali membentaknya dan amarahku sudah berada diujung kepala. "Dia yang terbaik... dia pintar, cantik dan baik. Kamu cocok dengan dia... maksud aku dia cocok untuk menjadi ibu untuk anak kita" balasnya, Lian memang tak pernah bisa mengerti jika aku sama sekali tidak berniat untuk memiliki istri dua. "Lian dengar aku, apa kamu rela nanti suatu saat, tiba-tiba aku berpaling ke dia... manusia hidup bersama pasti menimbulkan perasaan" aku sengaja mengatakan itu agar dia sadar dengan apa yang dikatakannya, bagiku hanya dia cinta yang aku punya dan tidak akan ada lagi cinta yang lain. "Aku nggak masalah asal kamu dan mami bahagia" balasnya dengan tanpa perasaan. "Terbuat dari apa sih hati kamu? Segitu gampangnya mempermainkan pernikahan dan juga perasaan aku. Oke aku kabulkan permintaan kamu, aku akan menikah dengan wanita pilihan kamu, tapi jangan pernah menyesal jika aku lebih mencintainya daripada kamu" aku capek bertengkar, aku capek dengan segala rengekannya yang tidak berhenti. Aku meninggalkannya dan pergi untuk mendinginkan hatiku yang panas. **** Hubunganku dengan Lian semenjak hari itu berubah menjadi dingin, aku bahkan tidak pernah menyentuhnya lagi, bukan karena aku yang tidak mau tapi sepertinya dia yang menghindar. Bahkan kini kami tidur di kamar terpisah dan rumah itu tidak lagi berasa rumah karena hanya keheningan yang ada. "Pak ini dokumen yang Bapak minta" Hana meletakkan sebuah map di atas mejaku dengan tangan bergetar. Aku membaca dokumen itu dan beberapa saat kemudian aku melemparnya, dia terlihat kaget dan nemungut kertas yang berserakan. Entah kenapa semenjak tau Lian memilih dia untuk menjadi madunya, emosiku kepadanya tiba-tiba tidak bisa dikendalikan "Bodoh!!! Apa sih yang kamu kerjakan!!!, keluar!!!" aku muak melihat wajah sok lugunya dan ternyata dengan mudahnya dia menerima semua permintaan Lian, aku tau pasti ini berhubungan dengan uang, Lian pasti menjanjikan uang makanya dia bersedia menjadi istriku. "Maaf Pak saya akan memperbaikinya" balasnya, aku memutar kursi kerjaku untuk membelakanginya. "Kamu pikir dengan kita menikah saya akan menyukai kamu, tidak Hana... kita menikah hanya untuk memberikan Lian apa yang diinginkannya, setelah anak itu lahir saya akan langsung menceraikan kamu" hampir setelah seminggu aku menerima keinginan Lian, baru kali ini aku berbicara dengan Hana masalah pernikahan itu. "Iya saya tau Pak... saya tau status saya hanya sebagai ibu pengganti, saya menerima jika suatu saat Bapak menceraikan saya, Bapak tenang saja..." balasnya dengan tenang, sepertinya aku salah menilai tentang Hana. Dia wanita culas dan licik, segitu gampangnya menjual rahimnya demi uang. "Pergi dari hadapan saya, ah satu lagi... lebih baik kamu berhenti kerja, saya tidak mau ada yang tau jika kamu itu adalah istri saya" "Baik Pak, saya akan keluar tapi masalah pekerjaan bukannya kita harus profesional, saya akan berhenti jika saya sudah mengandung dan selama saya belum mengandung, saya masih akan bekerja dan Ibu Lian setuju tentang itu dan Bapak tenang saja saya tidak akan memberitahu orang-orang jika saya istri Bapak karena istri Bapak itu hanya Ibu Lian" balasnya. **** "Sahhhhh" suara saksi yang menyatakan pernikahan ini sah membuatku sadar, kehidupanku mulai saat ini akan berubah 180 derajat. Ada dua wanita yang kini menjadi istriku, Lian dan Hana. Aku menatap Lian yang duduk di depanku, tidak ada airmata di wajahnya yang ada hanya kebahagiaan, bahagiakah dia melihatku bersanding dengan wanita lain, sangat berbeda dengan Hana yang ada disebelahku. Dia menangis terisak bahkan ketika Kepala KUA menyuruhnya mencium tanganku, aku bisa merasakan tangannya bergetar dan dingin. Pernikahan ini hanya dihadiri pihak KUA dan saksi, tidak ada satupun keluarga kami yang datang karena aku melarang Lian memberitahu mereka. Keluarga Hana juga tidak ada yang datang karena setauku Hana tidak memiliki kedua orangtua lagi. "Puas kamu? Aku harap kamu puas... sekarang lebih baik kita pulang" kataku kepasa Lian, Lian menggeleng pelan. "Aku yang akan pulang Raja, kamu disini saja bersama Hana, inikan malam pertama kalian masa Hana mau ditinggalkan. Ayo masuk ke dalam kamar, dia sudah nunggu kamu" ujarnya dengan tanpa perasaan. Aku menghalau tangannya. "Kapan aku mau menyentuhnya bukan urusan kamu, sekarang ayo pulang dan lakukan kewajiban kamu sebagai istri" aku menariknya keluar dari apartemen yang dipersiapkannya untuk Hana. "Tapi Hana... dia..." dia berusaha menolakku. "Diam!!! Atau kamu mau kita b******a di depan dia?" Bentakku, dia kemudian diam dan memilih mengikutiku. Aku benci dengan situasi ini dan aku tidak tau apakah aku bisa menyentuh Hana sedangkan wanita satu-satunya yang ingin aku sentuh hanya Lian, Lian dan Lian. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD