bc

So I Kissed The Great Teacher

book_age18+
389
FOLLOW
2.5K
READ
family
HE
age gap
fated
heir/heiress
drama
bxg
scary
brilliant
loser
professor
like
intro-logo
Blurb

"Bagaimana kabar kamu?"

"Sehat."

"Rindu?"

"Rindu."

"Aku mungkin pernah berjanji akan menunggu kamu tapi Kristal, bisa beri aku kesempatan?"

Bertahun-tahun berlalu, Kavindra Handaru akhirnya kembali dalam hidup seorang Kristal Arabella Damian sebagai Dosen baru di kampusnya. Setelah perpisahan mereka dimasa lalu, apakah Kristal mampu memberi kesempatan kedua dan memulai semuanya kembali?

BOOK 2 : So I Kissed The Teacher

P.s : JANGAN LUPA TAP LOVE ?

chap-preview
Free preview
Part 1
    Suara tamparan keras itu menggema dikoridor utara, hening sesaat. Orang orang yang berlalu lalang hanya melemparkan tatapan simpati, diam diam berbisik lalu menertawai apa yang sedang terjadi pada gadis yang kini tersungkur dengan buku tebal yang berserakan dilantai. Ini masih tahun ajaran baru. Mereka bahkan belum melakukan apapun. Tidak ada yang akan mempertaruhkan kehidupannya dikampus ini hanya untuk menolong orang dalam masalah sepertinya. "Masih berani?" "Gratisan aja belagu, lo!" "Anak bea macam lo itu bisa ngampus disini karna kita kita bayar mahal!"    Tiga orang gadis yang berdiri mengililingi gadis berambut panjang dengan kaca mata tebal yang hanya tertunduk itu kembali memaki. "Sekali lagi lo-Akh!"   Detik berikutnya yang terdengar hanya suara terkesikap para penonton drama satu babak itu, menahan nafas tak percaya menyadari siapa yang baru saja melayangkan satu tamparan telak di Pipi Wilona. "Oh, Sorry." "W-what?" "Ada nyamuk." "Lo-" "Berisik soalnya."    Wilona, Putri salah satu Dekan yang beberapa waktu terakhir ini melakukan apapun sesukanya berdiri mematung tak percaya. Masih menyentuh pipinya yang memerah karna tamparan keras dari gadis cantik yang terlihat tidak peduli pada sekelilingnya, melemparkan senyuman manis tanpa rasa bersalah dan berlalu begitu saja melewati Wilona. "How.." "How dare you!?"   Seolah tersadar, Wilona menjerit kesetanan. Orang orang yang sejak tadi menonton mulai mundur perlahan, tidak ingin terlibat dalam aksi tuan putri yang kini melangkah lebar berniat menghampiri gadis yang dengan beraninya melayangkan tamparan telak diwajah cantiknya    Tepat sebelum ujung jemarinya menyentuh bahu gadis itu tarikan kasar dirambutnya membuat Wilona menjerit kencang, membulatkan matanya pada gadis modis yang semakin mengencangkan tarikannya dirambut Wilona. "Aw! Aw! Sakit!" "Mau apa lo?"   Tatapan sengit itu menghujam Wilona yang nyaris menangis, berusaha melepas jemari dirambutnya sebelum menyadari siapa gadis cantik dihadapannya. "K-ka Inggrid?"     Wilona dengan suara tercekik, menelan ludahnya susah payah saat menyadari para sedekicknya diam diam melangkah mundur melihat apa yang sedang terjadi padanya. Sialan! "B-bisa lepasin dulu? P-please?"   Gadis dengan rambut pirang brunette yang dikuncir kuda itu melepas tarikan kencangnya dirambut Wilona, meniup noda tak kasan mata di kuku cantiknya lalu berkacak pinggang masih dengan tatapan sengit andalannya. "Lo Maba ya?" "Y-ya?"   Wilona yang masih memegang kepalanya menatap Kakak tingkatnya itu dengan bingung, jemarinya terangkat menunjuk dimana gadis cantik yang beberapa saat lalu menamparnya menghilang diujung korodor dengan tatapan peringatannya. "Dia bareng gue, jangan macem macem!"     Wilona benar benar nyaris menangis saat gadis itu beranjak setelah merapihkan kerah kemejanya dengan kasar, meluruh dilantai koridor seolah kehilangan fungsi kedua kakinya. "W-wilona?"   Gadis itu tak menyahut, masih menatap ketakutan pada punggung gadis yang mengacaukan masa ospeknya tahun lalu Inggrid Ariestyandi.       Putri dari pemilik firma hukum terkenal di Ibu Kota dimana Ibu Wilona sendiri bekerja, dengan kata lain Putri dari Bos Ibunya. Tapi kenapa.. "Yang tadi itu.." "W-wilona?"   Tere dan Julia yang sejak tadi diam diam menjauh segera menghampir Wilona, berusaha membantu gadis itu agar segera bangkit dari tempatnya dan menjauh dari tontonan orang orang yang sejak tadi diam diam berbisik dan meleparkan tatapan simpati pada Mahasiswaa baru yang Wilona maki waktu lalu berbalik menertawakan mereka. "Yang tadi itu.." "Ya-yang mana?" "Yang bareng Inggrid!?"   Wilona setengah menjerit, menatap Tere dan Julia yang saling melempar tatapan sebelum menjawab Wilona yang masih setengah tak percaya. "Itu anak fakultas ekonomi." "Sejak kapan dia bareng Inggrid! Yang lebih penting, ko gue ga tau!?"   Wilona menyentuh pipinya yang ia yakini masih memerah dengan panas, menuntut jawaban pada Tere dan Julia. "Mereka satu SMA?" "Terus?"     "L-lo tau kan Ka Yse Najenda?" "Yaiyalah!"      "Gue denger, waktu mereka masih maba dia nonjok Ka Yse. Lebih tepatnya, waktu hari pertama upacara pembukaan penerimaan Maba." "What!?"   Wilona menjerit tak percaya, gadis berkaca mata tebal yang waktu lalu menjadi objek penindasan mereka bahkan menghentikan langkahnya yang diam diam ingin beranjak dari sana.     Terdiam memeluk buku buku tebalnya hanya untuk mendengar siapa gerangan yang menolongnya secara tidak langsung waktu lalu. "Ko gue baru tau!?" "Mungkin karna dia selalu di perpus?"   Wilona nyaris membuka mulutnya tak percaya, bagaimanapun seorang Inggrid dikepalanya tidak akan membiarkan orang seperti itu disekitarnya. "Ga mungkin, ga mungkin!" "Mungkin, sih. Orang orang kenalnya dia tuh si penunggu cantik di perpus"   Wilona membulatkan matanya, masih tidak percaya dengan apa yang baru terjadi dan yang didengarnya. Tidak ada satupun yang tidak pernah mendengar tentang si penunggu cantik dilantai dua perpustakaan. Beberapa orang hanya menganggap itu hanya cerita hantu biasa, ulah orang orang yang ingin mencuri waktu disana agar tidak ada yabg berani berkeliaran dan membuat keributan di lantai dua. Tapi siapa yang mengira kalau itu benar benar ada? "Nama." "Ha?" "Namanya siapa!?"     Tere dan Julia kembali saling melempar tatapan penuh arti, sebelum menjawab Wilona dan gadis berkacamata tebal yang diam diam menunggu tidak sabaran. "Kristal." "Kristal Arabella Damian." ** "Oi!" "Tungguin!"          Inggrid menjerit kencang, gadis dengan dress biru langit dibalik jaket denimnya itu akhirnya menghentikan langkahnya. Menoleh hanya untuk melemparkan tatapan malasnya pada Inggrid yang nyaris kehilangan nafas karna berlari dari ujung koridor yang lain. "Lo budeg yah?" "Ha?" "Ga punya kuping apa?"   Gadis cantik dengan rambut yang terurai dengan indah dipunggungnya itu mengangkat alisnya, merogoh paper bag ditangannya lalu mengulurkan botol air dari dalam sana. "Kenapa sama kuping gue?"   Inggrid memutar bola matanya malas, merebut dengan cepat botol ditangan gadis itu dan menenggakknya dengan rakus. "Sialan, capek gue." "Siapa suruh lari lari?" "Menurut lo!?"   Inggrid menyahut dengan ganas, gadis yang menghabiskan waktunya nyaris tiga tahun terakhir ini dengan buku buku tebal itu memutar bola matanya malas. "Gue sibuk." "Ga nanya!" "Oh." "Kristal, Anj-" "Hust!"   Inggrid merenggut kesal, menyadari mereka yang kini berdiri didepan pintu raksasa perpustakaan bertingkat dua yang entah bagaimana menjadi tempat dimana mereka lebih banyak menghabiskan waktu di kampus ini. Yah. Bukan kantin. Juga taman. Bahkan dikelas. Tapi di perpustakaan, tepat dilantai dua dimana buku buku tebal berdebu yang nyaris tak tersentuh berada. "Kristal!" "Hm." "Oi!"    Inggrid menatap bosan pada Kristal yang mulai membuka buku tebal dihadapannya, mengekori gadis itu tiga tahun terakhir ini kemana mana membuat Inggrid akhirnya mengerti bagaimana Kristal menjadi si pembuat masalah di sekolah mereka dulu. Ralat. Bahkan hingga saat ini.      Di hari pertama mereka di kampus bahkan tidak menahan seorang Kristal melayangkan kepalannya di wajah senior mereka karna berani mengelus rambutnya. Oh, jangan lupakan saat Inggrid dan Kristal menggila saat para senior saling berdatangan menindas mereka.       Inggrid mendengus kesal, tidak lagi ingin mengingat masalah lain yang terus berdatangan menghampiri gadis yang tiga tahun terakhir ini belajar seperti orang gila. Seperti, tidak sengaja menabrak mobil dosen diparkiran misalnya? "Lo ada kelas hari ini?" "Ngga ada." "Terus ngapain lo ke kampus?"    Inggrid gondok sendiri, menatap gemas pada Kristal yang hanya menatapnya sekilas dengan wajah tanpa dosanya lalu kembali menatap buku tebal yang terbuka diatas meja. "Kristal!" "Hm."    Gadis itu hanya meggumam pelan, Inggrid berdecak menyerah. Setidaknya, Kristal yang lebih banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan lebih baik dari pada berkeliaran dan menarik masalah masalah lain yang jelas akan mencuri lebih banyak perhatian. Satu saja sudah cukup.    Inggrid menegakkan bahunya, bersedekap lalu meleparkan tatapan sengit kearah pria jangkung yang kini mengambil tempat disisi Kristal dengan senyuman manisnya. "Hai, Kristal!'     Pria dengan suara berat kasar itu berbisik rendah, tersenyum semakin lebar dengan binar antusias dimata tajam keemasannya. "Hm."    Gadis itu bahkan tak mengalihkan perhatiannya saat pria tampan dengan rambut curly itu berpangku tangan, masih dengan tatapan yang tak lepas dari wajah tak peduli Kristal. "Gue kangen, lo emangnya ga kangen sama gue?" "Ngga." "Gue tau ko, lo juga kangen sama gue." "Najis!"   Inggrid memutar bola matanya malas, Kristal seperti biasa tidak menujukkan reaksi apapun yang sialnya membuat Yse semakin senang. Sama seperti yang pria itu lakukan dua tahun terakhir ini, Yse kembali mengganggu Kristal. "Gimana kalau lo ikut sama gue?" "Males." "Kali ini aja, please?" "Gue sibuk." "Sibuk apa, sih?" "Lo buta, ya?"    Inggrid mendesis kesal, menahan diri agar tidak berteriak kesal dan membuat keributan di perpustakaan. Yse hanya terkekeh pelan dengan suara rendahnya, menyisir rambutnya dengan jemari lalu kembali menatap Kristal yang sama sekali tidak menunjukkan reaksi yang berbeda. "Gue lagi nanya Kristal." "Tapi kan-" "Berisik."   Kristal berbisik rendah, membalik kertas dihadapannya. Yse kembali memusatkan perhatiannya pada Kristal yanh sama sekali tidak peduli pada tatapan sengit yang selalu Inggrid lemparkan padanya dan kembali mengamati wajah cantik gadis yang selalu terlihat tidak peduli pada sekitarnya, menatap netra yang mengantuk seperti biasa lalu bibir merekah yang sering kali tidak sengaja diam diam ia temukan sedang menyunggingkan senyuman manis. Sayangnya. Yse menginginkan hal yang lain.     Tanpa menahan diri, Yse mengangkat lengannya. Berniat mengelus rambut Kristal yang seperti biasa dengan cepat menepis tangannya dengan kasar, melemparkan tatapan tajam sama seperti saat mereka bertemu pertama kali. "Oh, Sorry?"   Gadis itu tak menyahut, merapatkan bibirnya dan bergegas bangkit. Menyusun buku tebalnya dan meraih paper bag diatas kursi, berniat beranjak dari sana sebelum berbalik dan mencengkram kerah kemeja Yse. "Mau nonjok gue lagi?" "Ngga ko."    Sepasang mata tajam keemasan itu berkilat saat Kristal menujukkan senyuman manisnya. "Lain kali, kalau nyari masalah jangan diperpus yah?" "Excuse me?"      Kristal merapihkan kemeja Yse yang kusut karna cengkramannya, sekali lagi melemparkan tatapan tajam sebelum berbisik penuh peringatan. "Biar-" "Biar?" "Gelud aja yuk?"    Detik berikutnya yang terdengar hanya suara tawa Yse yang menggema, Kristal nyaris memutar bola matanya malas. Bergegas beranjak dari sana, berbalik hanya untuk melemparkan tatapan sebalnya. "Brengsek."   Desis Kristal berbalik meninggalkan perpustakaan bersama Inggrid yang mengekorinya dengan tatapan sengit dan jari tengah yang terangkat diudara. Demi apapun! Kalau saja ini bukan perpustakaan! Inggrid dan Kristal mungkin sudah menggila! **

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Takdirku Menjadi Lelaki Kaya

read
4.0K
bc

TAKDIR KEDUA

read
26.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook