Prolog
bo.hong (KBBI)
1. a tidak sesuai dengan dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya; dusta
2. a bukan yang sebenarnya; palsu (biasanya mengenai permainan)
Di dunia ini, tidak ada yang suka ketika menyadari bahwa dirinya dibohongi. Terlebih lagi, oleh seseorang yang disayangi. Kebohongan memang banyak yang terdengar manis, memicu rasa yang lebih baik, dan menyenangkan. Akan tetapi, fantasi akan tetap selalu menjadi fantasi yang tak ada habisnya dan takkan pernah berubah menjadi nyata. Karenanya, semua akan berhenti jika memang sudah waktunya terbangun dari mimpi.
Sama seperti ketika aku pertama kali menatap wajahnya, di depan gerbang sekolahku. Kelas 1 SMA tahun itu, memasuki semester kedua. Seragam putih abu-abu yang rapi dalam satu momen tak terulang. Hari pertama pertemuan kita tidak pernah diawali dengan perkenalan resmi tentang siapa nama kamu? Di mana rumahmu? Atau di mana kelasmu?
Hari itu kita justru mengawali interaksi dengan kegiatan saling tolong menolong dan bekerja sama tanpa tahu siapa yang kita mintai bantuan. Sungguh tidak sopan, tapi aku berani bilang kalau kita berdua unik.
Mungkin, saat itu, aku memang tidak pernah punya pikiran akan seperti apa rasa sakitnya melanjutkan seluruh perasaan yang sudah tumbuh dan menumpuk. Hingga akhirnya, kenyataan dan pendewasaan diri membangunkanku dari seluruh fantasi dan mimpiku ke sebuah cuplikan film tragis yang nyata.
Semua senyummu, tawamu, setiap kata yang keluar dari mulutmu tentang aku memang bukanlah kebohongan yang menyakitkan, tapi tetap terdengar tidak nyata dan menyenangkan. Sayangnya, ketika kuminta lagi pernyataan yang lebih jelas dan mewakilkan, semua kata-kata yang pernah kamu ucapkan hangus dan tak lagi berarti.
Kisah kita sudah selesai, Karel. Terima kasih banyak atas kehadiranmu. Senang rasanya pernah mengenalmu meski kini, sepertinya tinggal masa lalu.