Bab 1

1366 Words
Warning! Story ini mengandung keterkaitan dengan cerita sebelumnya. Apabila pembaca belum memahami para peran di sini, silakan untuk mampir dan membaca kisah Nicholas dan Celine di lapak mereka yang berjudul Trigger. Happy Reading! ***** Sudah satu jam lebih sejak Alice bersama sang Suami—Rafael Anderson Prawira tiba di acara ini. Sesungguhnya tidak ada kewajiban bagi keduanya menghadiri pesta anniversary keluarga Bagakara. Namun pangiilan Rafael yang mengatakan jika ada undang malam ini membuat Alice bergegas mempersiapkan diri serta meninggalkan Samuel yang bahkan belum mencapai kepuasannya. Selama di perjalanan bahkan selingkuhannya itu terus menerornya dengan pesan berantai. Akan tetapi Alice yang tidak peduli memilih untuk memblokir nomor tersebut sementara. Hubungan mereka tidak ada ikatan selain untuk kesenangan semata. Namun jika Samuel mulai posesif mungkin Alice harus mulai berhenti berhubungan dengan lelaki itu. Selama berada di acara ini Alice terlihat banyak diam. Mulutnya juga tidak bernapsu mencerna makanan di sana. Selain karena faktor diet, pandangan yang ditangkap matanya juga seolah mengenyangkan perutnya. Ia masih betah melihat semua hal manis tentang keluarga kecil bahagia milik sang Mantan sekalipun itu juga menyayat hatinya secar bersamaan. Rafael sendiri sebenarnya tidak terlalu dekat dengan Nicholas mereka mulai saling mengenal tiga tahun lalu ketika tanpa sengaja bertemu di ajang penghargaan FPI—Festival Perfilman Indonesia. Suaminya masuk dalam nomisasi Film Bioskop kategori sutradara terbaik. Tiga dari lima nominasi Film tersebut disutradari oleh Rafael. Sedangkan Nicholas, datang sendiri mewakili ibunda tercinta yang dianugrahi penghargaan perancang busana terbaik. Kala itu Celine baru beberapa hari melahirkan sehingga tidak memungkinkan untuk ikut. Dan menurut keterangan Nicholas juga saat itu Jane sendiri lebih memilih menimang cucu barunya dibanding ikut menghadiri acara tersebut. Rafael tentu berhasil membawa pulang piala FPI sebagai nominasi Sutrada Terbaik. Lalu sebagai mana layaknya pemenang lain yang diundang untuk menyampaikan sepatah dua patah kata diatas panggung, pria itu menyampaikan pidatonya yang justru berupa lamaran pada Alice yang sejak awal mendampinginya di sana. Alice sendiri tidak menyangka akan mendapatkan lamaran manis dari Rafael. Semua orang pasti tidak akan menyangka, pria yang melamar wanita dengan romantis itu sebenarnya adalah pria yang dingin dalam kesehariaannya. Namun jika boleh dikatakan, ia juga tidak sungguh-sungguh menerima lamaran Rafael, hanya saja kehadiran Nicholas di sana seraya keinginannya untuk memenuhi permintaan Nicholas agar ia menjalani hidup dengan baik menjadi alasan kuat yang membuatnya nekad menerima lamaran tersebut. “Mau ku ambilkan minum?” tawar Rafael yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Alice. Mereka sekarang sudah memisahkan diri dari keramaian dan mencoba menikmati suasana pesta. Alice menatap punggung Nicholas yang berjalan beriringan dengan Celine meninggalkan ruang pesta karena Farel—putra Celine dan Nicholas itu tertidur. Sepertinya mereka akan membaringkan anak mereka ke kamar, karena sejak puncak acara pun Farel sudah terlihat tidak bisa menahan kantuknya, anak itu tetap memejamkan mata meski sekelilingnya sedang meriah dengan tepuk tangan. Astaga... mirip siapa tidur mayatnya itu? "Kondisikan matamu bicth!" suara Jane yang pelan terdengar menusuk di telinga Alice. Membalikan badannya, Alice menatap langsung ibu Mertua Celine yang sedang bersidekap dengan pandangan merendahkan. "Niko dan Celine sudah bahagia, jadi berhenti merusak hubungan orang!" ancam Jane sengit. Alice tidak sedikitpun terlihat gentar seperti dulu lagi. Jika dulu ia hanya diam dan menggigit bibirnya, tapi kini tidak boleh ada kata apapun yang mampu menjatuhkan dirinya "Kau sepertinya benar-benar tidak punya malu, masih berani menampakan wajahmu dan menginjakan kakimu disini. Kenapa? Masih ingin menggoda pria lain?" Menolak diam, Alice menampilkan seulas senyum manis yang Jane yakin itu jenis senyum meledek "Jika 'pria' yang dimaksud adalah Tuan Rendra, sepertinya anda seharusnya menyuruh beliau menjaga dirinya juga. Tidak akan ada yang namanya perselingkuhan jika salah satu pihak menolak." Mata Jane sukses membulat, belum juga Jane menjawab, Alice kembali menimpali "Dan saya yakin anda tahu, bahwa saya bukan tipe wanita yang akan menolak hal yang menurut saya menguntungkan." Alice bersedekap, menyungingkan senyun miring seraya meninggikan dagunya. "Dasar kau..." "Bicth? Aku tahu, tapi yang belum anda tahu saya sudah tidak berminat pada pria bernama belakang Bagaskara" Kau bohong Al, sahut batinnya "Terlebih jika pria itu adalah Tuan Rendra. Staminanya di atas ranjang bahkan sangat payah," sindir Alice tanpa memperdulikan wajah Jane yang sudah merah padam seakan siap meledak. Tapi lagi-lagi, Jane tidak sempat membalas karena kedatangan Rafael dengan minuman ditangannya menghampiri mereka. "Miss Jane, apa kabar?" sapa Rafael setelah sebelumnya memberikan segelas minuman yang diterima Alice. Di mana cara Alice menerimanya terlihat memuakan di mata Jane. "Aku baik Mr. Prawira." Berbeda dengan Alice, Jane justru menyunggingkan senyum untuk Rafael yang Alice yakin semata-mata sebagai bentuk profesionalisme tuan rumah yang menyambut tamunya. "Dilihat dari kejauhan sepertinya kalian sangat akrab, sedang membicarakan hal seru apa?" tanyanya pada Alice yang mau tidak mau membuat Alice menatap suaminya. "Oh.... Miss Jane sedang memintaku sebagai modelnya, beliau kan punya butik dan berencana untuk melakukan fashion show. Bukan begitu Nyonya?" Alice melirik Jane dengan senyum yang dibuat semanis mungkin. Namun jangan salah, seorang Jane tidak akan membiarkan musuhnya menang terlebih bila itu adalah Alice. "Ya begitulah. Tapi sepertinya kita tidak akan menemukan kesepakatan, kau memberikan tawaran di bawah standarku," sindir Jane "Harga special itu aku berikan hanya untuk anda karena kita sudah saling mengenal dalam waktu yang lama." Entah Rafael mengerti atau tidak makna di balik percakapan dua wanita cantik beda generasi ini, tapi ia kemudian menimpali. "Sebenarnya Miss Jane, Alice sudah tidak saya izinkan lagi menjadi model. Dia boleh melakukan hal yang disukainya itu hanya sesekali saja" "Syukurlah kalau begitu, kau suami yang baik Mr. Prawira. Alice sangat beruntung mendapatkanmu," ujar Jane memuji. "Saya juga beruntung mendapatkan wanita sepertinya," Rafael meraih pinggang Alice lalu merapatkannya. "Aku mengerti. Selamat menikmati pestanya Mr. and Mrs. Prawira." Jane pun berlalu dari hadapan mereka. Rasanya Jane ingin sekali membongkar segala kebusukan Alice pada Rafael tapi jika ia lakukan itu, bukankah artinya ia juga membuka borok keluarganya? Lagipula ia tidak yakin, apa Rafael benar-benar tidak tahu masa lalu Alice sama sekali? Bahkan Alice menjadi salah satu wanita dengan hater terbanyak. "Aku perlu ke toilet sebentar," Alice menyodorkan gelasnya. "Mau ku antar?" "Tidak perlu." Alice berjalan meninggalkan ruang pesta untuk mencari toilet. Beruntung seorang pelayan di sana memberi arahan letak toilet. Ia pun berbelok ke sebelah kanan, persis di dekat dapur ada toilet khusus tamu. Rumah yang dulu hanya berani Alice lihat dari luar karena perbedan kasta, kini bisa ia selasari. Ironisnya, keberadaannya di sini merupakan sebagai tamu dan bukan anggota keluarga yang pernah ia khayalkan dahulu. Dan di sana lah Alice, sedang bercermin memoles lipstick berwarna merah satin dan memandangi wajahnya. Menjadi public figure dengan reputasi yang tercemar tidak lah mudah. Apalagi memghadapi orang-orang yang sudah terlanjut membencinya. Apapun yang ia lakukan akan selalu salah di mata mereka. Ketika seseorang membencimu maka yang akan mereka lihat hanya keburukanmu. Bagi manusia, sosok yang sempurna adalah diri mereka sendiri. Maka dari itu kadang mereka merasa berhak menjatuhkan orang lain. Padahal menjatuhkan orang lain hanya untuk mengangkat derajat mereka sendiri adalah satu bentuk nyata bahwa mereka berada di bawah orang itu. ***** Alice berjalan keluar toilet, kaki jenjangnya melangkah berderap dengan high heel 17cm itu mendadak terhenti mendengar suara pekikan yang ia kenali adalah suara Celine. Jujur saja, Alice tahu ini tidak sopan. Mendengar percakapan orang lain dengan bersembunyi di balik dinding? Hanya karena pria itu lah Alice melakukannya. Karena Nicholas sudah bagai magnet yang menariknya. Seolah matanya tertuju langsung tanpa di minta. Terlihat Nicholas memeluk Celine dan sedikit mengangkat tubuh wanita itu hingga tak menapaki lantai, untuk kemudian menghujani wajah istrinya dengan ciuman. Lalu mata Alice menangkap sesuatu, alat panjang dan pipih yang berada di tangan Nicholas. Ayolah, Alice tidak bodoh ia tahu itu testpack dan tidak butuh ahli nujum untuk menerawang kebahagian mereka sekarang. Meski dadanya masih terasa nyeri, tapi Alice juga bisa merasakan dengan jelas kehangatan keluarga kecil Nicholas. Dan sekilas ia berandai, jika saja dulu ia lebih memilih Nicholas dibanding karirnya, jika saja ia tidak mencurangi kesempatan kedua yang Nicholas berikan, mungkin sekarang ia lah yang sedang berbahagia menjadi ibu dari anak Nicholas, menjadi menantu tersayang Jane, dan menjadi istri yang penuh limpahan kasih sayang dari suami. Hingga kemudian bahunya merasakan rangkulan Rafael yang entah bagaimana sudah berada di sampingnya, menarik diri Alice kembali dari 'perandaian' karena pada kenyataannya ia memang bukan istri Nicholas Arka Bagaskara melainkan istri dari Rafael Anderson Prawira. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ To Be Continue…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD