bc

The Series Of Ghifan

book_age16+
1.0K
FOLLOW
17.4K
READ
forced
brave
comedy
bxg
humorous
first love
chubby
cruel
twink
naive
like
intro-logo
Blurb

"Ghifan."

"...."

"Nama saya Ghifan." Ghifan memperkenalkan dirinya sekali lagi.

Hap.

"T-tini! Syarastini!"

"...."

Untuk beberapa detik ruang itu sunyi.

Gadis yang bernama Syarastini itu kelabakan berteriak namanya.

"M-maaf." Syarastini menunduk.

Blush.

Memerah lagi.

"Hahahamph!" Ghifan cepat - cepat menutup mulutnya karena tiba - tiba tertawa spontan.

Tangannya masih digenggam erat oleh Syarastini.

"Em … Nona, maaf tangan saya, bisa saya ambil kembali?"

"Ah!" Syarastini kelagapan salah tingkah.

Tini! Syarastini! Kenapa kamu sembarangan ngaur.

Ghifan tersenyum kecil.

"Ini pertama kali kami bertemu, saya baru mendengar nama Syarastini," ujar Ghifan setelah Syarastini melepaskan genggam tangannya.

Blush.

Syarastini menunduk lalu tersipu malu.

"Em, ini sudah hampir jam sembilan malam, sepertinya saya harus pulang ke rumah," ujar Ghifan.

"Ah, ya! Pulang ke rumah!" Syarastini baru kaget bahwa dia juga belum pulang sudah jam begini. Dia cepat - cepat berdiri lalu ingin pamit.

"Tini."

Syarastini berhenti melangkah, dia mematung.

Namaku dipanggil. Ya ampun.

Dia berbalik perlahan ke arah Ghifan. Wajahnya terlihat seperti biasa, memerah.

Ghifan tersenyum.

Dia tersenyum lagi. Ya ampun. Batin Syarastini.

Ghifan menyodorkan tangannya ke arah Syarastini.

Syarastini hanya diam, dia tidak tahu apa maksud Ghifan menyodorkan tangannya ke arahnya, bukankah mereka telah berkenalan tadi? Ah, apakah ingin mengajak pulang

"Sapu tangan saya."

Syarastini, "...." Tuhan, betapa malunya aku.

chap-preview
Free preview
Chapter 1
"Loh, Ghifan mana?" tanya seorang wanita paruh baya. "Masih mandi, Ma," jawab seorang pria berusia 27 tahun. Dia sedang menyendokkan nasi goreng ke arah seorang perempuan yang merupakan istrinya. "Biar aku sendok sendiri, aku tidak lumpuh," celetuk perempuan itu sambil menyambar cepat sendok nasi dari tangan suaminya. "Tapi kan, siapa tahu kamu lelah, nggak boleh banyak gerak, kan hamil-" "Aku hamil, bukan cacat patah tulang." Gaishan yang merupakan suami dari Fathiyah hanya bisa diam tutup mulut. Diam saja dari pada dihajar oleh sang istri. Gea yang merupakan ibu Gaishan hanya menggelengkan kepalanya saja. Dia sudah terbiasa dengan interaksi antara putra sulung dan menantunya. Seseorang datang, ternyata itu adalah seorang kepala keluarga-Busran. Lalu di belakangnya muncul seorang pria yang berwajah sama persis dengan Gaishan. Dia adalah Ghifan, adik kembar Gaishan. Ayah dan anak yang baru datang itu mengambil tempat duduk. "Hari ini akhir pekan, Bus, jalan - jalan, yuk. Kerja terus, capek juga ngurus jadwal pertemuan dan berkas laporan untuk kamu," ujar Gea, dia mengajak sang suami yang merupakan bos-nya di perusahaan untuk jalan-jalan. Gea menuangkan s**u hangat untuk sang suami. Busran yang berumur 54 tahun lebih itu mengangguk. "Mau ke mana?" tanya Busran sambil mengambil gelas s**u yang diberikan oleh sang istri. "Ke taman mekar sari saja, lihat buah sambil beli buah segar gitu, lagian itu agak dekat, dari pada ke Bogor terus," jawab Gea. "Baik." Busran mengangguk, dia melirik ke arah dua anak dan satu menantu. Ada seorang gadis buru-buru berjalan ke arah meja makan. "Ma, Pa, Sira nggak bisa sarapan, udah telat!" Bushra yang merupakan anak bungsu itu cepat-cepat mencium pipi orangtuanya lalu pamit. "Sira pergi, Assalamualaikum." Busran dan Gea melihat anak perempuan mereka menghilang dari pintu penghubung ruang makan dan ruang keluarga. " … waalaikumsalam …," balas Gea. Busran masih melihat ke arah perginya sang anak. "Akhir-akhir ini aku merasa seperti Sira itu selalu tidak sarapan dan telat, padahal ini masih jam delapan pagi dan akhir pekan." Anggota keluarga lainnya mengangguk membenarkan.  "Mungkin kerjaan, Pa. Kan ada perwakilan dari Perancis yang datang terus ke Indonesia. Ghifan dengar-dengar dari Liham, kalau Perancis banyak bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata Indonesia. Jadi wajar saja kalau Sira sibuk, dia kan kerja di Pariwisata," ujar Ghifan setelah menelan roti bakar. "Hum, kerjaan toh." Gea manggut-manggut. "Kerja sih kerja, tapi nggak ada waktu luang lagi untuk keluarganya. Apalagi sudah lima bulan ini, selalu saja sibuk," desah Busran kurang senang. "Ma, Ghifan mau ketemu sama Liham," ujar Ghifan. "Loh, nggak jadi jalan-jalan bareng Mama dan Papa?" tanya Gea. "Nggak ah, lagian ganggu orang uhuk! pacaran dosa," jawab Ghifan. Gea, "...." anak ini benar-benar. Busran melirik ke arah anak nomor dua, "Baguslah jika kamu sadar bahwa ganggu orang pacaran itu dosa. Papa dan Mama mau pacaran, kamu yang jomblo tidak baik ikut." Ghifan, "...." nah kan, ayahnya ini benar-benar. "Gaishan sudah ada kecebong yang duduk, kamu kapan?" tanya Busran, dia menyindir sang anak yang dari dulu tak pernah terlihat dengan gadis atau perempuan manapun. Ghifan hanya bisa menelan air ludah pasrah.  "Pfft!" Gaishan menahan tawa. "Tertawa apa? Diam." Fathiyah menyipit ke arah sang suami. Gaishan memperbaiki ekspresinya,  dia melanjutkan makan. Beberapa detik kemudian terdengar celetukan Gaishan, "Pa, Ma. Gaishan bukannya mau suudzon yah, tapi Gaishan ini sebagai kakak kembar dan sama-sama nongkrong dengan Ghifan di rahim Mama selama sembilan bulan, Gaishan ini kok merasa kalau Ghifan lebih suka berbagi waktu atau menghabiskan waktunya dengan laki-laki, yah?" Ghifan mengerutkan keningnya, "Maksud kamu?" Gea melihat serius ke arah Gaishan, "Suka menghabiskan waktu dengan laki-laki gimana, Shan?" "Aku kan memang kerja, jadi semua karyawan aku laki-laki," ujar Ghifan. "Bukan masalah di kantor, tapi di luar kantor. Kamu selalu ngumpul dan barengan sama laki-laki, aku curiga ada sesuatu yang salah dengan ketertarikan-ehem! Ah sudahlah, mungkin cuma firasat saja," celetuk Gaishan. Ghifan, "...." kakaknya ini benar-benar mencari masalah. Gea melihat serius ke arah Ghifan. "Ghifan, jujur sama Mama, kamu … suka sama laki-laki?" Gea berusaha menelan air ludahnya. Ghifan, "...." nah kan, sekarang sang ibu mulai bertanya. Ghifan ingin sekali menendang kepala kakak kembarnya itu. Plak! "Ump! Sayang kenapa-" "Stop bicara." Fathiyah menunjukan kepalan tangannya ke arah sang suami setelah dia menampar bibir Gaishan. Syukur-syukur cinta, untung istriku, untung teman tidur. Batin Gaishan ke arah sang istri. "Apa lihat-lihat? Mau dicongkel matanya?" Fathiyah menyipit. Ok fiks, wanita hamil memang labil emosinya. "Ghifan, Mama tahu di umur kamu yang sudah dua puluh tujuh tahun ini belum juga menikah, apalagi sejak yah … kenapa Mama baru sadar kalau selama kamu remaja sampai dewasa begini, kamu tidak pernah memperkenalkan seorang gadis pada Mama?" Gea menutup mulutnya tak percaya. "Jadi … jadi kamu … Bus, anak kita, ya Allah,  aku punya dosa apa-" "Mama ini pikiran apa sih? Ghifan normal, Ma. Ghifan masih suka perempuan, amit-amit suka laki-laki." Ghifan bukan suara. "Tapi itu-" "Ma, jangan dengerin Gaishan, dia itu tukang gosip, kan dia raja gosip, berita dan stasiun tv-nya aja semuanya gosip." Ghifan mencibir ke arah Gaishan. Gaishan hanya tersenyum penuh arti. "Mana ada sih Ghifan gitu? Ajaran Nabhan mana ada begitu? Keluarga Baqi juga tidak ada yang begitu, amit-amit," sambung Ghifan. Busran hanya menggelengkan kepalanya, dia sudah tahu bahwa anak nomor satu itu suka gosip sana gosip sini. Sementara Gea berusaha untuk mengerti. "Cuma Allah belum kasih jodoh buat Ghifan, kan nggak mungkin ujuk-ujuk datang sodorin anak orang ke Papa dan Mama buat nikah. Kan semua butuh proses, Ma. Pasti Ghifan dikasih jodoh," ujar Ghifan. Gaishan terkekeh  "Hum, Gaishan, kamu ini bikin Mama spot jantung." Gea menyipit ke arah anak sulung.  "Hehehe,  kan tadi Gaishan bilang bukan suudzon." Gaishan tersenyum tanpa bersalah. "Ma, Pa. Ghifan mau pergi. Assalamualaikum." Pamit Ghifan. "Loh, beneran nggak mau ikut jalan-jalan sama Mama dan Papa?" tanya Gea. "Udah, biarin aja dia pergi. Siapa tahu nemu jodoh di jalan daripada ganggu kita pacaran. Aku juga mau refreshing berdua sama kamu, kerja terus bikin pusing," celetuk Busran. Gea hanya mengangguk, dia melirik ke arah Busran. "Di rumah ada kamu, di kantor ada kamu,  di tempat pertemuan ada kamu, di kamar ada kamu, kita saling tatap muka tiap hari, sekarang refreshing juga ada kamu. Pusing lihat kerjaan atau pusing lihat aku?" Busran tersenyum manis, "Istriku sayang, tidak ada rasa pusing atau bosan dalam kamus Busran untuk Gea." "Pa, ingat umur. Jangan sok-sokan mau jadi muda lagi deh," celetuk Gaishan. Plak. "Awh!" "Dari tadi mulut kamu tidak bisa diam." Fathiyah melotot. °°° "Hahahaha!"  "Tertawa apa sih?" Ghifan menyipit ke arah Liham-adik sepupu dari pihak ibu. "Kak Ghifan, menurut aku, Kak Ghifan harus cari pacar deh. Umur Kak Ghifan aja udah lebih dari sisa untuk nikah, Kak Poko saja nikah muda, sekarang Chana sudah umur empat tahun, ya kan Dedek Chana-nya Om Liham?" Liham memberi saran, dia mengecup pipi keponakannya yang berusia empat tahun.  "Jangan banyak bicara, nikah tidak segampang membalikkan telapak tangan," ujar Ghifan. "Um, Om Ghifan harus punya pacar," ujar Chana. Ghifan, "...." kalau keponakan manis ini yang bicara, Ghifan tidak bisa balas, hanya tersenyum manis. "Chana manis sekali hari ini, mau jalan-jalan sama Om Liham," ujar Ghifan, dia mencubit gemas hidung keponakannya. "Um, Om Liham bilang kita akan naik kereta gantung sambil melihat kota, jadi Chana ikut. Tadi Chana dan Om Liham naik kereta gantung, naik kuda-kuda dengan Om Liham." Suara imut itu terdengar. "Oh begitu? Lalu apa Mama Poko dan Papa Ben tidak ikut?" tanya Ghifan tersenyum manis pada Chana, namun matanya melirik ke arah Liham yang cengengesan. Ghifan tahu, pasti ada yang tidak beres lagi dengan sepupunya yang satu ini. "Um? Om Liham bilang Mama Poko dan Papa Ben sedang sibuk, jadi tidak bisa diajak bermain dan jalan-jalan," jawab Chana. Ghifan menaikkan sebelah alisnya. "Oh begitu …." Ghifan manggut-manggut. Saat itu juga terlihat seseorang dibelakang Liham muncul.  "Astaga!" Ghifan terkaget. "Sudah berapa jam kamu bawa cucu Ayah Ran tanpa ijin?" suara dingin terdengar. "...." Glek. Bulu kuduk Liham berdiri seketika saat mendengar suara itu. Dia hanya bisa menelan air ludah. "Tidak pernah berubah, selalu saja membawa cucu Ayah Ran tanpa ijin," sambung suara paruh baya itu. Chana berbalik, "Um? Kakek Ran?! Huhuhuhu!"  "Gendong!" Chana langsung membuang diri ke arah sang kakek. Biarpun Liham telah menonaktifkan ponselnya, tapi sang ayah dan orang-orang Basri bisa melacaknya. Poor Liham. Batin Ghifan kasihan. Dia membawa keponakan berharganya tanpa meminta ijin orang rumah. "Kakek Ran, Chana dan Om Liham naik kereta gantung, terus naik kuda-kuda, lihat lumba-lumba, makan rujak, lihat burung bangau, naik kapal-kapalan, ah! Banyak!" lapor gadis cilik itu. Randra, kakek dari gadis cilik itu tersenyum, dia mengusap sayang rambut sang cucu. "Apa Chana suka?" Chana mengangguk, "Suka, Chana suka, Kek." "Baik, kalau Chana suka, Nanti jalan-jalan dengan kakek Ran, yah?"  "Ya, ayo jalan-jalan dengan Kakek Ran!" "Sekarang ayo pulang, ini sudah jam delapan malam, Chana tidak tidur siang, pulang istirahat, yah?" "Um, pulang istirahat! Ayo pulang, Kek."  Randra menggendong sang cucu berjalan pulang. "Pulang ke rumah, kamu membuat Bunda khawatir sepanjang hari." Glek. Liham menelan susah ludahnya. °°° Ghifan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkat nekat sang sepupu.  Membawa keponakan mereka dari pagi hingga malam. Bagaimana tidak membuat orang tidak khawatir. Dia berjalan keluar dari gedung Farikin's Seafood lima lantai itu. Dia dan Liham beserta Chana makan di lantai 5, lantai di mana hanya untuk keluarga. Dia memasuki lift. Pada saat lantai lift turun di lantai 4, pintu terbuka, ada yang masuk. Seorang gadis. "Hahmph!" gadis itu mencoba menutup mulutnya untuk tidak berteriak kaget.  Blush. Dua pipi gadis itu memerah. Ghifan mengerutkan keningnya, "Maaf,  apakah Anda tidak masuk?" "Ah! Masuk! Saya masuk!" Gadis itu cepat-cepat memasuki lift. Saat memasuki lift, gadis itu mencoba menahan napas. Dia takut jika bernapas maka orang di sampingnya akan hilang. Dia dapat melihat pantulan bayangan dia dan pria yang bersamanya di lift. Bruk. "Huh? ada apa ini?" tanya gadis itu. Lift tiba-tiba gelap. "Mati lampu," jawab Ghifan. "Jadi lift berhenti." °°° 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

Guru BK Itu Suamiku (Bahasa Indonesia)

read
2.5M
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K
bc

Mrs. Rivera

read
45.5K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook