Chapter 03

2403 Words
Hari ini hujan menghiasi pagi hari. Walau hanya rintik saja, tetap saja bumi menjadi basah dan manusia menjadi malas melakukan suatu aktivitas alias mager. Begitu juga dengan Sisillia Pradita, wanita berumur dua puluh tahun itu masih setia bergumul dengan selimut dan pemanas ruangan yang menyala. "Gue ngerasa hidup seperti larry, seger banget." Dret Ponselnya bergetar dimeja. Wanita itu menulikan telinga mencoba tidak perduli sama sekali siapa yang menelponnya. Bagi seorang mahasiswi, hal yang terpenting baginya adalah hari libur. Tak ada tugas, tak ada presentasi, dan tidak bertemu dengan dosen sialan yang menghiasi mimpi buruknya. Dia mencoba kembali menikmati indahnya rebahan. Sekali dua kali, dia mengabaikan panggilannya hingga yang kesepuluh kalinya. Kesebelas kalinya ponsel milik Silla tetap berdering, kemudian wanita itu melihat siapa yang mengganggu hari indahnya. Aurel is calling.. "Aurel anaknya daddy Ronald yang cantik sepanjang masa, kenapa nelpon gue nih?" batin Silla heran. Kemudian Silla memutuskan mengangkat panggilan dari sahabatnya. "Hallo, honey buny sweety, ngapain lo hubungin gue sepagi ini. Ganggu woy!" "Jangan banyak bacot lo! Lo cepetan kesini, ke rumah gue!" kata seorang wanita disebrang telpon. Dia membelakan matanya, posisinya berubah dari berbaring kemudian menjadi duduk. "Britney? Kok telponnya Aurel bisa sama lo?" "Kacung lo ada sama gue! Dia udah berani ngelawan gue. Si kacung lo udah beraninya godain cowok gue." "Cowok lu? Siape, orang lo jomblo haha. Kagak usah ngelantur jadi orang. Mana ada, ngaco lo sampe diubun - ubun sih. Bangun woy! Banyak tidur bisa bikin halu akut," kata Silla sambil tertawa. "Lo kesini kalau nggak percaya. Gue habisi langsung kalau lo nggak kesini!" Bip Silla mendengar sambungan ponselnya terputus kemudian memukul selimutnya kesal. Ada saja hal yang mengganggu libur indahnya. Kemudian Silla langsung menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Setelah bersih dan wangi, wanita itu langsung menaiki mobilnya menuju lokasi yang telah Britney kirim dari ponselnya. *** Dia turun, dan masuk ke mansion milik Britney. Wanita bernama Britney ini, adalah wanita keturunan Italia, dan juga campuran Indonesia. Namanya Britney Anoela Lavoen. Dia putri tunggal pemilik stasiun televisi di Indonesia, Adam Lavoen dan juga Cabelo Lavoen. Gayanya selangit mentang - mentang anak orang kaya. Britney, wanita itu adalah musuh bebuyutan Silla dari TK. Kenapa? Ya karena tuh orang selalu iri dengan hidup Silla yang selalu mulus tak ada batu krikilnya, makanya dia selalu mencari masalah dengan Silla buat menjatuhkan wanita itu. Silla menggedor pintu mansion Britney dengan kencang. Tak perluh bersikap sopan dengan orang seperti Britney ini. Nyatanya, walau Silla udah sopan pun, karena emang dasarnya Britney nggak punya akhlak aja jadi itu orang nggak pernah sopan sama sekali. Jadi, yaudah ngikutin alur yang ada aja. Ternyata, yang membuka pintu mansion adalah Deluxe Lavoen, pria rambut pirang yang tampan, tinggi, dan menggetarkan syahwat. Kenapa cowok seganteng ini bisa disini? Yaiyalah, dia sepupu jauh dari Britney yang juga merupakan matan pacar Silla waktu duduk disekolah menengah pertama. "Dita, ngapain lo kemari?" tanya Deluxe tidak suka. "Eh mantan, mana sepupu lo Britney?!" "Ada didalam. Gue panggil dulu." Silla mau mengikuti Deluxe masuk kedalam, tetapi pria itu malah menutup pintu, saat pintu ditutup, alhasil jidatnya terpentok oleh pintu tersebut dan jatuh ke bawah. "Sialan si Deluxe, udah cantik - cantik kek gini, dianiyaya. Gue pelet jadi kodok tau rasa lu!" kata Silla sambil bangun. Dia kemudian menunggu Britney sambil wanita itu memijat kepalanya yang sedikit benjol karena si ulah mantan. Saat mendengar pintu terbuka, Silla berbalik dan mendapat surprise. "Ini gue masuk kandang macan, apa harimau? Bisa - bisa diterkam gue..." Didepannya sudah ada kedua orang tua Britney, sepupunya Britney yaitu Deluxe, dan yang paling parah dan berbahaya itu adalah kedatangan Rolama, Nenek Britney yang menatap tajam ke arahnya. Asal kalian semua tau, si Rolama anti banget sama keluarga Silla. Entah ada dendam apa, tapi waktu pas jadi pacar si Deluxe, Rolama nggak suka terus maksa Deluxe buat putusin Silla. "Buat apa putri Rutheger datang kemari?" tanya Rolama tidak suka. "Eh Nenek Rol yang ku sayangi sepanjang jalan kenanga, kita ketemu lagi hehe," kata Silla santai. Silla terbiasa menghadapi orang - orang yang luar binasah, contohnya yaitu nenek Rolama ini. "Ngapain kamu kemari!" bentaknya. "Aduh Nek, saya kemari bukan minta balikan sama Deluxe kok, suer, jadi Nenek tenang aja. Lagian saya kemari karena Britney yang nyuruh saya. Tanya aja sama cucu tersayangnya sendiri. Mana tuh orang hehe." "Bagus lo udah dateng!" Dari dalam Britney keluar dan menatap mengejek ke arah Silla. Silla mah santai, mau diterkam pun it's okay. Karena otak cerdiknya tertanam, never happen with Rutheger. "Masuk!" perintah Britney. Kemudian seluruh rombongan keluarga Britney mempersilahkan Silla masuk. Mereka tetap mengawasi Silla dari jauh. Mengamati setiap gerak gerik wanita itu seolah, dia seperti maling ayam yang tertangkap habis maling. "Jadi, lo nyuruh gue kemari kenapa?" tanya Silla langsung ke intinya. "Gue mau Aurel jauhin pacar gue, Vernan." "Vernan Imanuel maksud lo?" "Yaps, Vernan capten basket kampus. Karena dia pacar gue," kata Britney sombong Silla menahan tawa mendengar uacpan Britney. Vernan? Pacar dari mananya woy! Asal kalian tau, walau Aurel nerd sekalipun, tapi si capten tampan kampusnya itu adalah bucinnya Aurel. Awalnya sih emang Vernan cuma jadiin Aurel bahan taruhan temen - temennya, tapi maybe yes maybe no si Vernan kena tulahnya sendiri. Dia jadi beneran suka sama Aurel, walau Aurel udah nggak mau lagi sama dia. "Sekarang disini yang halu gue apa si Britney sih?" batin Silla tertawa. Brak "Bengong aja, gimana!" Silla menaikan alisnya, dan mengangguk - anggukan kepala. Udahlah, diiyain aja biar seneng. "Oke," kata Silla. "Gue udah kasih pelajaran buat si nerd supaya jauh - jauh dari pacar gue. Kalau sekali lagi gue liat temen lo masih berani deketin Vernan, gue habisi dia!" "Iya bawel, by the way gue tamu nih. Kagak disuguhi minuman apa cemilan gitu?" Britney memutar bola matanya jengah. Sementara Silla udah ngakak didalam hatinya. "Shut up!" teriak Britney. *** Pulang dari mansion Britney, Silla mampir ke super market terdekat. Dia memasukan jajanan acak ke keranjang belanjanya sambil bersiul gembira. Setelah berkeliling memasukan belanjaannya, tiba - tiba dia merasa keranjangnya menjadi berat, kemudian dia langsung menuju kasir dan menyerobot antrian seenak udel. "Eh Mbak antri dong!" protesnya. "Iya nih, nggak mau antri!" "Wuuu, dasar curang!" Itulah kehebatannya Sisillia Pradita. Meski dia disorakin sekelurahan pun dia tidak gentar, malah menulikan telinganya. "Dua ratus lima puluh lima ribu," kata penjaga kasir. "Kembaliannya ambil aja Mbak." Sebelum keluar supermarket, Silla menjulurkan lidahnya ke arah Mbak - Mbak yang tadi dia serobot antrian kasirnya. Nampaknya mereka semua nampak kesal dan tidak suka dengan Silla. Tapi, wanita itu tidak peduli. Dia kemudian duduk dikursi, kemudian membuka bungkus mie gelas miliknya, dan memberi air hangat di cup mie gelasnya. Lalu, menunggu mienya matang, dia mengambil ponsel dan membuka aplikasi **. Terkadang, Silla melihat suasana sekitar yang meneduhkan sekali. Tatapannya terarah ke pria paruh baya yang mengenakan setelah serba hitam yang mencoba membuka rok wanita diujung. "Ada aja kelakuan warga plus enam dua. Udah tua, tinggal mati aja ngeribetin malaikat, nyatet dosa. Dasar orang tua," dengus Silla. Kemudian, Silla kembali melihat - lihat beranda di **, dia selalu melirik cogan yang menghiasi berandanya... Siapa tau ada cowok ganteng yang nemplok jadi jodohnya. Saat dia masih senyum sendiri melihat ponselnya, tiba - tiba.. Bruk Seseorang menyenggol mie gelas milik Silla. Sehingga airnya jatuh ke pahanya dan merembas dicelananya. Wanita itu refleks berdiri dan membersihkan celananya dengan tangan. Pahanya terasa panas sekali, membuat wanita itu mulai mengomel sangat kesal. "Akh, sial. Kalau punya mata lihat - lihat dong!" protes Silla sambil membersihkan celananya dari tumpahan kuah mie gelas. Setelah bersih, dia menatap tajam ke arah pria paruh baya yang menyenggol mie gelasnya. Sementara pria paruh baya itu bersikap santai didepannya. "Makanan saya jatoh kan, ini semua karena Bapak! Mata nggak dipake bener. Punya dua mata itu fungsinya bukan buat ngintip rok orang Pak, pake buat lihat, supaya hati - hati juga dong!" teriak Silla yang tersulut emosinya. Orang - orang sekeliling mulai menatap kearah Silla dan berbisik - bisik. Silla mah tidak peduli, dia tidak salah sama sekali. Kenapa harus takut? "Maafkan saya Nona, saya tadi berdesakan sehingga tidak sengaja menyenggol cup milik Nona dan akhirnya tumpah mengenai baju Nona." "Helow Bapak, dikira ini bis kota apa desak - desakan. Nggak usah bohongin gue deh Pak, gue ini ratu bohong, jadi kagak bisa dibohongin macem begitu gue udah paham. Macem - macem gue sikat lo Pak, untung tua!" dengus Silla. "Kan saya tadi sudah minta maaf, kamu anak yang lebih muda tidak sopan sekali kepada orang yang lebih tua!" pria itu tersulut gantian emosinya. Mendengar ucapan pria baya itu intonasinya meninggi, Silla kemudian menyalak seperti anjing harder. Dia menatap tajam tidak suka pria tua didepannya ini. "Bukan masalah umur disini Pak, mau saya tua, mau saya muda, tidak ada masalah sama sekali. Yang salah disini adalah Bapak!" "Loh, kenapa kamu jadi sewot menyalahkan saya. Saya tau saya salah, saya sudah bilang tidak sengaja menyenggol cup mie gelas kamu. Kenapa seenaknya kamu menuduh orang yang lebih tua seperti itu, tidak sopan!" ucapnya sambil melihat Silla tajam. Silla tidak terima dimarahin, kemudian balik memarahi pria tersebut, dia berkacak pinggang kemudian berdecih, "Orang saya jelas - jelas liat nggak ada acara desak - desakan seperti apa yang Bapak bilang, mau ngibulin saya begitu? Saya tau ya Bapak, dari tadi Bapak ngintip dalaman Mbaknya yang pake rok mini pink itu kan? Dasar m***m!" Orang - orang yang mendengar perdebatan Silla dan pria baya itu semakin berbisik - bisik, bahkan memvideo dari ponsel mereka. Entah itu menyalahkan siapa atau membela siapa, dia juga tidak tau. "Mana ada, jangan sembarang omong kamu!!" "Loh, saya jelas - jelas liat Bapak dari tadi berusaha membuka rok Mbaknya tadi lo. Pak itu namanya pelecehan seksual secara tidak langsung. Kalau Mbaknya nggak berkenan, Bapak bisa masuk penjara lo. Pake ngelak lagi! Udah tua itu banyakin ibadah Pak, biar nggak masuk neraka ck ck." Pria yang terus Silla sudutkan, dia merasa geram hampir memukul Silla. Tapi, sebuah tangan kekar menahannya sehingga tangan pria itu tidak jadi memukul wajah mulus milik Silla. "Sesuai hukum, tindakan pelecehan seksual dan kekerasan yang anda coba lakukan kepada istri saya dapat saya perkarakan ke pengadilan," katanya dingin sambil mencengkram erat tangan pria itu. Silla mendongak melihat siapa pahlawan kesiangan yang membelanya seperti ini. "Pak Louis?" gumam Silla. Pria itu nampak tak suka mendengar ucapan Louis. Kemudian dia menyentak tangan Louis kasar, dan merapikan jas yang dia pakai. "Jangan kurang ajar kamu ya, sama saya!" kata si Bapak, sambil menatap Louis dengan tatapan permusuhan. "Saya hanya melakukan tugas saya sebagai suami. Yang seharusnya marah disini adalah saya. Bapak mengganggu istri kecil saya," kata Louis dingin. "Siapa kamu beraninya ikut campur dengan urusan saya!" Louis hanya tertawa menanggapi ucapan omong kosong pria yang dihadapannya ini. "Saya pemilik Supermarket ini, dan juga suami wanita yang berada disamping saya." Silla mengerjapkan matanya tidak percaya mendengar ucapan Louis. Dia benar - benar heran ada apa dengan dosen sialannya itu? Apakah kepalanya habis terbentur, atau otaknya jatuh dijalan tadi? Ataukah otaknya jenuh dengan sikap buruk si dosen itu, sehingga memutuskan untuk pergi darinya. Entah. Lalu dengan percaya dirinya, Louis merangkul bahu Silla yang mungil. Dia tersenyum tipis menatap wanita yang ada didekapannya, yang mungkin marah padam mendengar kesombongan dan kebohongan dari Louis. "Hanya pemilik supermarket saja bangga! Saya bisa membeli supermarket ini, asal kamu tau!" teriaknya. "Wow, sayangnya saya tidak ingin menjual properti milik saya untuk orang seperti anda." Double kill! "Sombong sekali kamu, beraninya kamu macam - macam dengan saya. Saya adalah pemilik hotel ternama di Jakarta!" "Hotel mana? Saya bahkan pemasok saham diseluruh hotel yang ada di Indonesia," kata Louis santai. Rahang pria itu mengeras, sementara Louis tenang setenang air comberan. Mereka terus saja, beradu mulut saling menyombongkan diri. Silla hanya memutar bola matanya jengah mendengar kesombongan para pria tua ini. "Stop!!!!" teriak Silla. Silla kemudian melepas rangkulan dibahunya dan maju menunjuk pria bertopi hitam yang sebelumnya adu ribut dengannya. "Mau Bapak sekaya apapun, tindakan kriminal tetaplah tindak kriminal! Presiden pun kalau dia korupsi, bisa dilengser jabatan terus dipenjara. Jadi gausah ngomong ngotot sampe berotot gitu dong Pak lehernya, tetep aja Bapak yang salah titik!" "Anak kecil ikut ngomong kamu!" "Enak aja anak kecil, saya udah gede. Gede banget malah." "Mana, kok yang saya liat datar?" tanya Louis dengan polos. "Ish, ya umurnya lah! Dikira jidat saya apa!" kesal Silla. Orang lagi serius - seriusnya, masih sempet diajak bercanda. "Terus mau kalian apa ngepung saya begini? Saya adalah orang yang sangat sibuk asal kalian tau. Membuang - buang waktu saya tidak berguna!" "Helow, dikira saya nggak sibuk apa? Saya juga sibuk ngurus skripsi saya Pak.. yakin sibuk? Oh iya, sibuknya ngintip rok orang haha. Bilang aja Pak, pake sok - sokan, hilih!" ucap Silla meminyi - minyikan bibir. "Jaga mulut kamu!" teriaknya hampir menampar Silla sekali lagi. Untung dengan sigap Louis kembali menangkap tangan milik pria itu. "Jaga sikap anda, didepan saya. Cukup, saya cukup sabar menghadapi anda. Keamanan, bawa pria ini keluar!!!" Beberapa keamanan supermarket datang dan menangkap pria itu. Louis mendekat sebelum keamanan menyeretnya paksa keluar supermarket. "Ingat baik - baik nama saya, saya adalah Louis Kaggen," kata Louis sambil menampilkan senyum iblisnya. Pria itu diseret keluar dengan wajah yang pucat pasi setelah mendengar Louis mengucapkan namanya. Silla sesekali melirik Louis yang masih menelpon membelakanginya. Dia mengintip sedikit, kenapa pria itu lama sekali. Padahal dia mau mengucapkan terimakasih telah ditolong. Tapi, tiba - tiba dia ragu. "Apa gue harus bilang makasih? Eh, tapi nggak mau ih entar kepalanya jadi besar kayak balon." "Eh, tapi kalau nggak ada si Bapak dosen, gue udah mati kali digebuki sama si Bapak m***m tadi. Gimana ini ini.." batin Silla bimbang. "Ekhem." Mendengar Louis berdehem, Silla jadi canggung. Dia menaikan turun alis untuk mengurangi rasa canggungnya. "Kamu anak kecil libur kuliah, bukannya belajar untuk ujian akhir malah main tidak jelas begini. Saya aduin ke orang tua kamu ya.." Mulai sudah mulut mak mak dosennya ini. Dia terus mengomel tentang kuliah kuliah kuliah. Dia saja yang kuliah santuy sekali, kenapa dia yang dosen ribet bener. Dasar dunia sudah tua... "Saya ke sini refreshing Pak, namanya juga laper. Masa saya harus belajar dengan perut kosong. Ck ck, tidak baik itu mah," alesannya. "Sekarang kamu sudah belanja bukan? Ayo, saya antar pulang." Louis main pergi begitu saja, tanpa menunggu jawaban Silla. Wanita itu masih bengong menatap punggung Louis yang semakin menjauh dipandangannya. Saat dia sadar, dia kemudian menyusul dosennya cepat sedikit berlari. Dalam diri Silla berfikir, si dosen ini sebenernya kerasukan setan atau jin, menjelma malaikag baik tiba - tiba begini. Mana pipinya ditambah merah lagi tiba - tiba. "Demi neptunus uranus dan merkurius. Kenape gue jadi kesel begindang ya kalau tuh dosen jadi sweet macem tu." "Ehh- tapi saya bawa mobil Pak, woy!!" teriak Silla saat Louis mulai membuka pintu mobil disisi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD