bc

Tuan CEO dan Nona Kentut

book_age18+
980
FOLLOW
27.1K
READ
billionaire
goodgirl
comedy
sweet
bxg
humorous
city
first love
like
intro-logo
Blurb

"Kamu teh tidur di mana tadi malam?"

"Di emperan bandara?"

"Atau di halte sana?"

"Kasihan kamu kedinginan."

"Kasihan juga kamu teh kelaparan."

Sementara Campak berceloteh berbicara, pria itu hanya diam sambil makan. Masakan yang dia makan ini terasa enak. Tak kalah enak dengan restoran mewah miliknya.

Di tengah aktivitas makan terdengar sebuah suara.

Prook!

Berhenti makan. Pria itu melirik ke arah Campak yang sedang mengusap perut sambil tersenyum kikuk padanya.

"Hehehehe." Campak terkekeh.

"Maaf, saya teh tidak tahan lagi."

"Itu bunyi kentut saya." Campak menggaruk kepalanya.

"Saya tadi makan jengkol, mungkin teh terlalu banyak, jadi banyak uap."

Pria itu memandang serius ke arah Campak.

"Saya makan semur jengkol, agak bau, yah?"

chap-preview
Free preview
Bab 1
Cempaka Jayanti, gadis Sunda berusia 24 tahun itu rebahan sambil memposting beberapa foto makanan yang baru saja dia ambil. "Ok, sekarang masukkan ke Insta, Kepiting Soka ekstra saos enam ekor plus nasi jepang dan minuman siap antar, harga satu juta tidak lebih dan tak bisa ditawar." Lalu terlihat tulisan di postingan gambar. 'Amis Amis Asup by Campak' Klik. Postingan selesai. Dalam beberapa detik saja postingan Campak–nama panggilan dari Cempaka, banyak komentar yang memesan. 'Ridwan Kamil Usro' Nama itu adalah nama orang tercepat yang memberi komentar pesanan. "Ok, pelanggan hari ini adalah Ridwan Kamil Usro." Campak memutuskan. Tak lama kemudian pesan masuk ke kotak pesan. Ridwan Kamil Usro yang mengirim pesan. 'Dek Campak, saya yang pertama komen yah, tolong antarkan makanan ke Bandara International Husein Sastranegara, pada jam 12.00.' Isi pesan yang dikirim oleh calon pelanggan Campak. Tak lama kemudian Campak membalas 'Ok. Syarat dan ketentuan berlaku, manusia hanya dapat merancang tetapi Tuhan yang memutuskan.' Balasan pesannya ini membuat pria berusia akhir 40 tahun tertawa terbahak-bahak dia tempat kerjanya. "Hahahaha!" "Beruntung aku yang komen pertama. Hari ini bisa makan makanan dari restoran Amis Amis Asup." Sementara itu Campak yang sedang rebahan melihat jam. "Sepuluh lewat lima belas menit, aing makan dulu, ah." Campak bangun dari rebahan dan mengikat rambut yang hanya sebatas leher. Dia pergi ke restoran dapur dan membungkus makanan ke dalam rantang. Sudah menjadi ciri khas dari restoran yang dia bangun sendiri. Campak menjadi pemilik restoran, koki restoran, pelayan restoran, pengantar makanan dan bahkan menjadi kasir. Di dalam restorannya itu, hanya dia seorang diri yang merangkap melakukan beberapa pekerjaan. Dia hanya memasak satu hari satu kali, setiap kali masak, harga masakan melonjak tinggi, paling murah satu juta rupiah, dan yang paling mahal tiga juta rupiah. Pelanggan akan beruntung jika Campak memasak dua kali satu hari, namun itu sangat jarang. Meskipun makanan yang dimasak oleh Campak terlihat mahal, namun ini yang sangat disukai oleh orang-orang, sebab unik. Selain itu, ada ciri khas lain dari restoran Campak, yaitu pembeli dapat memiliki rantang makanan untuk dibawa pulang, mendapatkan air minum, piring karton, sendok, dan juga gelas. Semua gratis, hal ini yang membuat harga makanan mahal. Hal lain yang unik juga adalah rasa masakan Campak yang sangat beda dengan yang lainnya. Sangat enak. Gadis asli Brebes–Jawa Tengah itu sangat pandai menarik pelanggan. Sifatnya sangat ceria dan cerewet membuat orang-orang menjulukinya sebagai ratu cerewet. Setelah membungkus makanan, Campak ingin makan. "Semur jengkol teh ngeunah, aing makan, ah." Ngeunah, bahasa Sunda kasar dari enak. Aing, bahasa Sunda kasar dari saya. Campak mengambil nasi dan semur jengkol. Gadis itu duduk di kursi dan meja pantry restorannya lalu makan dengan lahap, di pertengahan makan terdengar sebuah suara. Brruub! Campak berhenti mengunyah, dia mengusap perutnya. "Huh, kamu teh keluar sembarangan, aing lagi makan atuh." Campak merutuk. "Kamu teh baong atuh." Kamu bandel, dalam bahasa Sunda. Suara yang muncul tadi adalah suara yang berasal dari p****t Campak. Kentut. Gadis itu kentut. Setelah mengusap perutnya, Campak melanjutkan makan. "Alhamdulillah, selesai makan juga." Campak bernapas lega. Tak lupa mencuci piring yang dia makan menggunakan piring itu lalu mandi. Sudah jam setengah dua belas siang, jadi dia harus segera pergi mengantarkan pesanannya. Setelah Campak mandi, dia sudah siap dengan Celana jeans biru muda, blus warna peach, gaya rambut bob tanpa poni, tas ransel hitam berukuran sedang di belakang dan sepatu sneaker. "Ok. Cempaka Jayanti dari Amis Amis Asup, siap!" seru Campak bersemangat. Hari ini dia akan mendapatkan satu juta dari masakan yang dia masak. Campak keluar dari restoran, dia menenteng tas kain biru yang berisi makanan pesanan. Setiap hari dia akan bepergian dengan angkot atau grab. Itu transportasi yang cukup murah dan sehat di dompetnya. Jam setengah dua belas siang, matahari sangat ganas hari ini. Pancaran panasnya membakar sampai ke kulit kepala Campak. "Panas euy, kemarin hujan, banjir, sekarang teh panas, aing bingung, apa teh mau alam. Tahu gini aing bawa topi, mana keringatan, udah abis mandi, bau parfum, eh sekarang malah bau keringat." Campak mengomel sepanjang jalan. "Ini juga angkot-angkot di kota Bandung pada kemana atuh. Lama sekali." "Kota besar seperti ini masa tidak ada angkot?" "Banyak ribuan angkot, hari ini teh pada ke mana?" "Mana sudah jam dua belas siang atuh." "Aing teh mau bawa pesanan." "Satu juta hari ini." "Apa aing salah nunggu jalur angkot?" "Masa sih? Bener ah." "Angkot, kamu di mana?" Gadis 24 tahun itu mengomel sambil menunggu angkot. Karena banjir, beberapa jalan sedang dibersihkan, kemarin hujan sangat lebat hingga banjir, lumpur merayap menutupi jalan raya. Sementara itu pada waktu yang sama, seorang pria berusia 34 tahun berjalan keluar dari gedung bandara sambil melihat serius layar ponsel. Dia baru saja turun dari pesawat pribadinya, pria itu menunggu sang supir yang sangat terlambat menjemputnya. Saat berjalan keluar dari gedung bandara, tak sadar bahwa dia sudah agak menjauh dari gedung bandara, tak memperhatikan jalan dan …. Bruk. Cemplung. Masuk got. Tak berapa lama pria itu masuk ke dalam selokan air, dia bangkit dan berdiri keluar dari got. Becek dan bau. Sungguh sial hari ini. Sudah telat dijemput oleh supir, jatuh ke kubangan air got berlumpur pula. Orang-orang yang berlalu lalang hanya memandangi dia, ada juga yang tertawa diam-diam, ada yang tidak mempedulikan sama sekali. Namun, pria itu hanya diam saja tak melirik ke arah orang-orang. Setelah setengah jam kemudian, pria itu masih duduk di pinggir saluran got dengan penuh becek yang telah mengering karena panasnya terik matahari yang menjemurnya bagai ikan asin. Campak datang dari arah berlawanan dari gedung bandara. Ketika dia melewati saluran got, dia menoleh ke arah pria yang duduk di pinggir selokan. Dalam pikiran Campak, dia sangat iba pada pria yang duduk itu. Ini pasti pengemis yang tidak punya rumah. Sangat kumal dan tak mandi karena tak punya uang. Pikir Campak. Campak mendekat ke arah pria itu, tatapan keduanya saling beradu. Campak tersenyum ceria. Dia menyodorkan tas kain makanan ke arah pria itu. "Kamu pasti lapar, ini makanan untukmu." Pria itu hanya memandang diam ke arah Campak. Campak memutuskan untuk memberi pria itu makanan karena dia merasa iba, niat awalnya telah dia lupakan. Campak tahu, pria 'gelandangan' itu pasti ragu dengan makannya. "Tenang, makanan ini adalah rejekimu hari ini, ini tidak ada racun, ayo ambil." Hati baik Campak telah timbul, dia tak bisa melihat orang kesusahan dan kelaparan. Pria itu tetap tak menanggapi, dia hanya melihat datar ke arah Campak. Campak berpikir pria 'gelandangan' itu malu, jadi dengan senang hati Campak maju dan merangkul pria itu tanpa takut akan rasa kotor. Campak mendudukkan pria itu di pinggir got lalu membuka makanan yang telah dia bungkus untuk calon pelanggannya. Gadis itu tidak ingat lagi mengenai calon pelanggannya yang merupakan kepala bandara itu sedang menunggu makanan dari Campak. Pria itu hanya melihat ke arah makanan tanpa menerima makanan itu dari Campak. Campak melihat tangan pria itu, dia tersenyum lalu berkata, "Jangan khawatir kalau tangan kamu kotor, aku bawa sendok. Nah, ini dia sendoknya!" Campak memperlihatkan sendok plastik ke arah pria itu lalu menyodorkan makanan ke atas pangkuannya. Pria yang tercebur di dalam got itu hanya melihat makanan tanpa niat untuk memakan makanan itu. Dalam pikiran pria itu, tak pernah ada orang sebelumnya yang merangkulnya santai sambil memberi makanan. Kryuuk kryuuk. Suara misterius terdengar dari dalam perut seseorang. Campak dan pria itu melihat ke arah perut pria itu. "Makanlah, kamu lapar. Tidak apa-apa, tidak bayar makanan itu, itu makanan punyaku." Karena merasa lapar tiba-tiba, pria itu menyendokkan nasi dan kepiting soka ke dalam mulutnya. Mungkin karena bau dari kepiting Soka sangat menggugah selera, jadi para penghuni di dalam perutnya demo ingin makan. Gerakan yang sangat anggun saat Campak melihat 'pria gelandangan' itu makan. "Kasihan sekali kamu, saking terlalu lapar sampai lemah lembut layu begitu menyendok makanan ke dalam mulut," ujar Campak iba. Campak mengira, mungkin karena pria itu terlalu lapar, jadi dia tak kuat menyendokkan nasi ke dalam mulut. Pria itu hanya makan sambil melirik Campak yang sedang tersenyum dan berceloteh. "Makan, ayo makan banyak." "Bandung teh hujan kemarin. Sekarang panas begini. Rumah orang-orang banjir. Jalan raya penuh becek, saluran got penuh becek. Kamu teh juga penuh becek. Kasihan sekali tidak punya rumah." "Kamu teh tidur di mana tadi malam?" "Di emperan bandara?" "Atau di halte sana?" "Kasihan kamu kedinginan." "Kasihan juga kamu teh kelaparan." Sementara Campak berceloteh berbicara, pria itu hanya diam sambil makan. Masakan yang dia makan ini terasa enak. Tak kalah enak dengan restoran mewah miliknya. Di tengah aktivitas makan terdengar sebuah suara. Prook! Berhenti makan. Pria itu melirik ke arah Campak yang sedang mengusap perut sambil tersenyum kikuk padanya. "Hehehehe." Campak terkekeh. "Maaf, saya teh tidak tahan lagi." "Itu bunyi kentut saya." Campak menggaruk kepalanya. "Saya tadi makan jengkol, mungkin teh terlalu banyak, jadi banyak uap." Pria itu memandang serius ke arah Campak. "Saya makan semur jengkol, agak bau, yah?" tanya Campak sambil mengibas-ngibaskan udara di sekitarnya agar tidak mendekat ke arah pria itu. Pria itu tersenyum lalu tertawa. "Pffthahahaha!" Mendengar pria itu tertawa, Campak ikut tertawa. Pertama kali. Untuk pertama kalinya pria 34 tahun itu tertawa. Beberapa menit kemudian selesai makan. "Mari rantangnya. Wah, kamu teh makan semua kepitingnya. Nasinya juga Habis. Hebat!" Campak menaikan dua jempol ke arah 'gelandangan' itu. Dia merapikan rantang dan peralatan makan. Setelah itu Campak berdiri dan menarik tangan pria itu. "Ayo ikut saya." Pria itu hanya mengikuti kemana Campak membawanya. "Kita naik angkot saja." Saat Campak dan pria 'gelandangan' itu telah menaiki angkot, seorang pria berusia 50-an terlihat panik. "Aduk Pak Akbar. Mati aku!" pria itu menggaruk kepalanya sambil mengacak-ngacak rambutnya frustasi. "Aku akan dipecat!" ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook