Bagian 2 Vino

2146 Words
    "Bagaimana rasanya ketika kita merasa senang dengan satu hal yang pada akhirnya juga akan membuat kita sakit, menyakitkan bukan?" ******************** Getaran yang berada dimeja samping tempat tidurnya membuat Ana menoleh, ternyata Iphonenya bergetar. Tanda ada pesan masuk, ia mengambil iphonenya sambil mengecek siapa yang baru saja mengiriminya pesan. Ternyata pesan dari Vino. Buka aplikasi chat berwarna hijau itu. LINE Vino | Besok pagi gue jemput. 19.20 Ana menatap pesan dari Vino sembari mengernyitkan dahinya heran, kenapa cowok ini tumben sekali ingin menjemputnya?  Bukan kah cowok ini tadi di sekolah memarahinya lalu ini apa? Kenapa Vino tiba-tiba mengirim pesan seperti ini? Pertanyaan-pertanyaan mulai muncul dibenak Ana. Bunyi notifikasi Line kembali membuat Ana menatap aplikasi chat berwarna hijau itu kembali. Vino cowok itu kembali mengiriminya pesan, padahal Ana belum sempat pesan Vino yang pertama. | Gak usah banyak mikir, besok gue jemput pokoknya! 19.22 Ana mengetik balasan untuk pesan itu. Iya. | 19.22 Baca. Ana tidak setuju untuk menolak tawaran dari Vino, hanya saja Ana heran mengapa seorang Vino tiba-tiba saja ingin menjemputnya setelah tadi pagi cowok itu membentaknya. Bukankah itu terlihat Aneh? Ana kembali meletakkan Iphonenya kembali ke atas nakas, sepertinya Ana harus berpikir positif terhadap Vino. Mungkin saja Vino ingin memperbaiki hubungan dengan Ana atau bahkan cowok itu ingin minta maaf kepada Ana karena sudah memarahi Ana tadi di sekolah? Mungkin saja seperti itu. Ya anggap saja seperti itu, mari berpikir positif Ana. ******************** Ana menoleh ke arah jam dinding yang berada di atas meja riasnya itu, pukul menunjukan jam 06.00 pagi. Ternyata masih pagi tapi Ana sudah siap dengan seragam sekolahnya, wajahnya terlihat di wajah hama. Wajahnya terlihat sedikit bengkak. Mungkin karena Ana kurang tidur, memang beberapa hari ini tugas dari sekolahnya sangat banyak hingga membuat Ana mau tidak mau harus begadang untuk mengerjakan tugasnya itu. Ana mengambil tas ranselnya lalu mel membiarkann di pundaknya. Baru saja Ana buka pintu kamar tapi kamar kamarnya tiba-tiba saja di buka oleh seseorang dari luar, lalu pria paruh baya yang sedang tersenyum menatap Ana. “Ah Bi Mirna,” ucap Ana kaget. “Eh Bibi ngangetin non ya? Maafin bibi ya non, ”ucapnya tak enak. “Gak apa-apa kok Bi, Bibi ngapain kesini?” tanya Ana bingung, karena memang tidak biasanya Bi Mirna ke kamar saat pagi-pagi seperti ini. “Oh itu non, di bawah ada den Vino,” katanya membuat Ana membelalakkan kedua matanya tak percaya dengan ucapan pembantu rumah tangganya ini. "Apa, Vino sudah sampai? Kenapa cepat sekali?" batinnya bertanya. "Non," panggil Bi Mirna membuat Ana refleks langsung menoleh. “Ah iya Bi, Aku turun sekarang,” katanya, lalu berjalan melewati Bi Mirna untuk menemui Vino. Ana tidak tahu kalau cowok itu akan menjemputnya sepagi ini, padahal jarak rumah Ana dengan sekolah tidak terlalu jauh hanya berkisar 10 menit. Vino bisa saja menjemput Ana jam setengah 7 bukan? Tapi kenapa Vino malah menjemput Ana sepagi ini. Langkahnya terhenti menatap pemandangan yang berada tidak jauh dari hadapannya ini. Vino cowok itu sedang mengobrol dengan keluarga sembari tertawa. Ana tersenyum tipis, lalu kembali menuruni anak tangga terakhir penjara. “Seperti keluarga bahagia,” batinnya. Mereka masih belum menyadari kehadiran Ana disana, Ana memilih untuk mendekat ke arah meja makan keluarganya. “Vin,” panggil Ana membuat orang yang ia panggil langsung menoleh sembari tersenyum. Apa Ana tidak salah lihat? Vino baru saja tersenyum ke arahnya? Ini adalah senyum pertama yang cowok itu tunjukkan setelah mereka bertunangan, Vino selama ini selalu menunjukan raut wajah datar dan dingin kepada Ana. Tapi sekarang Vino tersenyum ke arah Ana, bukankah itu terlihat sedikit aneh untuk Ana? Baru kemarin Vino membentaknya dan membuat Ana menangis tapi hari ini? Vino membuat Ana senang dan bahagia. Semudah itu Vino membuat suasana hati Ana baik dan semudah itu pula Vino membuat suasana hati Ana hancur. “Udah siap?” tanyanya. Ana hanya menganggukan sebagai jawaban pertanyaan dari Vino. “Yaudah yuk berangkat," ajaknya lalu berpamitan kepada kedua orang tua Ana dan juga kak Elena. "Hati-hati," ******************** ANA POV. Aku melihat ke sekeliling dengan kening yang berkerut, ini seperti bukan jalan yang sering ia lewati untuk pergi ke sekolahnya. Benar saja ini bukan jalan untuk pergi ke sekolahnya. Ana langsung menoleh ke arah cowok yang ada di sampingnya yang sedang fokus menyetir, “Vin ini kan bukan arah ke sekolah kita,” tanyaku bingung. “Emang bukan,” jawabnya santai tanpa menoleh ke arahku. “Terus kita ngapain lewat jalan ini,” tanyaku lagi. Vino langsung menoleh ke arahku dengan tatapan kesal, “Bisa diam gak sih loh!” katanya kesal dengan pertanyaanku. “Tapi Vin-“ perkataannya terhenti ketika mobil yang di kendarai Vino tiba-tiba saja berhenti di sebuah rumah minimalis berpagar putih yang ada di lapangan itu. Vino cowok itu berjalanan keluar dari mobilnya menuju ke rumah berpagar putih itu. Ana tidak tahu itu rumah siapa dan alasan kenapa Vino membawanya ke rumah orang bahkan tidak Ia tahu ini. Pertanyaan Ana terjawab, ketika seorang perempuan yang sebaya dengan nya baru saja keluar dari rumah berpagar putih tersebut. Perempuan itu adalah “Kaniya,” ucapnya terkejut. "Kenapa Vino membawa Ana kesini?"  Sibuk dengan pikirannya tanpa Ana sadar pintu mobil tiba-tiba terbuka membuat Ana refleks menoleh ke arah pintu mobil yang menampakan Vino dan juga Kaniya. “Turun,” perintah Vino dingin. "Tapi Vin-" “Duduk belakang,” Vino menyela ucapannya yang membuat Ana menghela napas kasar. Ana hanya bisa menurut lalu beranjak dari kursi depan dan pindah ke kursi belakang. Aku memandang dua orang yang sedang mengobrol di depanku dengan malas, mereka berdua tak memperdulikannya yang sedang menatap kesal ke arah mereka berdua. Mereka berdua bahkan bahkan seolah-olah tidak ada Ana disana. Sangat menyebalkan sekali. Baru beberapa menit yang lalu Vino membuat Ana senang karena ekspedisi senyuman, tapi sekarang Vino cowok itu membuat mood Ana hancur. Vino memang selalu membuat mood Ana hancur dalam sekejap. Apa Vino sengaja melakukan ini? Apa alasan Vino mengajak Ana untuk menjemput Kaniya? Pertanyaan-pertanyaan mulai muncul dibenak Ana. Apa Vino sengaja ingin membuat Ana kesal? Kalau benar seperti itu maka Vino telah berhasil karena sudah membuat Ana sangat kesal hari ini. ******************** Pasang Semua mata langsung melihat ke arah mereka bertiga, semenjak Ana turun dari mobil Vino, diikuti Kaniya dan juga Vino. Tatapan yang mereka tujukan untuk mereka bertiga bermacam-macam, ada yang menatap dengan tatapan tajam dan ada juga yang menatap dengan tatapan bingung. Ana tak memperdulikannya, selagi itu tidak mengganggunya Ana tidak akan mengambil pusing akan hal itu. Ana menoleh ke arah Vino yang sedang menatap Kaniya dengan senyum manis diwajah tampannya, "Aku duluan ya, makasih udah nebengin," ucap Ana membuat Vino dan juga Kaniya menoleh. Vino menatap Ana dingin, "Kalau bukan karena papa, ogah banget gue jemput loh," balas Vino sinis. Ana terdiam mendengar ucapan Vino, Jadi Vino menjemputnya karena suruhan dari Om Wijaya? bukan karena kemauan Vino sendiri? Rasanya sangat menyakitkan hati akta ternyata Vino tidak benar-benar ikhlas menjemputnya. Untung Kaniya gak masalah berangkat bareng loh, "ucapnya lagi membuat Ana menatap Vino bingung, tak mengerti apa maksud dari ucapan cowok itu. " Loh harus terima sama sama Kaniya, karena mau berangkat bareng loh. Gue sebenarnya ogah berangkat bareng loh tapi karena Kaniya bilang gak masalah nyenangin loh sekali-kali, jadi gue mau deh jemput loh, "sambungnya membuat Ana tidak percaya dengan ucapannya. Apa Vino mengatakan dia menjemput Ana Kaniya yang menyuruhnya? Menyenangi Ana sekali-kali? Bahkan Ana tidak senang sama sekali, Kaniya hanya mendengar perkataan Vino kepada Ana. Kaniya menatap Ana sekilas lalu kembali menatap ke arah Vino, "Udah gak apa-apa, dia kan tunangan kamu. Udah seharusnya kamu baik sama dia," kata Kaniya membuat Vino tertawa, "Sorry, gue gak pernah ngakuin dia sebagai tunangan gue tuh, "desisnya sinis dengan menatap tajam kevarah Ana. Ana memejamkan matanya ketika mendengar perkataan Vino dan juga Kaniya yang mengatainya, rasanya sangat menyakitkan tapi Ana tidak boleh terpancing emosi. Dia harus tetap sabar untuk menghadapi perlakuan semena-mena Vino dan juga Kaniya terhadapnya. Ana menatap Kaniya dengan senyum lebar, "Oh gitu ya, yaudah makasih banyak ya Kan, udah berbaik hati nyuruh Vino buat jemput gue," lalu beralih menatap Vino yang sedang menatapnya dingin, "Dan makasih juga udah berbaik hati buat nebengin aku, sebenarnya gak usah repot-repot. Aku bisa bawa mobil sendiri kok, "ucapnya membuat Vino menatap tajam ke arah Ana, perkataan Ana seperti menyindir Vino dan juga Kaniya. "Gak bersyukur loh jadi orang, bukannya loh senang gue jemput?" sungutnya sinis. Ana tersenyum, "Iya, aku senang banget. Makanya aku kasih, sama kamu Vin, Ohya aku duluan ya. Udah mau bel kayanya," setelah kata itu Ana berjalan melewati menunggu menunggu jawaban dari terlebih dahulu, mereka berdua tidak menggunakan perkataan Ana, baik Vino dan juga Kaniya tahu kalau perkataan Ana itu seperti menyindir mereka secara halus. "Dasar cewek gak tahu terima kasih," ucap Vino geram melihat Ana yang sudah berjalan menjauh dari hadapannya itu. Ana menepuk dadanya pelan, rasanya sangat menyakitkan. Why Vino selalu membuat Ana terluka dengan perkataan dan perlakuan Vino terhadapnya? Sebenci itukah Vino terhadap Ana, hingga membuat Vino tak pernah sedikit pun berbaik hati kepadanya? "Untuk kali ini jangan menangis An, Bertahanlah," lirihnya dengan tangan yang mengepal menahan rasa sakit. Ana sangat ingin menangis tapi dia tidak mau orang-orang melihatnya, apalagi melihat Ana terlihat lemah. Ana tidak ingin mendapat tatapan iba dari orang-orang, Ana benci tatapan itu tertuju runtuh.  ******************** "Ih apaan tuh si cewek j****y deket-deket sama Vino," ucap Zaza kesal melihat pemandangan yang tidak jauh dari hadapannya itu, Ana tak menanggapi ucapannya membuat Zaza menoleh ke arah sampingnya. Ana cewek itu sedang sibuk memainkan ponselnya, tanpa mendengarkan omongannya. "An," panggil Zaza, membuat Ana mengalihkan tatapannya dari ponsel, lalu menatap Zaza dengan alis yang terangkat, "Loh gak cemburu apa liat mereka berdua tuh?" Lalu mendorong wajah Ana untuk menghadap ke arah depannya, Dipojok kantin terlihat Vino dan juga Kaniya yang sedang mengobrol sembari tertawa. Ana hanya memperhatikan mereka berdua, tanpa berniat untuk mendekatkan ke arah mereka. Hanya Ana cewek yang memilih diam ketika tunangannya berhubungan dengan cewek lain selain dirinya, hanya Ana juga yang akan memilih diam ketika diperlakukan semena-mena dan memilih untuk melupakan. Hanya Ana cewek bodoh yang akan menerima semua itu dengan lapang d**a tanpa berniat memberontak sama sekali. Zaza berdecak kesal ketika melihat Ana yang hanya diam saja melihat Vino dan juga Kaniya yang sedang bermesraan di hadapannya itu tanpa berniat untuk menghampiri mereka berdua, "Samperin gih An, labrak dong. Tunangan loh itu didekatin sama Kaniya," celetuk Zaza kesal. Ana menoleh mendengar ucapan Zaza, raut wajah Zaza terlihat kesal sekali, "Kenapa sama muka loh? Kok kesal gitu," tanya Ana mengalihkan pembicaraannya, membuat Zaza memutar bola matanya jengah dengan sikap polos dan menyebalkan Ana, "Gue tuh gemes banget sama loh ya An, rasa pengen gue cekek tahu gak sih loh! " rutuknya kesal. Ana mengeryitkan dahinya bingung, "Kok gitu? Emang gue salah apa sama loh, sampai loh mau nyekek gue?" tanya Ana bingung. Zaza menghela napasnya kasar, "Terserah loh aja deh An, susah emang kalau berhadapan sama manusia purba kaya loh," "Enak aja loh," balas Ana tak terima dengan perkataan Zaza barusan, cewek imut kaya Ana gini dibilang manusia purba. Mana bisa terima dia. Zaza memutar bola matanya malas, "Loh sih ngeselin banget jadi orang," sungut Zaza kesal karena kepolosan Ana, Zaza heran Ana memang polos atau hanya berpura-pura polos. Padahal perkataannya sudah sangat jelas sekali kalau Ia ingin Ana menghampiri Vino dan juga Kaniya, tapi Ana dengan raut wajah yang menyebalkan itu malah bertanya kenapa. "Kan gue gak ngerti loh ngomong apa Za," Ana membela diri. Zaza berdecak kesal, "Lupain aja, anggap aja gue gak pernah ngomong apa-apa," Ana mengangguk mengiyakan, "Oke," Zaza menatap Ana tak percaya, semudah itu Ana melupakannya? Apa Ana benar-benar sepolos itu? Kenapa Ana sangat menyebalkan sekali hari ini. Sabar Za, Sabar. Orang cantik harus sabar gak boleh emosi, otak Ana mungkin lagi geser ke kiri makanya tingkahnya sangat menyebalkan hari ini. "Untung sahabat, kalau bukan udah gue pites loh lama-lama," batin Zaza menggerutu kesal melihat Ana yang bahkan tidak peduli sama sekali dengan ucapannya tadi. ******************** Ana tersenyum melihat orang yang sedang berjalan membelakanginya itu, "Kak Elena," teriak Ana memanggil Elena saudaranya, Elena menoleh ke sumber suara sambil membalikan tubuh kearah belakang. Elena Menatap datar orang yang sedang mendekat ke arahnya itu. Ana cewek itu yang baru saja memanggil namanya. “Kakak mau pulang? Aku nebeng ya,” ucap Ana dengan senyum diwajahnya. Enggak," sela Elena cepat membuat cewek di hadapannya terdiam, "Pulang sendiri, gue ada urusan, "katanya lagi, lalu pergi begitu saja meninggalkan Ana yang masih terdiam dengan ucapannya. Ana menatap punggung saudaranya dengan sedih, selalu seperti itu. Elena kakaknya itu tidak pernah ingin pulang bersama. Selalu ada alasan, Ana tahu kakaknya itu sedang menghindar. Lebih tepatnya berusaha untuk tidak berhubungan dengan Ana lagi. Sangat menyakitkan bukan? Mengetahui fakta bahwa ternyata keluarga dan saudaramu berusaha untuk memutuskan hubungan denganmu secara perlahan. Sejak kejadian dua tahun yang lalu, hubungan Ana dan keluarganya memang tidak baik, Ana tidak tahu mengapa, sikap mereka seperti menyalahkan Ana atas kematian Arya saudara kembarnya. Hari ini adalah hari yang sangat menyedihkan untuk Ana, saat pagi tadi Ana sudah dibuat sakit hati karena perkataan Vino, dikantin harus melihat pemandangan yang membuatnya semakin sakit dan sekarang Ana harus menerima penolakan dari saudaranya sendiri. "Tidak apa-apa untuk hari ini Ana merasakan kesedihan, tapi Ia harus yakin dihari berikutnya dia akan merasakan kebahagiaan, Semangat Ana," Ana menyemangati dirinya sendiri dengan tangan yang menggepal didepan d**a.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD