After "us" | 2

1213 Words
"Lo katain cewek gue murahan? Mau mati disini sekalian lo? Cuma sampah pengecut yang ngatain cewek yang dia suka 'murahan', Munafik!" -Rafa Aditya- "Anterin gue pulang Vid!" ucap Naya pada David yang kini sudah di gerbang. David terlihat bingung. "Naik!" Ucap David akhirnya. Mereka melaju cepat karena Naya yang memintanya demikian. Sementara Rafa melajukan motornya lebih cepat, mencoba menyusul gadis itu, Naya masih seperti biasanya, ia malas mendengarkan penjelasan. Seperti sekarang, ketika Rafa akan menjelaskan, ia pergi. Namun, gadis mana yang tidak berpikir negatif ketika melihat kejadian seperti itu? *** Naya membanting keras tasnya ke atas kasur. Pelupuk matanya sudah penuh oleh air yang akan tumpah dalam satu kali kedipan. Pikirannya berpikir segala sesuatu yang tidak ia pikirkan sebelumnya. Tokk.. Tok.. Tok... Naya melirik ke arah pintu kamarnya yang tertutup rapat. Ia mengabaikannya, dan tak lama suara deritan pintu yang terbuka terdengar. "Hei," sapa cowok itu ketika mendapati Naya terduduk di atas kasur. "Mau apa lo?" Tanya Naya ketus. Rafa melangkahkan kakinya mendekat, menggeser kursi yang berada di depan meja rias Naya dan mendekatkannya ke samping kasur. "Mau bicara sama cewek gue yang lagi ngambek," ucap Rafa menumpukan dagunya di atas tangan. "Gue gak mood bicara," ucap Naya masih tidak melirik Rafa. "Gak apa-apa, kan aku yang mau bicara, kamu cukup dengar aja." Naya memutar bola matanya, tidak merespon kali ini. "Naya, jangan mikir yang aneh-aneh dulu, k--" "Gimana gue gak mikir yang aneh! Lo emang mau gue nyium cowok lain? Gak kan? Sama aja! Gue juga gak mau kalo ada cewek yang nyium lo! Gue gak suka!" Rengek Naya, "Bukan gitu, kejadiannya gak kaya gitu, a--" "Keluar Rafa!" lagi-lagi, belum sempat Rafa meneruskan kaliamatnya, Naya memotong. Ia lelah, ia butuh waktu untuk sendiri. Cukup hari ini moodnya hancur. Rafa bangkit dari tempat duduknya, menggeser kursi yang sebelumnya ia pakai kembali ke tempat semula dengan kasar. Tanpa sepatah katapun, ia keluar kamar Naya. Suara motor yang meraung minta di kendarai kini terdengar nyaring, tak lama setelah bunyi keras itu, suasana kembali hening. Kini Naya sedikit terisak, hari ini ia letih, napasnya ia atur sebisa mungkin. Sesak di dadanya semakin terasa berat. Ia menghirup udara sebanyak mungkin, tangannya menggapai tabung oksigen di atas nakas. Pandangannya memburam sesaat, kemudian kembali jelas, buram lagi, kemudian gelap. *** "Rafaaaaaaa!" Teriak Alya yang melepas earphone yang sedang Rafa pakai. "Berisik!" Ucap Rafa tidak minat, semenjak kejadian kemarin, Rafa tidak menghubungi Naya, ia tau Naya butuh waktunya sendiri. Namun sampai hari ini, Naya belum juga ada kabar. Termasuk kenapa hari ini ia tidak masuk. "Naya masuk rumah sakit!" Ucap Alya mengipaskan tangannya. Rafa mencerna kata-kata Alya, "boong?" Tanya Rafa menaikan sebelah alisnya. "Ish lo! Gue mau ke rumah sakit pulangnya!" Ucap Alya kesal. "Rumah sakit mana?" Tanya Rafa santai. "Rumah sakit yang deket komplek rumah Naya, gue lupa namanya," ucap Alya masih terlihat panik. Rafa menganggukan kepalanya pelan, ia mengambil tas kemudian beranjak dari tempatnya duduk. "Andi gue balik! Sampein salam gue buat Bu Koma!" Ucap Rafa kemudian hilang di balik pintu. Rafa berjalan menuju parkiran, kemudian menyalakan mesin motornya, melewati pos satpam tanpa dosa, dengan Mang Ujang yang di embel-embeli rokok keretek satu bungkus. Ia menjalankan motornya dengan cepat, jalanan tidak sepadat biasanya. Mungkin karena ini masih jam 11, namun matahari siang ini bersinar terik. Rafa menghentikan motornya di sebuah gedung yang menjual bermacam buah-buahan, ia membelinya kemudian kembali menaiki motor miliknya, kembali pada jalanan yang terik siang ini. Sampailah ia di rumah sakit yang dimaksud. Rafa menyusuri lorong rumah sakit. Sebelumnya ia telah menghubungi Mama Naya, menanyakan ruangan yang di tempati gadis itu. R. Mawar 26 Rafa berhenti tepat di depan ruang mawar nomor 26. Kaya penjual baso boraks aja. Rafa mengintip dari jendela buram luar ruangan, dilihatnya seorang wanita yang ia tebak adalah ibu Naya, dan seorang laki-laki yang mencium kening Naya setelah Mama Naya berbalik. Mungkin ayahnya, pikir Rafa. Laki-laki itu menyusul langkah Mama Naya menuju pintu. Ketika akan membuka pintu tersebut, Mama Naya keluar dari dalam, dengan seseorang di belakangnya. Rafa tersenyum mendapati 'calon' nya itu, kemudian menyapa dan mencium tangannya. Namun, kening Rafa mengerut melihat seorang cowok yang kini menundukan kepalanya di belakang Mama Naya. Rahangnya mengeras melihat cowok itu, sebisa mungkin ia tidak menghiraukannya sekarang, tapi mungkin nanti, cowok itu akan mendapat lebam dari tangan Rafa. Ia masuk dan meletakan bawaannya di atas sebuah meja dekat kasur, kemudian duduk di samping seorang gadis yang sedang memejamkan Rafanya. Gadis itu terusik, kemudian perlahan bangun. "Rafa?" Ucap Naya pelan. Rafa yang semula menundukan kepala kini melihat seorang yang baru saja memanggil namanya. "Hei, kenapa?" Tanya Rafa mengusap puncak kepala gadis itu, "Gak apa-apa." Naya menggelengkan kepalanya. "Nangis ya?" Tebak Rafa, ia curiga demikian setelah tau Naya masuk rumah sakit. "Gak usah khawatir," ucap Naya mencoba tersenyum. "Kenapa gak usah? Gara-gara udah ada yang jagain?" "Ha? Siapa?" "Hmm, siapa ya?" Rafa memalingkan wajahnya, seolah ia menebak. "David?" Tebak Naya cepat. "Oh jadi namnya David," ucap Rafa menatap lekat mata gadis itu. "Ish apaan sih!" Naya kini memalingkan wajahnya. "Aku pulang ya," ucap Rafa kemudian bangkit. "Kenapa? Kenapa cepet-cepet?" "Kan udah ada dia," ujar Rafa disusul kekehan. "Maunya kamu, bukan dia." Rengek Naya. "Jangan mau di sentuh cowok lain Nay, kalau gak mau jadi murahan, nanti udah dicium dia, mau di cium siapa lagi?" Ucap Rafa masih menatap manik mata Naya dalam, dan jelas Naya dapat melihat sulutan emosi di mata Rafa. Naya diam, "maafin aku, seenggaknya kita impas," ucap Naya tajam. "Ahh impas ya? Oh impas," Rafa kembali terkekeh di akhir kalimatnya. "Cepet sembuh Nay, jangan lama-lama sakitnya, nanti aku kangen." Rafa berjalan menuju pintu keluar, Naya melihat punggung cowok itu menjauh dan menghilang dibalik pintu. Ketika akan menyalakan mesin motornya, seseorang menepuk bahu Rafa. Rafa menoleh kebelakang, dilihatnya seorang cowok yang masih memakai seragam itu, dan jelas sabuk cowok itu menunjukan sekolah yang sama, SMA Angkasa. "Bisa kita bicara sebentar?" Ucap cowok itu formal. Rafa tersenyum miring kemudian melepas helm full face nya dan turun dari motor. "Kenapa? Cari gara-gara lo sama gue?" Ucap Rafa tegas. "Gue cuman mau ngingetin, lo gak usah nyakitin Naya!" Ucap cowok itu, yang tak lain adalah David, yang mencuri kesempatan mencium kening Naya ketika Mamanya tidak melihat dan Naya sedang terbaring di rumah sakit. "Apa lo bilang? Kok gue ngakak sih anjing! Naya itu senengnya sama gue, lo siapa ha? Berani ngomong kaya gitu?" Ucap Rafa naik pitam. "Gue orang yang sayang sama dia, dan gue gak akan nyakitin dia kayak lo!" Ucap David setajam mungkin. "Lo berengsek! Lo gak pantes buat dia! Dan lo jelek! Cowok pengecut kayak lo gak mungkin bisa dapetin hati dia!" "Gak mungkin bisa? Naya itu murahan! Dia mau gue cium gitu aja!" Rahang Rafa mengeras mendengarnya, kerah David kini di genggam erat, satu tonjokan berhasil mengenai rahang David. "Anjing ya lo!" lagi, satu tonjokan mengenai David. "Lo katain cewek gue murahan? Mau mati disini sekalian lo? Cuma Sampah pengecut yang ngatain cewek yang dia suka 'murahan' munafik!" Lagi-lagi Rafa memukulinya tanpa ampun, David mencoba melawan, namun sepertinya kepalanya berdengung keras. Rafa membanting David ke aspal, napasnya memburu. "Sampah!" Ucap Rafa kemudian kembali pada motornya, ia menyalakan mesin motor kemudian melaju dengan cepat. *** Naya hanya melamun di kamarnya, sampai suara ponsel bergetar terdengar, dengan cepat Naya meraihnya. Sebuah panggilan masuk terlihat di layar ponsel Naya, ia mengerutkan keningnya setelah melihat nama yang tertera di sana. Rizal is calling... "Halo Jal, kenapa?" Tanya Naya setelah menempelkan ponselnya ke telinga. Hai Nay, apa kabar? Emm anu, gue mau minta maaf "Lah? Minta maaf kenapa?" Itu, gue duhh gimana ya ngomongnya. Jadi gini, gue takut lo sama Rafa salah paham. Jadi lipstick di pipi Rafa waktu itu, itu ulah gue, kita lagi maen TOD-an , gue dare dan disuruh nyium dia, hehe, dia ngamuk soalnya waktu tuh warna lipstick gak bisa di ilangin. Maafin gue ya Nay, nanti kalian salah paham lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD