Ayah Penyayang, Sang Mantan Pembunuh

980 Words
Sang ayah penyayang adalah Elios Linden, laki-laki dingin dan tertutup yang menguasai grup perusahaan teknologi terbesar di dunia pada tahun 2050. Sangat sulit membaca ekspresinya dan apa yang ia pikirkan. Namun, lihatlah, sepasang mata ungunya akan berkilat-kilat gembira saat memandang buah hatinya, anak kesayangannya. Sebelum mendirikan perusahaan teknologi dan menguasai dunia, Elios Linden bernama Alaric Rhionen dan ia adalah seorang pembunuh paling ditakuti yang mengakibatkan banyak terjadi kematian tokoh penting dunia yang dipesankan kepada kelompoknya. Kenapa membunuh? Karena ia dulu adalah pembenci manusia. Bukan hanya sekadar benci, ia ingin membunuh banyak manusia yang dianggapnya tidak pantas untuk hidup. Menurutnya, populasi di dunia ini sudah terlalu banyak, dan tidak semuanya berguna. Ada yang hanya menghabiskan oksigen dengan kebodohan mereka. Ada yang merusak alam dan menghancurkan peradaban dengan kejahatan mereka. Dan ada yang menyusahkan sesamanya dengan kelemahan mereka. Prinsip yang dipegangnya adalah: "Biarlah hanya yang baik, yang cerdas, dan yang kuat yang tetap hidup." Kebenciannya kepada manusia bukan tanpa sebab. Ia dilahirkan di akhir perang dunia II di sebuah kota kecil di Rumania. Ibunya terjebak dalam serangan kota saat sedang hamil besar dan terpaksa melahirkannya di bawah puing-puing rumah sakit. Ibunya meninggal akibat serangan itu dan ia terpaksa berpindah dari satu panti asuhan ke panti asuhan lain, dan kemudian mengurus diri sendiri dengan hidup di jalanan. Manusia yang gemar berperang itu bertanggung jawab atas kematian ibunya, wanita yang sangat dicintainya.  Ia menyimpan kebencian itu selama puluhan tahun dan kemudian menjalani profesi sebagai assassin untuk mengumpulkan uang dan pengaruh. Ah.. ia tidak peduli bila ia mengambil nyawa satu lagi. Hanya sedikit orang yang layak hidup di dunia ini, pikirnya. Ia menjadi pembunuh paling ditakuti di dunia bersama dengan grup assassin yang didirikannya. Anak buahnya datang dan pergi, tetapi ia selalu ada dan selalu menggetarkan dunia. Ah, ya.. selama hampir seratus tahun pertama hidupnya, ia tidak mengetahui bahwa dirinya adalah seorang manusia abadi. Ia mengira dirinya adalah monster korban eksperimen manusia di zaman Hitler sehingga wajah dan penampilannya sama sekali tidak berubah hingga puluhan tahun. Ia tetap terlihat sebagai pemuda tampan berusia 25 tahun. Ia mengganti identitas beberapa kali untuk menghilangkan kecurigaan, atau mengenakan topeng untuk menyamarkan wajahya, dengan alasan wajahnya cacat, agar manusia-manusia biasa tidak curiga melihat dirinya yang tidak pernah menua. Ia mengira dirinya monster yang harus menyembunyikan identitasnya di balik topeng dan berbagai identitas rahasia, hingga akhirnya ia bertemu wanita itu. Dia adalah wanita tercantik yang pernah dilihatnya dan mampu mengguncang dunianya. Dan wanita itu... ternyata sama-sama abadi seperti dirinya. Ia juga sama-sama menyukai astronomi dan konstelasi Altair dan Vega. Wanita itu sangat mencintainya, tanpa syarat dan untuk pertama kalinya membuat ia merasa memiliki keluarga. "Ayah.. ceritakan kepadaku kapan kau pertama kali bertemu ibu..." pinta Vega dengan suara imutnya. Ia dan ayahnya sedang duduk berdua di teras lantai tiga mansion mereka, memandangi mentari yang hampir terbenam. "Ayah sudah menceritakannya berkali-kali. Apakah kau tidak bosan?" tanya Elios Linden sambil tersenyum. Orang luar hampir tidak pernah menerima anugerah seulas senyuman begini dari Elios Linden. "Tidak..." seru Vega dengan gembira. "Aku sangat suka mendengarkan cerita tentang kisah cinta ayah dan ibu. Suatu hari nanti, aku berharap akan menemukan laki-laki yang akan mencintaiku sedalam cinta ayah kepada ibu..." Elios mengerutkan keningnya, "Sayang, kau masih terlalu muda untuk memikirkan cinta. Tunggulah sampai setidaknya kau berumur seratus tahun. Umurmu sekarang berapa? 16 tahun? Kau masih punya waktu 84 tahun untuk bertualang mengelilingi dunia, mencari pengalaman, menikmati hidup..." Vega tertawa renyah mendengar kekonyolan ayah. Sebagai orang dari klan abadi, mereka memang dapat hidup muda selamanya. Anggota klan yang lain banyak yang menjalin hubungan puluhan bahkan ratusan tahun, baru memutuskan menikah. Ayahnya menikahi ibunya saat usianya 94 tahun. Kakeknya menikah dengan nenek ketika ia sudah berumur 438 tahun... Adik kakeknya bahkan sampai sekarang masih single di usianya yang hampir 250 tahun. "Tapi ibu menikah dengan ayah saat umurnya baru 20 tahun. Artinya.. empat tahun lebih tua dari umurku sekarang." Elios Linden batuk-batuk saat mendengar kata-kata anak perempuannya yang penuh semangat. "Ibumu... termasuk orang aneh. Jangan meniru ibumu," katanya sambil menggeleng-geleng. "Dia yang mengejar-ngejar ayah dan membuat ayah tak bisa menolaknya. Ayah tidak ingin melihat anak perempuan ayah mengejar laki-laki. Sebaiknya kau tunggu sampai ulang tahunmu yang keseratus sebelum memikirkan tentang laki-laki. Dan nanti, kalau saat itu akhirnya datang, ia harus menghadap ayah dulu." Sebenarnya Elios Linden tidak serius dengan ucapannya. Ia mencintai istrinya dengan sepenuh hati dan bersyukur gadis agresif itu begitu gigih mengejarnya. Kalau tidak, selamanya ia akan merasa dirinya ditakdirkan untuk hidup abadi seorang diri karena mengira dirinya hanyalah seorang monster korban, eksperimen ilmuwan Hitler. Tapi sesungguhnya, istrinya memang aneh. Ia kebetulan saja menyelamatkan gadis itu dari penjahat saat ia berumur 12 tahun. Ternyata pengalaman itu begitu berkesan bagi sang gadis, sehingga delapan tahun kemudian ia menjadi terobsesi ingin bertemu kembali dengan penyelamatnya dan menikah dengannya. Saat itu Elios Linden tidak pernah menunjukkan wajahnya. Ia bersembunyi di balik topeng dan beralasan bahwa wajahnya cacat akibat serangan brutal dari musuh. Namun wanita itu sungguh keras kepala. Ia menerima Elios apa adanya, walaupun pria itu berkeras mengatakan wajahnya rusak dan sangat buruk. Mereka akhirnya menikah tanpa wanita itu pernah melihat wajahnya. Sampai sekarang, wanita sempurna itu masih menjadi istrinya, dan mereka sangat berbahagia. Wanita itu telah memberinya anak-anak rupawan yang membuka hatinya dan mengubah tujuan hidupnya. Vega adalah anak perempuannya satu-satunya dan merupakan anak kesayangannya. Saat Elios Linden melihat sepasang mata indah anak kesayangannya, Alaric merasa bahwa dunia ini masih memiliki harapan. Ia perlahan-lahan merasakan perasaan bersalah karena telah membunuh begitu banyak orang. Ia banyak memikirkan kata-kata istrinya yang menasihatinya untuk melanjutkan hidup dan memaafkan masa lalu, saat ibu kandungnya meninggal dalam perang. "Ibumu meninggal akibat perang yang dikobarkan oleh Hitler, tetapi kau mendirikan perusahaan teknologi yang berorientasi pada AI untuk mengendalikan hidup manusia dan menentukan siapa yang berhak hidup dan siapa yang harus mati.. bukankah itu membuatmu tidak berbeda dari Hitler?" Itulah tepatnya kata-kata istrinya dulu dan semakin ke sini, Elios semakin mengakui kebenarannya. Karena itulah ia mundur dari bisnisnya dan memusatkan perhatiannya pada keluarganya. Ia tidak lagi tergila-gila untuk menguasai dunia. Saat ini, duduk di teras lantai tiga mansion mereka sambil memandangi senja dan bercengkrama dengan anak-anaknya cukup membuatnya bahagia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD