bc

DISTRAKSI

book_age18+
359
FOLLOW
2.9K
READ
tragedy
heavy
lighthearted
mystery
straight
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Sayda Arundati, gadis berusia 25 tahun yang energik bekerja di sebuah perusahaan jasa kontraktor. Sebagai staf keuangan yang baru dimutasi ke bagian administrasi dan pemasaran maka keahliannya diperlukan untuk analisis dan perhitungan biaya yang akurat. Kemampuannya dalam komunikasi yang selalu sukses bernegosiasi membuat atasannya selalu mengajaknya turut serta melakukan presentasi ke berbagai tempat. Dalam hal karier, kepiawaian dan kinerja Sayda tak terbantahkan.

Kuantitas pertemuan yang menurun dan kualitas komunikasi yang berkurang membuat hubungan dengan Barium Latief tunanggannya menjadi renggang. Puncaknya ketika dia secara tidak sengaja memergoki tunangannya tengah bersenggama dengan wanita lain. Perempuan itu mengaku hamil anak Barry.

Sayda memutuskan pertunangannya dengan Barry secara sepihak, dengan senang hati menerima tantangan dari atasannya untuk kunjungan bisnis maraton ke berbagai negara. Semua itu dia lakukan untuk lari dari kejaran Barry dan berusaha menyembuhkan luka di hatinya.

Dalam sebuah perjalanan, Sayda bertemu dengan Abisatya yang membawanya pada sebuah petualangan. Kunjungan bisnis memaksa Sayda bertemu dengan pengusaha multinasional Benjamin Kobayashi yang misterius. Di saat Abi juga menyatakan cinta, Sayda juga menemui fakta jika Barry bukanlah ayah biologis dari bayi yang dikandung Dilla.

Kegamangannya membawanya pada perjalanan menyusuri sebuah taman nasional. Di sana lah Sayda tak sengaja tersedot dalam lorong waktu dan terlempar pada masa 1300 M.

Apa yang dilakukan selama penjelajahan waktu itulah yang kelak menuntunnya memantapkan hati menemukan cinta sejati.

chap-preview
Free preview
Prolog
Sayda merasakan tepukan pelan di pipinya berulangkali namun matanya tak sanggup untuk terbuka. Berulangkali Sayda berupaya menggerakkan tubuhnya namun terasa berat sekali. Hanya gumaman tak jelas yang keluar dari mulutnya. " Sayda...Sayda...kamu sadar? Ya Tuhan terima kasih dia masih hidup." " DAN, EL, cepat kemari. Sayda masih hidup!" teriak Samuel. Pria itu mengangkat tubuh perempuan yang bersimbah darah dan melangkah tergesa. " Ya Tuhan.... kamu temukan dia dimana Sam?" Tanya Ludwig. " Di tepi air terjun El. " " Astagfirullahaladziim. Sam apakah dia masih hidup?" Tanya Ramdan cemas.  " Dia masih sadar, Dan. Kita harus segera membawanya ke rumah sakit." Samuel menjawab sambil tetap menjaga langkahnya dari rintangan batang-batang pohon yang melintang di tengah jalan setapak. Ludwig berjalan di depan sigap dengan parang di tangannya yang selalu terayun menebas ranting dan akar pohon yang menghalangi jalan. Sementara Ramdan berjalan di belakang membawa ransel dan tas selempang Sayda yang sudah basah. Helikopter yang baru saja mendarat di rooftop sebuah rumah sakit modern itu disambut oleh beberapa orang yang dengan sigap mengeluarkan tandu dari dalam helikopter dan segera membawanya ke dalam bangunan. Mereka memindahkan tubuh gadis itu ke atas brangkar dan sebuah alat khusus dihubungkan dengan chip telemedicine yang ditanam di dalam jaringan kulit. Mereka mendorong brangkar memasuki elevator dan membawanya ke unit gawat darurat. Seseorang lelaki berwajah tampan mengenakan jas putih berlari mendekat. Membaca dengan cepat sembari berlari kondisi gadis yang terluka parah. Digenggamnya tangan gadis itu dengan kuat, dia ikut berlari sepanjang Selasar rumah sakit di samping brangkar. Jantungnya berdegup kencang, dia tahu betul kondisi apa yang dihadapi gadis itu kini. Lengannya dicengkram kuat dan ditarik dari belakang tiba-tiba membuat langkahnya terhenti, dan tubuhnya otomatis berputar ke belakang. " Apa yang terjadi padanya Bar?" Barry menatap sinis dan tajam wajah di hadapannya. Seorang pria berwajah rupawan dan lebih tinggi tengah memberikan tatapan menantang padanya. "Seharusnya kamu bertanya pada dia Bi, bukan padaku!" Barry menjawab sarkas dan menunjuk Samuel, Ramdan dan Ludwig yang sedang berjalan cepat menuju mereka. " Bagaimana keadaan Sayda, Bar? Bisakah kamu menolongnya?" Ucap Samuel kembali. " Tolong selamatkan Sayda, Barry." Suara Ramdan sangat memelas. " Tanpa kamu suruh, aku pasti akan melakukannya, Dan. Tapi..." " Tapi kenapa Bar?" " Sayda kehilangan banyak darah, di butuh transfusi." " Kalau begitu ambil darahku," seru Abi dengan suara lantang.  " Mau jadi pahlawan heh? Kamu tidak tahu kalau Sayda memiliki golongan darah yang langka? " Barry mencibir pad Abisatya. "Apa golongan darah Sayda, Bar?" " AB negatif El," jawab Barry lemas. " Kita masih bisa mendapatkannya di balai darah nasional kan? atau hubungi palang merah internasional!" Abi berucap dengan keras. "Tanpa kamu suruh aku sudah melakukannya Bi. Semenjak aku mendapat kabar dari Ramdan, maka aku langsung mencarinya. Stok darah tersebut sedang habis di balai darah nasional. Sedangkan palang merah internasional butuh waktu paling cepat dua puluh delapan jam untuk sampai ke sini. Sementara Sayda butuh pasokan darah secepatnya." " Tapi kita masih bisa mendapatkan darah dari orang tuanya, keluarganya, " ucap Ramdan antusias. Barry menggeleng. " Aku sudah menanyai juga menguji golongan darah mereka, namun tidak ada yang sama dengan milik Sayda. Orang tua dan adiknya sedang berada di ruang tunggu di bawah. " " Lalu apa yang harus kita lakukan ?" Tanya Samuel. " AMBIL DARAHKU" Sebuah nada tegas dan kuat diiringi ketukan sol sepatu yang beradu dengan lantai menggema di udara. Semua orang menoleh menuju sumber suara itu. Seorang pria bermata elang berjalan dengan tegap dengan penuh percaya diri. Di belakangnya terdapat dua lelaki lainnya. " Aku punya golongan darah AB negatif dan kamu bisa memeriksanya." Lelaki itu menjulurkan tangannya ke arah Barry. " Mari ikut dengan saya Mr. Kobayashi!" Barrium Latief mengangguk dan berjalan memimpin, sementara Benjamin Kobayashi mengiringi dari belakang.   ****** Perempuan di atas kursi roda itu memandang hampa taman yang ada di depannya. Perempuan paruh baya yang tadi mendorong kursi roda sudah duduk di bangku panjang, menempatkan dirinya duduk sejajar dengan kursi roda. " Dida kamu ingat Nak sewaktu kecil dulu selalu merengek pada Bapak supaya dibuatkan kolam ikan di depan rumah yang ada air mancurnya? " Gadis itu tetap diam. Perempuan separuh baya itu menyentuh kulit lengannya dengan lembut, membuat gadis itu akhirnya berpaling menatap ke arahnya. " Kamu ingat Nak, dulu sewaktu kecil setiap kali kita tamasya ke taman impian Dream Ocean kamu selalu merengek minta dibuatkan kerajaan ikan di depan rumah? Lalu meminta ada patung Poseidon yang keluar air dari mulutnya. Lalu karena bingung Bapakmu akhirnya membuat kolam kecil dengan dua patung burung putih. Sewaktu kamu bertanya mengapa patungnya  burung putih bukan Poseidon dengan senjatanya, maka Bapakmu menjawab kalau itu adalah dua burung yang membawa kereta kencana milik Poseidon yang bisa terbang." Perempuan paruh baya itu bercerita dengan mimik lucu dan terkekeh geli. Tapi perempuan di atas kursi roda itu hanya diam dengan pandangan kosong ke arahnya. Raut wajah perempuan separuh baya itu meluruh sedih. Dirangkum ya wajah putri kesayangannya itu. " Dida anakku, Ibu benar-benar bersyukur kamu kembali dengan selamat. Kamu dan Argon adikmu adalah harta terbesar buat Ibu dan Bapak." Sayda menatap Martini ibunya dengan tatapan tak terbaca. Mereka saling bersitatap selama beberapa saat hingga gadis itu terbatuk. Martini mengusap punggung Sayda dan menepuk perlahan. " Ini minum dulu, Da." Sayda menerima uluran botol minuman yang diarahkan kepadanya. Martini memperhatikan putrinya dengan cemas. Tiga bulan setelah sadar dari kondisi koma, belum ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Tatapan matanya masih sering kosong. Dia mampu mendengar hanya sering tidak merespon. Hatinya merintih, ditahannya air mata yang ingin turun. Sayda putrinya yang cerdas dan mandiri, selalu energik dengan penampilan memukau kini terlihat kuyu dan tak berdaya. Matanya seolah kehilangan sinar cemerlangnya. " Selamat siang Bu, Sayda...apa kabar?" Martini menoleh ke arah depan. " Selamat siang Barry, kabar kami baik. Baru selesai operasi ya?" Martini tersenyum kepada pria muda berjas putih berjalan cepat mendekati mereka. " Sudah selesai dari tadi sih Bu, cuma tadi ada sedikit rapat kecil dengan Prof. Noto dan beberapa anak-anak residen," jawab Barry tersenyum lalu mengarahkan wajahnya pada gadis yang duduk di kursi roda. " Hallo Sayda, sudah makan sayang?" Sapa pria itu ramah yang dijawab dengan tatapan dingin Sayda tanpa sepatah kata pun meluncur dari bibirnya. " Aku suapin mau ya?" Ucap Barry dengan nada ceria. " Mana Bu makanannya?" Martini mengulurkan kotak tertutup palstik pada Barry. " Mari kita lihat, apa menu kejutan siang ini? Taraa... bubur dengan sup Iga dengan wortel dan lobak kesukaan kamu. Hem... kamu cium aromanya Da, terbayang enaknya kan? Ayo princess kita makan, Aa..." Barry mengulurkan sendok yang berisi bubur ke depan bibir Sayda. Gadis itu diam menatapnya dingin. " Sayang, makan dulu ya. Ayo buka mulutnya. Aa...." Gadis itu tidak bergeming. Dia mengatupkan bibirnya rapat.  " Biar ini saja Nak Barry yang menyuapinya." Martini berkata lembut lalu membelai kepala putrinya. " Sayda, kamu belum makan kan dari pagi. Sekarang makan dulu ya Nak. Ayo buka mulutnya." Martini berkata lembut dan tersenyum merayu putrinya. Kali ini seolah mengerti apa yang diperintahkan, Sayda patuh mengikuti instruksi ibunya. Barrium tertegun melihatnya, dia mengamati interaksi ibu dan anak itu. Walaupun Sayda tetap tidak bersuara, namun tatapan yang diberikan Sayda tidak sedingin tatapan yang dilemparkan kepadanya. Sayda tidak tuli dan dia mengerti perintah yang diberikan kepadanya. Namun mengapa dia menolak berbicara? Apakah dia menolakku? Apakah dia masih mengingat kejadian itu? Dia masih marah? Tak layak kah aku mendapat kesempatan kedua? Barrium bersenandika . ******

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
52.9K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
474.5K
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
464.7K
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.7K
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
199.8K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook