bc

Never Ending Story

book_age18+
325
FOLLOW
2.1K
READ
possessive
fated
goodgirl
independent
student
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Never Ending Story ini menceritakan sebuah hubungan dari Cakra dan Sean, keduanya sering dipertemukan namun baru mengenal baik setelah dua tahun berlalu. Cakra yang memiliki sedikit kehidupan gelap pun kembali bangkit dengan Cakra yang baru. Begitu pula dengan Sean yang kehidupan saat setelah mengenal Cakra lebih baik daripada kehidupannya yang dulu.

Keduanya menemukan kebahagiaan dari masing-masing individu sehingga membuat mereka semakin dekat dan bergantung satu sama lain, bahkan seperti tidak ada yang dapat memisahkan keduanya.

Meskipun perjalanan hubungan mereka tidak semulus jalan tol, tetapi mereka tetap berusaha untuk menyikapi setiap masalah dengan dewasa agar tidak menimbulkan konflik lain yang malah akan memperburuk hubungan mereka dan mereka membuktikan bahwa mereka layak untuk membahagiakan satu sama lain.

chap-preview
Free preview
1. First Sigh
    Cakra meraih kemejanya yang tergantung dibelakang pintu kamarnya, lalu ia bergegas untuk pergi ke kampus dengan tas punggung yang ia sampirkan dibahu kanannya. Hari ini ia tampak rapih, Cakra menghidupkan mesin motor matic-nya dan memakai helm.     Sebelum sampai area kampus, ia mampir sebentar ke cafe untuk membeli kopi, agar tidak mengantuk saat kelas berlangsung.     “Hal, americano. Take away ya”     Halim mengangguk lalu mengetik pesanan dari Cakra dikomputer dan beranjak untuk membuat minuman sang sahabat. Cakra melihat keseluruh pantry, hanya ada Halim disana. “Hal, kok kamu sendiri yang jaga cafe?”     Halim yang sibuk dengan aktivitasnya menoleh sebentar pada Cakra, “ya ada, lagi pada ganti    dibelakang. Kenapa? Tumben banget peduli” Cakra mendengus, “tinggal jawab aja kenapa ribet banget. Bareng gak?”     Halim menyerahkan pesanan Cakra, “boleh deh, aku gak bawa kendaraan. Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu” setelah mendengar jawaban Halim, Cakra mencari tempat duduk sebentar.  Matanya tak henti untuk memerhatikan seisi cafe yang lumayan sepi.     Matanya berhenti bergerak dikursi pojok cafe, tempat itu menjadi saksi kenangan manis Cakra. dia benar-benar belum sepenuhnya melupakan sang mbak mantan yang mengkhianatinya untuk lelaki lain. Ia menggelengkan kepalanya, rasanya jijik bagi Cakra telah mengingat kebodohannya yang lalu.     Cakra yang tengah menikmati americano-nya terhenti saat bel cafe berdenting kencang membuat Cakra tersentak karena keadaan cafe yang lumayan sepi membuat bel cafe terdengar begitu nyaring.        Seorang gadis dengan pakaian hitam putih casual-nya terdiam diambang pintu memerhatikan pantry yang kosong tanpa ada yang jaga, nafasnya tersenggal karena berlari. Lalu matanya menatap Cakra yang juga tengah menatapnya kebingungan.     “mau pesan?” tanya Cakra polos.        Sean menggelengkan kepalanya kaku, “ah enggak, aku pegawainya” mendengar jawaban Sean kemudian Cakra mengangguk, terlihat sangat acuh bagi Sean. Akhirnya, Sean beranjak menuju kasir mengerjakan apa yang harus ia kerjakan di sana. Sean berpikir mungkin Cakra tidak mengingatnya, tapi itu adalah hal wajar menurut Sean. Tentu saja, pasti sudah banyak hal yang berubah selama dua tahun itu dan memungkinkan untuk melupakan seseorang.     Cakra sendiri memang tidak tahu siapa yang baru saja ia tanya tadi. Namun entah mengapa, Cakra sedikit tertarik saat mata mereka bertemu. Cakra sangat suka tatapan gadis itu, hanya suka. Kalau tuhan mengijinkan mereka bertemu dan saling kenal, Cakra jamin tak akan melepaskan gadis itu.     Untuk saat ini dia tidak berani sok kenal atau mengajaknya berkenalan, cukup mengingat wajahnya saja. Siapa tahu mereka bertemu diwaktu yang akan datang dan Cakra mengingatnya. Selang 3 menit, Halim keluar dari ruang staff menghampiri Sean dengan cengiran seperti tupai khas nya namun Sean menatapnya penuh aura gelap. Bagaimana tidak gelap, tidak ada yang menjaga kasir dan dikosongkan begitu saja. Kalau terjadi sesuatu mereka bisa dapat masalah, bukan?     “kak Hal, kok kasir gak ada yang jaga?” tanya Sean khawatir, Halim yang ditanya begitu hanya menampilkan senyumnya, “maaf tadi buru-buru, aku ada kelas. Gak lama, kan?”.        Ingin sekali Sean melemparkan bubuk kopi pada wajah kakak tingakatnya ini, “hampir 5 menit kosong, untung gak terjadi apa-apa. Kalau Sean belum datang siapa yang jaga?” ujar Sean penuh emosi membuat Halim malah tertawa geli.     "ada temen kak Halim, tuh. Tenang aja nanti dia sleding kalau ada maling” kata Halim sambil menunjuk Cakra yang tengah bermain ponsel.        Sean menatap Halim datar, “jagain apa? Jagain ponsel? Dasar kak Halim ada-ada aja. Terus yang lain memang gak ada?” tanya Sean. Halim menggeleng, “lagi beberes buat dekor ulang cafe di belakang, lagi cek semua barangnya. Kamu jaga dulu ya, tungguin sampai mereka beres” Sean mengangguk sebagai jawaban dan Halim pamit untuk pergi dari cafe bersama Cakra.     Setelah meninggalkan cafe, Cakra dan Halim berangkat menuju kampus tercinta. Ditengah perjalanan mereka, Halim menepuk pundak Cakra, Cakra yang setengah sadar langsung tersentak setelah ditepuk Halim.     “kenapa, Hal?” tanya Cakra setengah berteriak, Halim memajukan badannya, “kemarin ditanyain bang Chandra, gak mau beli lagi? Katanya, udah lama juga ya kamu berhenti” ucap Halim sambil menerawang keatas. Cakra menghela nafas, pikirannya melayang saat dulu.   Dua tahun lalu       Cakra, dengan beraninya masuk ke bar, ini pertama kalinya dia menginjakan kakinya ketempat terlarang tersebut. Ia hanya duduk memerhatikan orang-orang yang menari, b******u, merokok, meneguk minuman dan lainnya.            Ia juga didatangi beberapa perempuan dengan baju kurang bahan, Cakra mengusirnya lalu datang seorang lelaki dan menepuk pundak Cakra sambil tersenyum, “baru pertama datang ke sini?” Cakra mengusap tengkuknya, “iya, baru pertama kali” pria itu tersenyum menampilkan giginya, bahkan ia terlihat ramah, “kenalin, aku Chandra. Kalau kamu butuh sesuatu, nih nomernya”, ucap Chandra memberikan kartu nama, Cakra menerimanya dan membaca nama Chandra serta nomor telponnya, “mau minum?” tanya Chandra lagi.     Sebenarnya dia kesini hanya untuk melamun karena tidak tahu harus kemana, ia juga tidak berniat melakukan apapun selain duduk memerhatikan orang dengan tatapan jijik. “enggak, bang. Makasih”.     Chandra tetap bersikeras, ia memanggil waiter, “wine dua botol” titah Chandra yang diangguki sang waiter, lalu waiter tersebut pergi ke pantry. Chandra tersenyum puas melihat reaksi Cakra yang kebingungan, Cakra sungguh-sungguh tidak berniat untuk minum apapun didalam bar ini.     Tak lama, waiter tersebut datang dengan dua botol wine dan dua gelas kecil, ia menaruhnya tepat di depan Cakra dan Chandra. Chandra menuang botol wine kedalam dua gelas itu, penuh. Lalu ia meraihnya dan meneguknya dalam sekali tegukan “akh, one shot!” lalu mengangkat gelasnya keatas kepala dengan ekspresi aneh, “aakh seger, huw! Ehemm, jadi kamu… ah namanya?”        Cakra yang masih speechless melihat Chandra pun menggumamkan namanya, “Cakra, bang” Chandra mengangguk, “Cakra, jadi beneran mau lihat-lihat aja?” tanya Chandra tapi tatapannya kearah gadis cantik dengan baju kurang bahan, Cakra pun ikut menoleh mengikuti tatapan Chandra. Rasanya Cakra langsung bergidik melihat perempuan itu mengedipkan mata padanya lalu kembali pada Chandra, “enggak” jawab Cakra .     Bulu tengkuk Cakra seketia merinding saat seseorang menyentuh pundaknya dengan sensual, dia merasa risih dan menyingkirkan tangan perempuan itu lalu menatapnya tajam. Melihatnya, Chandra terkekeh lalu memanggil perempuan itu dan menyuruhnya duduk disampingnya.     “yang begini juga gak mau, ya?” tanya Chandra sambil meraih botol wine lalu menuangkan digelas kosongnya dan memberikannya pada perempuan di sampingnya yang dengan senang hati menerima gelas wine dari tangan Chandra.     Udara disekitar Cakra menjadi panas, ia menarik rambut kebelakang merasakan gerah didahinya, “Cakra, coba dulu. Aku kasih gratis, nanti kalau mau beli lagi bilang aja, aku kasih diskon” ucap Chandra terus-menerus membujuk Cakra bagaimanapun caranya. Cakra sendiri bingung untuk apa Chandra membujuknya agar minum, toh dia tidak mendapatkan keuntungan apapun.     Namun semakin dibujuk, Cakra semakin penasaran. Mengingat ia memang butuh ketenangan, mungkin dengan ini dia bisa sedikit tenang? Akhirnya Cakra meraih gelas wine-nya, ia mencium baunya yang menusuk dihidungnya. Dia menatap ragu Chandra, namun Chandra malah tersenyum bangga. Dengan segala rasa ragu dan penasarannya, Cakra akhirnya meneguk wine itu habis tanpa sisa dengan sekali teguk.     Pait dan reaksi Cakra sangat heboh, rasa panas menjalar dikerongkongannya namun setelah ia kecap lagi, lumayan juga. Setelah tegukan pertamanya itu, ia tidak ingin lagi meneguknya, sungguh. Cakra langsung beranjak keluar bar, satu teguk saja sudah membuatnya keliyengan. Semalaman ia merutuki kelakuannya itu, namun hikmahnya, ia tidur dengan sangat nyenyak bahkan Halim yang datang ke kostan esok pagi pun ia tak dengar dan alhasil Halim masuk kostan yang tak terkunci dan mencium bau alkohol dari Cakra.        “Cak? Cakra! Woi, gak akan ngampus?” teriak Halim, percuma saja toh Cakra tidurnya sangat nyenyak ditambah pengaruh alkohol. Halim belum menyerah, ia meraih bantal dan memukulkannya pada Cakra. Reaksi Cakra hanya berguling mencari tempat nyamannya lagi.     “hahhh anak badung, gimana bisa dia mabuk? Korban bucin nih, ya gini jadinya”.     Setelah acara membangunkan Cakra tidak berhasil dan waktu mepet masuk jam kuliah, Halim pergi dari kostan Cakra dan meninggalkannya, toh percuma juga dibangunkan seperti itu jadi Halim tidak ambil pusing.     Selang satu jam akhirnya Cakra bangun dengan sendirinya, kepalanya terasa pusing dan pandangannya sedikit berputar namun beberapa saat ia kembali sadar. Ia terbatuk mencium bau alkhol pada dirinya sendiri, setelah sepenuhnya sadar dia beranjak untuk membersihkan badan dan membuat kopi. Mungkin akan lebih baik, begitu pikir Cakra.     Cakra memerhatikan kartu nama Chandra yang ia pegang, wine yang semalam ia teguk kembali teringat, bahkan rasanya masih ia ingat, semakin diingat semakin ia ingin meminumnya lagi. Meskipun lemas tapi ia merasa baikan dari sebelumnya. Cakra berpikir apa ia harus menghubungi Chandra?     Pikirannya terus bergelut dengan hatinya yang akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Chandra kalau malam ini dia akan kembali ke bar menemuinya.     Hari itu diakhiri dengan Halim yang ceramah di kostan nya dan Chandra yang memberinya sebotol wine dan jaminan mendapat diskon, yang ia ketahui yaitu ternyata Chandra juga merupakan kakak tingkatnya dikampus.       Cakra menggeleng “engak, Hal. Aku udah tobat, cukup dulu aja begonya” ucap Cakra penuh sesal, Halim menepuk pundak Cakra, “sekarang juga masih bego, kok. Lanjut aja”  ucap Halim sambil terbahak-bahak.                                                                                           + + +       Sean menjadi orang terakhir yang pulang dari cafe, langkahnya gontai merasakan lelahnya hari ini. Mungkin ia akan begadang malam ini untuk mengerjakan tugas kampusnya. Dia hidup jauh dari orang tua dan mengharuskannya menghemat uang yang diberi orang tuanya. Keluarganya berkecukupan tidak kurang dan lebih, maka dari itu agar tidak terlalu membebankan orang tuanya, Sean berinisiatif untuk bekerja.        Dia pernah menjadi pelayan disebuah restoran dan kini menjadi barista disebuah cafe, Sean bukan mahasiswi teladan tapi dia lumayan pintar, maka dari itu dia mengambil semester pendek untuk kedepannya.     Sesampainya di kostan, Sean membersihkan badannya dan membuka ayam yang tadi ia beli untuk makan malam, sunyi. Matanya bergerak memerhatikan ponsel yang ia pegang mencari informasi atau sekedar scrolling time line twiter untuk hiburan semata. Setelah selesai dengan kegiatan makannya, ia meregangkan tubuhnya untuk menghilangkan rasa pegal dan lelah yang akhirnya membaringkan tubuh keatas kasur dan menatap langit-langit kamar kost nya.     Helaan nafas berat memenuhi kosan, pikirannya dihinggapi wajah Cakra. Entah mengapa ia mengingat pertemuannya di Cafe siang tadi. Terbayang wajah datar Cakra saat menatapnya seklias. Mungkin Cakra lupa padanya pikir Sean. Namun kenyataannya memang Cakra lupa pada Sean, tentu saja. Kejadian itu sudah lewat dua tahun lalu mana mungkin Cakra mengingatnya.     Satu bulan lalu saat Sean pertama kali bekerja di cafe, Halim menghampirinya. Sebelumnya mereka sudah kenal sejak jaman ospek. Halim adalah kakak tingkat pembimbing di grup ospek Sean.     “Sean? Aku mau bilang sesuatu” ucap Halim sambil mengelap cangkir yang Sean telah cuci. “boleh, bilang apa?”, jawab Sean, Halim terdiam lalu menatap Sean, “tahu Cakra gak?”, Kening Sean mengkerut, “Cakra?”, Halim melanjutkan kembali kegiatannya, “Cakra Narendra, temen kakak. Beneran gak tahu?”, tanya Halim sekali lagi untul memastikan. Sean menggeleng polos, “Gak tahu, emang kenapa?”.     Halim tersenyum aneh membuat Sean memalingkan pandangannya karena merasa terganggu, “ dia pernah nanyain kamu, suka katanya”, Sean tersentak dan menghentikan kegiatannya membuat Halim juga ikut terdiam, “kenapa? Tahu?”.     Setelah mengumpulkan kesadarannya, Sean kembali mekanjutkan menyuci gelas, “enggak. Cuman kaget aja gitu, dia pernah lihat aku dimana?”, tatapan Halim menerawang, “waktu di perpustakaan kampus kalau gak salah. Katanya tiap dia kesana, dia selalu lihat kamu. Tapi dulu dia bilang pas masih punya pacar, pas putus udah jarang”.     “yah, kalau begitu kak Cakra udah lupa dong, ngapain bilang coba?”, omel Sean yang membuat Halim menggaruk tengkuknya merasa bodoh, “eheh iya sih, ya seenggaknya amanah dia tersampaikan”.     “tersampaikan setelah dua tahun? Dasar kak Halim ada-ada aja”.       Sean tertawa, akan sangat lucu kalau Cakra mengingatnya. Tidak ingin berekspetasi tinggi tetapi entah mengapa ia penasaran jika Cakra mengingat Sean.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
399.3K
bc

LARA CINTAKU

read
1.5M
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Everything

read
277.4K
bc

Skylove (Indonesia)

read
108.8K
bc

Me and My Broken Heart

read
34.4K
bc

f****d Marriage (Indonesia)

read
7.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook