bc

Al Kahfi

book_age0+
1.4K
FOLLOW
25.8K
READ
love after marriage
doctor
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Saat aku terjatuh lagi dan lagi, sebuah genggaman tangan membantuku untuk meraih cinta-Nya. Dialah jodoh 3M ku, dia bisa Memaklumi, Memaafkan dan Memotivasi aku kearah yang lebih baik.

-Sabrina Sakhi Hamid-

Masa lalu adalah kenangan, masa depan adalah tujuan, hidup dijalan-Mu adalah impian. Walau aku harus bersusah payah meraih impianku, aku yakin wanita yang selalu berada disisiku adalah kunci dari impianku itu.

-Fatah Al Kahfi-

(Segelintir cerita cinta menuju ridho-Mu)

chap-preview
Free preview
Bab 1
ISLAM TAK MENGENAL PACARAN   "Sabrin..." panggil seorang gadis ditengah kumpulan mahasiswa. Saat ini kantin begitu ramai mengingat waktu menunjukkan jam makan siang. Gadis itu berlari kecil mendekati Sabrin. "Ya Allah, Rin. Aku tuh panggil kamu tahu dari tadi. Kamu nggak dengar ya?" "Maaf ya Sen, aku lagi konsen sama makananku" "Kamu konsen sama makanan apa konsen sama yang di sana tuh," tunjuk gadis yang bernama Sendi ke arah pojok kantin kampus mereka. Di pojok kantin nampak beberapa pria tengah tertawa sambil menyantap makan siang mereka. "Kok kamu tahu aku ngelamunin dia," tanya Sabrin pada Sendi. Sabrin tampak bingung, apa sahabatnya ini mampu membaca pikiran orang lain. "Rin, kita itu berteman udah dari SMA. Aku tahu kamu gimana," Sendi menepuk Sabrin, memberikan kekuatan pada sahabatnya itu. "Kamu berantem lagi sama kak Darwan?" sambungnya. "Kita nggak pernah berantem Sen," Sabrin berusaha menghindar dari pertanyaan Sendi. Tapi walau seribu kali Sabrin menghindar, Sendi seperti tahu apa yang dirasakan sahabatnya. "Nanti dia loh yang ngajar kita di lab. Soalnya kak Azhari nggak bisa ngajar katanya" Sabrin menatap Sendi dengan tatapan malas. Sebenarnya Sabrin ingin menghindar dari kelas laboratoriumnya nanti siang. Apalagi jika dia tahu yang akan mengajar di kelasnya adalah kak Darwan. Pria yang saat ini begitu dia hindari. "Aku tuh bingung sama kalian berdua. Jauh kangen. Dekat kayak orang nggak kenal" "Sen.. aku juga nggak tahu harus gimana. Dia itu.." kalimat Sabrin terhenti karena pikirannya melayang mengingat kalimat terakhir yang dikatakan kak Darwan kemarin malam. 'Sabrina.. maaf.. aku tidak ingin kamu berharap lebih. Karena aku tidak mau ada hubungan dengan seorang wanita tanpa ikatan yang halal' Saat mendengar kata itu, semalaman Sabrin tidak bisa tidur. Apa cuma dia yang punya perasaan pada seniornya itu. Memang dia dan kak Darwan bagai bumi dan langit. Kak Darwan merupakan sosok senior di kampus yang begitu di hormati. Mengingat dia adalah seorang asisten dosen di laboratorium dan dia juga merupakan anggota LDK ( Lembaga Dakwah Kampus ). Sangat sulit bagi Sabrin untuk bisa begitu dekat dengan pria itu. Sabrin hanya mampu mencuri-curi waktu untuk dekat dengan dia, seperti di perpustakaan. Walau perpustakaan merupakan tempat yang begitu dia benci, namun demi bertemu dengan pujaan hati dia berusaha menghilangkan rasa bencinya pada buku. Sedangkan Sabrina Sakhi Hamid merupakan gadis yang sangat bertolak belakang dengan pria yang bernama Darwansyah Ahmad itu. Sabrin seorang junior di kampus, dia tergabung dalam organisasi musik kampus. Karena hobi dia dalam bernyanyi menuntunnya masuk dalam klub paduan suara kampusnya itu. Dan hal itu sangat dibenci oleh Darwan. Sebenarnya tidak ada yang salah dari klub musik itu, tapi Darwan tetap tidak suka. Menurutnya klub musik hanya membuang waktu saja. Ditambah kegiatan mereka hanya membuat berisik saat LDK sedang sibuk mengisi dengan hal yang syarat agama. Itu salah satu sebabnya Darwan menjaga jarak dengan Sabrin. Bahkan pria itu secara terang-terangan tidak suka jika Sabrin masuk klub musik itu. "Sabrin.. kamu melamun lagi?" Celetuk Sendi. "Ayo cepat kita ke lab, kalau nggak mau senior kesayanganmu itu ngomel" ledek Sendi. Di dalam lab, Sabrin hanya diam. Beberapa kali kak Darwan menjelaskan tetapi Sabrin sama sekali tidak mendengarkan. Kadang dari tempat duduknya di depan, Darwan memperhatikan Sabrin dari kejauhan. Dia seperti tahu mengapa seorang Sabrin berubah. "Sudah cepat kalian kerjakan apa yang saya minta," dia berjalan ke arah meja Sabrin. Tetapi gadis itu tidak menyadari kehadirannya. Hingga Sendi menyikut lengan gadis itu. "Kamu melamun aja. Kerjain apa yang saya minta" "Iya kak.." jawab Sabrin malas. Diambilnya kabel UTP dan RJ 45 untuk merakit sebuah jaringan. Diurutkannya warna demi warna agar jaringan itu bisa menyala. Tetapi memang otak Sabrin tidak mampu ditambah dengan pikiran galaunya, membuatnya gagal dalam merakit jaringan itu. "Ayo sudah semua..." tanya kak Darwan di depan kelas praktikum. Mahasiswa lain sibuk mengumpulkannya kepada kak Darwan namun Sabrin hanya terduduk lemas di lantai. Karena lagi-lagi dia gagal di kelas praktikum. "Rin.. punya kamu nyala nggak?" Tanya Sendi. Sabrin menggeleng sedih, ingin rasanya menangis. Tetapi sungguh dia tidak tahu apa yang dia tangisi. Kalau hanya gagal di kelas praktikum, dia sudah biasa gagal. Berarti bukan kegagalan ini yang menyebabkan dia ingin menangis. Lalu apa? "Sabrina.. kamu sedang apa?" Tanya kak Darwan. Melihat Sabrin sedang memegang kabel jaringannya. "Nggak nyala kak.." jawab Sabrin sepolos mungkin. "Terus diapain ini kak?" "Di bakar coba biar nyala," kak Darwan berusaha mencairkan suasana hati Sabrin. Namun, lelucon dari kak Darwan membuat Sabrin menangis. "Loh, kamu kok nangis..." Sekarang semua mahasiswa menyalahkan kak Darwan. Karena ulah kak Darwan membuat Sabrin menangis. "Maafin aku kak, aku memang nggak bias," jelas Sabrin disela-sela tangisannya. "Ya sudah nggak apa-apa. Sudah duduk lagi di kursimu," kak Darwan membawa kabel jaringan Sabrin yang tidak menyala. Dan membiarkan Sabrin walau dia terus menangis dipelukan Sendi.   ****   Sejak kejadian itu Sabrin selalu menghindari bertemu dengan kak Darwan. Walau tak jarang pria itu mengirimkan dia pesan untuk mengingatkannya sholat. Tetapi Sabrin menghiraukan semua pesannya. Tak sengaja Sabrin keluar dari kelasnya yang sejajar dengan masjid kampus, dilihatnya kak Darwan dan teman-temannya berjalan mendekatinya. Karena kak Darwan sudah melihatnya dari jauh, mau tidak mau dia tidak bisa menghindar lagi. "Assalamu'alaikum dek Sabrin," sapa salah satu seniornya juga, Catur. "Wa'alaikumsalam bang Catur.." sapa Sabrin sambil menundukkan wajahnya. "Sholat yuk dek, abang imam’in deh.." goda seniornya itu. "Maaf bang, Sabrin lagi nggak sholat" "Wah, Tur, ente kurang beruntung," goda temannya yang lain. Catur menjadi salah tingkah. "Kalau gitu abang ke masjid dulu ya.." mereka berjalan menuju masjid. Tetapi Sabrin masih menundukkan wajahnya. "Ehem.. kemarin kemana nggak masuk lab?" Seorang pria membuka suaranya tepat berdiri sekitar 2 meter darinya. "Aku sakit kak.." jawab Sabrin. Dia sangat tahu siapa yang bertanya. "Ya sudah. Catat semua ketinggalan kamu. Karena mulai besok bukan saya lagi yang mengajar. Tetapi kak Azhari. Kamu takutkan sama dia?" Sabrin menatap wajah kak Darwan namun kak Darwan segera membuang pandangannya ke arah masjid. Karena dia tidak ingin pandangannya menimbulkan dosa. "Saya ke masjid dulu. Assalamu'alaikum" "Wa'alaikumsalam" Saat merasa kak Darwan sudah jauh dari dirinya. Baru dia bisa bernapas lega. Sabrin berusaha mati-matian menjaga perasaannya pada pria itu. Karena tanpa sadar pria itu sudah menolaknya. Jika memang kak Darwan ingin serius dengannya, dia bisa membawa Sabrin dalam ikatan yang halal. Tetapi kembali lagi, entah apa yang ada di pikirkan kak Darwan tentang gadis bernama Sabrin. Karena tidak ingin larut dalam perasaannya, Sabrin melangkah menuju sekretariat musik. Dimana dia selalu berkumpul dengan teman-temannya. Dengan bernyanyi dan bersenda gurau dengan kakak kelasnya dalam klub musik membuatnya sedikit bisa melupakan perasaannya dengan kak Darwan. Dari arah masjid kak Darwan memperhatikan Sabrin. Pria itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia merasa Sabrin bukan wanita yang pantas untuk mendampingi nya menuju surga-Mu.   ****   Berhari-hari setelah kejadian itu, Sabrin tergesa-gesa berlari dari arah gerbang kampus menuju ruang kelasnya. Setiap pagi Sabrin memang selalu diantarkan oleh Papi nya ke kampus, karena kampus dan kantor Papi nya sejalan. Yang menjadi tujuan Sabrin sebenarnya bukan kelas, melainkan sahabatnya Sendi. Dia ingin meluapkan semua perasaan yang dia rasakan kepada Sendi. Jujur saja, dia tidak mampu menjalani ini semua seorang diri. Jika harus bercerita dengan kedua orang tuanya sungguh hal yang tidak mungkin. Kedua orang tua Sabrin tidak ingin anak gadisnya dekat dengan seorang pria sebelum kuliahnya selesai. "Sendi...." Sabrin melihat Sendi keluar dari arah masjid kampus. Sendi memang sangat berbeda dengan Sabrin. Gadis itu lebih taat kepada semua perintah-Nya dibandingkan Sabrin. Walau pada kenyataannya keluarga Sabrin keluarga yang begitu taat kepada agama. Tetapi sepertinya mereka lengah dalam mendidik Sabrin sehingga gadis ini seperti keluar dari jalur yang agamanya ajarkan. "Sendi... aku.. aku... pengen nangis" di peluknya Sendi dan menangislah Sabrin. "Ada apa? Masih pagi kamu kok nangis?" Tanya Sendi. "Apa ada hubungannya sama kak Darwan lagi?" Tanya Sendi hati-hati. Sabrin menganggukkan kepalanya. Pikirannya kembali teringat kejadian kemarin. Saat dia pulang dari kampus bersama dengan temannya yang searah, namun di tengah jalan Sabrin melihat motor kak Darwan tengah parkir di depan kampus Islam. "Aku lihat kak Darwan di depan UIN..." cerita Sabrin kepada Sendi. Namun sebelumnya terlebih dulu Sendi sudah meminta Sabrin menghentikan tangisannya. "Terus? Bukannya rumah kak Darwan di daerah Tebet ya?" Tanya Sendi. "Iya..." Sabrin menarik napas dalam. "Dan lebih parahnya, dia jemput cewek lain, Sen. Ceweknya pakai hijab syar’i. Cocok banget mereka berdua. Mereka berdua kayak manusia tanpa cela sedikit pun," jelas Sabrin yang sedikit emosi menjelaskannya. "Loh.. kamu yakin itu kak Darwan?" "Iya Sen. Aku tahu betul itu motornya. Ditambah diplat motornya kan ada stiker laboratorium club," jelas Sabrin masih dengan emosi yang sama. "Dia sama siapa tuh? Kok aku nggak pernah dengar ya kak Darwan dekat sama cewek? Di sini aja cuma sama kamu dia yang paling dekat. Bahkan seluruh kampus tahunya kamu pacaran sama dia," Sendi seperti tidak percaya dengan semua penjelasan Sabrin. "Nanti coba aku bantu tanya sama ukthi Ana. Dia kan satu kelas sama kak Darwan. Siapa tahu dia dengar kak Darwan lagi dekat sama siapa." jawab Sendi. "Dia nggak mungkin gosip Sen. Kamu kayak nggak tahu dia aja. Nanti aku coba tanya bang Catur," Sabrin teringat catur senior yang selalu menggodanya itu merupakan salah satu teman dari kak Darwan. "Boleh juga tuh..." jawab Sendi cepat. "Sudah kamu jangan sedih dong Rin. Kalau memang Allah telah menjodohkanmu dengan dia di lauh mahfudz pasti gak akan ketuker kok" Sabrin memang sadar, jika dirinya jauh dari kata sempurna. Apalagi harus disandingkan dengan kak Darwan. Tetapi apa boleh dia berharap pada pria itu?   **** Sepulang kuliah Sabrin melihat bang Catur sedang di parkiran. Lalu dia mendekati pria itu berharap mendapatkan sedikit informasi soal kak Darwan. "Bang Catur..." panggil Sabrin. "Assalamu'alaikum dek Sabrin" "Eh.. wa'alaikumsalam. Maaf aku lupa ngucapin salam" Bang Catur hanya tertawa melihat Sabrin yang salah tingkah. "Ada apa dek?" Tanya laki-laki itu. Melihat tak seperti biasanya Sabrin mendekatinya terlebih dahulu. Biasanya dia yang mati-matian mendekati Sabrin. Walau dia tahu, gadis ini telah jatuh hati dengan sahabatnya, Darwan. Pria berdarah minang yang memang membius banyak kaum hawa untuk mendekatinya. Tetapi ditolak mentah-mentah oleh pria itu dengan alasan tidak mau memiliki ikatan dengan seorang wanita tanpa ikatan yang halal. Dan Sabrin merupakan salah satu korban dari sahabatnya itu. Menurut Catur, Sabrin gadis yang manis dan periang. Wajahnya juga cukup rupawan. Ditambah kulitnya yang putih dan sering terlihat merah jika Sabrin sudah terkena sinar matahari. Alis matanya yang tebal bak semut yang sedang beriringan. Bibirnya yang tipis kemerahan. Dan rambutnya yang lurus hitam tergerai. Cukup indah makhluk ciptaan Allah yang satu ini. Tetapi memang sahabatnya itu sulit untuk diajak kompromi. "Bang Catur.. boleh aku tanya sesuatu?" Tanya Sabrin hati-hati. "Kemarin Sabrin lihat kak Darwan di depan kampus UIN," Sabrin seperti salah tingkah karena di perhatikan oleh Catur dengan intens. "Lalu?" "Dia sama cewek kerudungan. Kira-kira abang tahu nggak siapa ceweknya?" "Darwan sama cewek?" Tanya Catur tak percaya. Lalu dia melihat Sabrin mengangguk tanda pasti jika yang dia lihat memang Darwan. "Waduh, abang nggak tahu dek. Setahu abang, dia nggak punya saudara anak UIN," jawab Catur jelas membuat Sabrin makin sedih. Jadi wanita yang bersama kak Darwan mungkin saja kekasihnya. "Nanti abang tanyain deh. Dek Sabrin mau pulang bareng nggak?" Tanya Catur yang berharap di iyakan oleh Sabrin. Namun nasib memang selalu menolaknya untuk bersama Sabrin. "Maaf bang, Sabrin masih ada kelas di lab," dengan malas Sabrin melangkah menuju ruangan lab. Pikiran dan hatinya terus berperang. Apa benar gadis itu kekasih dari kak Darwan? Apa benar kak Darwan berpacaran? Tetapi dia sendiri yang bilang tidak ingin berpacaran sebelum ada ikatan yang halal.. Lantas semua ini apa? Dihapus air matanya lalu masuk kedalam kelas laboratorium. Ternyata nasib Sabrin memang buruk hari ini. Asisten lab yang bernama kak Azhari menyindir Sabrin abis-abisan. "Saya dengar angkatan kalian ada yang benci sama saya. Dan mengatakan saya setan hitam. Ada yang bisa menjelaskan?" Sabrin hanya bisa menunduk karena sedari tadi tatapan mata kak Azhari seperti ingin mengulitinya. "Apa karena saya senang memakai jaket hitam saya ini. Karena itu dipanggil setan hitam?" Tanya nya sekali lagi yang tertuju pada Sabrin. "Kamu kayaknya ketahuan deh Rin," bisik Sendi. Lalu Sabrin hanya mengangguk membenarkan perkataan Sendi. 'Nasib.. nasib.. udah sakit hati, kena omel pula' maki hati Sabrin.   ****   "Sabrin.." panggil Sendi. "Yang kemarin bagaimana? Sudah tanya sama bang Catur?" Dan lagi-lagi Sabrin menangis kedalam pelukan sahabatnya itu. Cuma kepada Sendi dia menumpahkan seluruh perasaan yang dia rasakan. "Kayaknya benar itu kekasihnya kak Darwan. Aku harus bagaimana Sen? Aku belum mampu hapus perasaan ini" jerit Sabrin. Di usapnya punggung Sabrin oleh Sendi. "Sabar. Perempuan baik ditakdirkan untuk laki-laki baik. Kamu kan baik Rin, aku yakin ada laki-laki baik di sana yang bisa melihat kebaikkan kamu. Kak Darwan hanya melihat kamu dari luarnya saja," Sendi berusaha kembali menenangkan sahabatnya. "Makannya kamu sholat yang rajin. Minta petunjuk sama Allah. Jangan sholat cuma karena mau ngecengin kak Darwan aja," sindir Sendi. Sabrin tertawa mendengar sindiran Sendi. Memang awal dia masuk kampus dan bertemu kak Darwan, dia sholat hanya karena ingin melihat kak Darwan. Sangat gampang mencarinya di kampus, jika bukan di lab atau perpustakaan maka carilah dia di masjid. Pasti pria itu selalu duduk diatas sajadahnya menyenandungkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sabrin sangat menyukai suaranya itu jika kak Darwan tengah membaca Al-Qur’an. Bahkan tadinya Sabrin ingin masuk LDK agar lebih dekat dengan kak Darwan. Tetapi kembali hatinya menolak. Karena masuk LDK harus menggunakan hijab saat melakukan perkumpulan. Sedangkan dia tidak siap sama sekali untuk menutup dirinya. Tetapi dia kembali ingat apa kata Sendi. 'Jangan menunggu diri untuk siap berhijab. Karena untuk perempuan muslim, setelah baligh wajib untuk menutup auratnya' Namun lagi-lagi semua nasihat dari sahabatnya hanya masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri. Entah kapan Sabrin akan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhkan semua larangan-Nya. Karena yang dia tahu saat ini yang masih dia lakukan adalah menjalankan larangan-Nya dan menjauhkan perintah-Nya. Sabrin berharap suatu saat nanti dia bertemu dengan imamnya yang mampu menuntunnya menuju jalan yang di ridhoi Allah. ----- Continue

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marrying Mr. TSUNDERE

read
379.8K
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

PEMBANTU RASA BOS

read
14.6K
bc

When The Bastard CEO Falls in Love

read
369.6K
bc

Guru BK Itu Suamiku (Bahasa Indonesia)

read
2.5M
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.0K
bc

Mengikat Mutiara

read
141.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook