bc

Kepincut Cinta Papi Gula

book_age18+
203
FOLLOW
3.1K
READ
one-night stand
HE
age gap
badgirl
drama
bxg
campus
addiction
lawyer
like
intro-logo
Blurb

Lizzie putus asa saat sang ayah menarik dukungan dana untuk membiayai kuliahnya, hanya karena dia memilih menjadi seorang mahasiswi seni dibandingkan menjadi calon dokter seperti yang ayahnya inginkan. Guna mendapatkan sokongan dana untuk biaya kuliah, Lizzie melemparkan dirinya sendiri untuk menghasilkan uang kepada pria asing tampan yang dia temui di bar bernama Daxon. Mulanya tidak pernah terbesit sama sekali untuk menjadikan Daxon sebagai Papi gula. Tetapi saat Daxon yang memberikan penawaran demikian. Lizzie tergoda untuk menerimanya. Perbedaan usia tidak masalah untuk urusan uang, terlebih Daxon itu single, bisa sangat diandalkan dan pintar memanjakan.

chap-preview
Free preview
Om Bau Uang
Daxon bangun perlahan-lahan, mulutnya terasa aneh dan anggota tubuhnya juga terasa begitu berat. Dia menghadap ke arah samping dan berharap melihat … yang jelas bukan bantal kosong. Dengan kepala yang terasa pening, pria itu mengangkat sedikit beban tubuhnya dengan siku seraya melihat ke sekeliling ruangan. Dia berada di kamar pribadinya, ‘kan? Melihat ada laptop dan beberapa situasi yang familiar Daxon langsung berasumsi bahwa dia betul-betul ada di kediamannya. Dia memperhatikan sekitar sebelum bola matanya mendapati ada dua gelas yang berisi sedikit anggur, botolnya bahkan terguling di atas karpet yang menyebabkan nodanya berada disana. Tapi yang menarik perhatian justru adalah sepasang sepatu bertali yang teronggok dan tak pas diantara seluruh kemewahan rumahnya. Seketika ingatannya mengalir kembali. Dia membawa pulang seorang gadis semalam, dia juga mengingat bagaimana wanita itu meleleh hanya dengan sedikit sentuhan darinya. Bagaimana rasa bibirnya ketika Daxon membawanya dalam sebuah ciuman. Ya, ciuman yang begitu hangat dari sekian banyaknya ciuman yang pernah dia rasakan seumur hidupnya. Gadis yang dia bawa agak sedikit berbeda dengan tipe-nya. Namun terlepas dari hal itu, Daxon bersumpah bersedia melakukan apa saja untuknya. Waktu mereka selesai saja dia masih bisa berguling seraya menggodanya untuk ronde tambahan. “Mau melakukannya lagi?” Tentu saja jawabannya adalah “Jelas, iya.” Tapi siapa dia? Daxon berusaha keras mengingatnya. Tepat dalam kesulitan itu, pintu kamar mandi terbuka dan seorang gadis melangkah keluar dalam kondisi telah berpakaian lengkap seperti semalam. Celana jeans sobek di bagian lutut dan kaos oblong bergambar metalica dengan kemeja kotak-kotak sebagai outer. Gadis itu tersenyum padanya. Lagi-lagi kilat itu menyambar Daxon. “Lizzie,” sebut Daxon tiba-tiba tanpa bisa sadari. “Halo, Om tampan,” sahut Lizzie mendekat, lalu dengan acuh tak acuhnya dia mengangkat tangan seperti meminta sesuatu, menodong Daxon tidak peduli dengan tatapan tanya yang pria itu arahkan kepadanya. “Mana uangku?” “Kau mau langsung pergi sepagi ini?” Sebuah kernyitan muram melintasi wajah mungil gadis itu. “Aku ada kewajiban yang perlu dilakukan. Harusnya aku pergi sejak semalam, jika saja kau sudah memberikanku bayaran.” “Ah,” kata Daxon dilanda kekecewaan yang tidak terjelaskan. Tapi kemudian dia sadar akan sesuatu hal yang penting. Tiba-tiba saja dia bisa membaca bahasa tubuh Lizzie yang tegang. Pria itu menyadari betul bahwa tidak ada gunanya mengulur waktu. Dia kemudian menyeret tubuhnya untuk mengambil sesuatu dari celana yang dia kenakan semalam. Mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya tanpa dihitung terlebih dahulu. Lizzie langsung memberinya sebuah ekspresi riang. Diberinya Daxon kecupan singkat sebelum mengambil lembaran uang itu. “Kau tahu? Tadi malam itu malam yang sangat panas, tapi aku tidak berniat untuk memulai sebuah hubungan. Bahkan hubungan kasual sekali pun. Kalau kau tidak keberatan, aku ingin memikirkanmu sebagai imajinasiku … dan bukan orang sungguhan yang akan berpapasan denganku di tempat umum.” Itu yang pertama. Daxon merasa kagum untuk sesaat. Biasanya dialah yang berusaha untuk meloloskan diri setelah sebuah one night stand sementara para perempuan akan mencoba mengorek informasi pribadinya. Daxon sebetulnya tidak suka dengan situasi terbalik ini, tetapi harga diri yang dia miliki cukup untuk menahan seruan dan meloloskan Lizzie meskipun dirinya masih sangat penasaran pada gadis itu. “Aku lumayan suka dengan idemu,” sahut Daxon. Lizzie melemparkan kepalanya ke belakang sebelum akhirnya tertawa, seluruh ketegangan akhirnya mereda. Tapi sebelum benar-benar pergi, wanita itu menyempatkan untuk memberinya sebuah ciuman selamat tinggal yang panas. “Terima kasih untuk yang tadi malam dan tips-nya. Percayalah itu malam yang luar biasa yang pernah aku rasakan seumur hidupku.” Daxon tersenyum. “Aku juga,” katanya. Sesungguhnya saat itu dia betul-betul sedang bersungguh-sungguh. Beberapa saat setelahnya Lizzie mengambil sebuah tas selempang dan mengenakannya sambil meniupkan sebuah kiss bye. “Dah, Om tampan.” “Dah, baby girl.” Kemudian Lizzie menghilang dari balik pintu kamarnya. “Selamat datang kembali ke realita, kalau begitu,” kata Daxon untuk dirinya sendiri. *** Lizzie menjatuhkan tas selempangnya dengan malas ke lantai. Tubuhnya begitu tidak bertenaga ketika membaringkan diri di atas ranjang. Suara detik jarum jam berdetak konstan, menghipnotis dirinya untuk bergulir menutup mata. Ada hela napas mengisi jeda sebelum kantuk menyerang. Dia betul-betul lelah setelah digempur nyaris semalaman oleh si om-om tampan yang dia temui untuk mendapatkan uang dengan cara mudah di bar. Kebetulan pria yang dia temui lumayan royal, bahkan Lizzie kaget bukan main saat dia menyodorkan uang dengan jumlah fantastis untuk satu malam. “Baru pulang kau?” Setengah mati Lizzie berusaha untuk tidak marah, tapi tetap saja dia menggeram pada akhirnya. Kantuk yang ada jadi memudar, memaksa kedua kelopak mata membuka melirik pada sosok pria yang menjadi teman sekamarnya. “Ya, Armant?” Pemuda itu menghela napas, menggosok batang hidungnya dengan sedikit emosional. “Kenapa kau harus bertingkah begini? Ketika kuberi kau kelonggaran kau malah bersikap makin seenaknya.” “Maksud? apa tidur dipagi hari tidak diperkenankan?” “Lizzie, kau tahu betul aku sedang membicarakan hal lain. Kau pergi semalaman dan baru pulang di pagi buta. Aku mengkhawatirkanmu. Kau bisa saja terluka, Lizzie. Kau bahkan tidak menelepon salah satu dari kami untuk mengabari. Kau bisa saja mengalami hal-hal buruk. Tolong kurangi kebiasaanmu itu! tidak baik bagimu untuk keluar malam apalagi kau itu perempuan. Kejahatan—” “Oh ayolah Armant!” Lizzie tidak tahan untuk mengeluarkan suara rintihan panjang dan agak keras. Dia seorang pria tapi kenapa omelannya melebihi ibunya sendiri? terkadang ada dimana Lizzie merasa tak tahan dengan sikap Armant yang seperti seorang kepala di rumah ini. Dia tidak banyak berharap sebenarnya, hanya ingin pagi yang damai tanpa harus mendapatkan penghakiman dan omelan yang malas untuk dia dengarkan. “Aku tidak mabuk-mabukan oke? Kau selalu berulangkali mengatakan hal yang sama padaku sampai aku bosan. Aku bukan orang bodoh, Armant, oh … sial! Kau menghancurkan moodku.” “Kalau begitu berhentilah bertingkah seperti ini.” “Bisakah kau tidak ikut campur dalam kehidupan pribadiku? Aku sudah memiliki orangtua menyebalkan, aku tidak ingin kau juga mengisi daftar orang menyebalkan dihidupku. Aku sudah dewasa! Aku tidak perlu kau yang harus mengasuhku setiap saat!” “Tapi kau masih saja membuat keputusan yang kekanak-kanakan,” kata Armant lagi yang tampaknya masih ingin mendebat Lizzie. Sungguh, Lizzie tidak pergi ke bar untuk mencari masalah atau setidaknya apa pun yang dipikirkan oleh Armant tentangnya. Dia hanya berakhir disana karena terlalu stress atas penolakan yang diberikan oleh sang ayah dan berkeputusan menarik seluruh dukungan dana untuk keperluan kuliahnya. Dia hanya mencoba untuk melupakan masalahnya sejenak dan mencari nafkah dengan cara yang mudah. Bukankah setiap orang punya titik dimana tidak kuat menahan banyak tekanan dan punya cara untuk masing-masing untuk mengatasi stress? Itulah yang Lizzie sedang lakukan tapi Armant jelas tidak akan bisa mengerti hal itu. Dia berada dalam lingkungan keluarga yang mendukung penuh soal pilihan hidupnya, serta siap dalam sokongan dana. Berbeda sekali dengan Lizzie yang perlu mengais uang dengan caranya sendiri lantaran ayahnya tidak sudi membiayai. “Kau tidak akan pernah mengerti. Persetan! Sudahlah, jangan ganggu aku!” ungkap Lizzie seraya bergumam, mencoba menghapus sisa amarahnya. Tapi hanya selang beberapa lama saja Lizzie ditarik dari belakang dan dipeluk dengan lembut. Kedua mata Lizzie membelalak. Tapi dia tahu siapa pelakunya. Orang yang sama yang memberinya luka. Armant. Pria itu memeluknya dengan erat dan membenamkan kepalanya di bahu Lizzie, jika sudah begitu Lizzie hanya bisa menghela napas. “Maafkan aku, Lizzie aku tidak bermaksud membentakmu. Aku hanya khawatir,” ujar pria itu penuh kasih. Sekali lagi Lizzie melebur dan kembali memberi maaf padanya seperti biasa. “Tidak apa-apa,” gumam gadis itu. “Justru aku yang harusnya minta maaf karena telah berteriak padamu.” “Tidak apa-apa.” Dia mencium puncak kepala Lizzie dengan sayang lalu melepaskannya. “Aku akan pergi bekerja, semoga harimu menyenangkan ya, Lizzie.” “Ya, terima kasih.” Bukankah selalu seperti itu? bahasa cinta dengan saudara dan keluarga memang terkadang tidak bisa dimengerti. Saling berteriak, saling memaki dan menghakimi lalu diakhir berbaikan kembali. Sebuah pola yang sama dan sudah Lizzie hafal diluar kepala. Meskipun Armant tidak terhubung dengannya dalam hubungan darah. Tapi kedekatan mereka justru jauh lebih dari itu. Dia selalu menjadi pelindung untuknya dan sikapnya yang seperti itu adalah bukti bahwa dia menyayanginya. Walau kadang berlebihan dan Lizzie muak juga. Setelah sendirian di rumah, tiba-tiba Lizzie mendapati notifikasi dari ponselnya. Dia membuka dan menemukan pesan yang masuk ke kotak masuknya. Jangan lupa hari ini ada kelas psikologi kriminal. Aku dengar hari ini professor mengundang narasumber khusus untuk studi kasus dan katanya, dia sangat tampan. Kau pasti akan terkesima saat sudah melihatnya nanti. Siapa pun orangnya, sepertinya tahta pria maskulin paling tampan dalam memori Lizzie masih dipegang oleh Daxon. Si om-om senangnya yang sudah memberi dia uang tunai dengan jumlah fantastis. “Walau aku sudah mengatakan hal yang keren padanya, tapi ... apa kami bisa bertemu lagi ya?”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hasrat Istri simpanan

read
7.8K
bc

BELENGGU

read
64.6K
bc

The CEO's Little Wife

read
627.7K
bc

Revenge

read
16.1K
bc

After That Night

read
8.5K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.8K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook