bc

Heidi ( I Will Survive)

book_age18+
13
FOLLOW
1K
READ
HE
love after marriage
blue collar
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Heidi seorang gadis yang akhir nya yatim piatu pada usia 18 th. Karena sebelumnya Ibunya sempat menikah dengan seorang lelaki Arogan dan m***m. Kehilangan seorang Ibu, membuat ia menjadi penanggung jawab dua adik se ibu nya, yang juga tidak di tanggung jawabi ayah kandung mereka. Sebenarnya kehidupan mereka dapat membaik dan berkecukupan setelah Heidi memperjuangkan harta peninggalan Ayah dan Ibu nya. Walau cukup rawan ganggian dari ayah tiri nya Guntoro yang sudah berselingkuh dengan seoran wanita malam yang bernama Suryani. Kehidupannya yang di warnai dengan problematika rumah tangga orang tua nya membuat Heidi cuukup mandiri dan terbiasa dengan keras nya kehidupan. Kebutuhan uang kas untuk menghidupi adik dan biaya sekolah membuat Heidi memilih bekerja sebagai ojek online. Profesi nya ini kelak membawa ia masuk kekehidupan seorang pemuda dari keluarga kaya. Namun perjalan hidupnya tidak membawa ia pada kedekatan satu orang pria saja, terbiasa dengan dunia kerja lapangan membawa Heidi pada profesi yang di d******i oleh kaum pria. Dan paras yang cantik serta loyalitas membuat dirinya disenangi dan di kagumi beberapa kaum Adam. Alur hidup yang penuh dinamika dan cobaan ternyata juga melahirkan mental yang kuat dan keteguhan hati. Hal ini lah nantinya yang membuat Heidi sanggup menggapai kehidupan bahagia nya dan memenuhi amanah dari Ibu nya untuk menjaga dan memberikan kehidupan yang baik bagi kedua adiknya.

chap-preview
Free preview
Bab 1. Heidi si tukang ojek
“Heidi.., percuma kamu ini disekolahin. Tampil bagus , seperti wanita pada umumnya saja tidak bisa”, amarah Ayah dengan melemparkan asbak pada Heidi, untungnya ia bisa mengelak kalau tidak, darah pasti mengalir dan aku akan angkat. kaki dari sini, batin Heidi. “ Ayah, ini sudah penganiayaan. Tampilanku begini bukan kejahatan ayah, tapi jika tadi kening ku bocor jangan bilang aku tidak akan membuat visum”, ujar Heidi yang biasa pasrah kini mulai memberontak. “ Dasar gadis dekil, kamu itu lahir sebagai wanita bukan pria sehingga ugal ugalan seperti itu”, Ayah nya marah karena hutang yang menumpuk di rentenir. Dan sudah pasti Heidi paham maksud Ayah nya mengomentari tampilan nya serta menyuruh ia berdandan. “ Kamu tahu dimana Ibumu menyimpan sertifikat rumah ini dan kebunnya, hah? Ibu mu itu sudah meninggal bukan meninggalkan harta, malah membuat masalah. Dasar perempuan pelit”, kata Ayah nya tersebut dengan wajah menekuk. “ Ibu tidak menyerahkan dokumennya ke Ayah? Alhamdulillah ternyata Ibuku memang pintar , kukira Ibu cukup bucin dengan lelaki jahat seperti ini. Dengar ya, Ayah semua yang Ayah nikmati ini adalah harta Ibu, warisan orang tua ibu kalau pun ada bagian ayah secara hukum warisan tidak semua nya. Apalagi ayah yang menyebabkan Ibu meninggal , nih lagi perempuan pela*ur ini, kalian membuat ibuku sakit dan semakin menjadi jadi. Ingat ayah, Ibu itu istrimu ketika masih hidup. Perempuan ini gundik mu bahkan masih jadi pela*ur kau sudah menafkahinya dan membuat berlimpah harta dan semua dari hasil kebun Ibu. Aku yang dekil ini, bekerja untuk sedikit membantu pengobatan ibuku. Haram semua yang kau lakukan pada kami, asal kau tahu itu ”, Heidi berteriak keras. “ Diam, kau memang wanita jalang, aku bukan Ayahmu. Untung kau tidak ku buang semasa kecil”, kata Ayah Guntoro yang memang bukan Ayah kandung Heidi, Ia menikahi Ibunya Heidi setelah ayah kandung Heidi meninggal. “ Hei Guntoro, jadi itu begitu saja ku panggil, ya. Aku memang bukan anakmu dan aku makan dari hasil harta ibuku. Gina dan Gito itu anak mu, tapi ada kau peduli pada mereka. Rumah ini warisan Ayah ku , seharus nya angkat kaki kau sekarang juga Guntoro bawa gundik mu itu.” teriak Heidi dengan wajah memerah. Heidi sudah mengetahui semua nya ketika ibu nya meninggal dunia dengan penyesalan menikah dengan lelaki jahat seperti ini. Bahkan ibunya menitipkan adik adik pada dirinya serta mengatakan bahwa semua surat berharga sudah ibu titip ke pengacara ibu. Tapi saat ini pengelola kebun ibu sudah kongkalikong dengan Guntoro. Sedang ia sendiri baru mau tamat SMA , harapan untuk kuliah seperti cita cita Ibu dulu punah sudah. Adik nya Gito masih kelas satu SMA dan Gina kelas dua SMP. Dia butuh uang kas untuk semua itu. Ibu Heidi meninggal sebulan yang lalu, kesedihan masih amat sangat tapi beban hidup terasa lebih berat. Sebenarnya keluarga mereka termasuk keluarga berada di kampung ini. Dengan kebun yang luas dan rumah besar. Tapi nyata nys hasil kebun sudah entah bagaimana memintanya. Walau kata Ibu sertifikat ada di pengacara. Tapi siapa dan alamat nya? Sedang ia benar benar butuh uang saat ini, tidak bisa menunggu ke pengacara lalu jual tanah. Tadi itu saja, Ayah nya marah karena ia minta uang untuk biaya sekolah dan makan adik adiknya. Kalau nggak ingat adiknya, ia sudah pergi merantau saja. Heidi pergi berwudhu, untuk sholat zuhur ia tadi narik ojek online dan istirahat dengan maksud mau makan siang dan sholat tapi apa boleh buat, nasi bungkus yang dia beli diberikan pada dua adiknya yang baru pulang sekolah bahkan ia memberikan uang lima ribuan untuk membeli mie goreng instan sebagai tambahnya. Dan ketika mendengar suara ayahnya memberi uang pada istri mudanya, ia langsung kedepan meminta uang untuk makan dan sekolah kedua adiknya. Tapi bukannya dapat, malah di caci maki oleh ayah tirinya itu dan umpatan ke Almarhum Ibunya. Panas hati Heidi jadi nya, “ akan kupikirkan bagaimana caranya agar dapat mengusir orang ini dari rumah peninggalan Ayah kandungnya” , batin Heidi geram. Sehabis sholat ia minum dan diam diam mengambil biskuit di meja tamu, ketika ayah tiri dan istrinya baru masuk ke kamar. Di tuangnya biskuit tersebut ke mangkok plastik dan dimasukkannya lagi dua biji ke toples, baru di kembalikan ke meja depan di samping gelas kopi Ayah tirinya tersebut. Biskuit tadi di ambilnya tiga keping dan dimasukkan ke saku sedang sisa nya diberikannya adik adiknya untuk disimpan di kamar. Ia pun bergegas menuju motornya dan mengecek aplikasi. Untung ada order, tap.. langsung di ambilnya orderan yang memintanya untuk mengantar seseorang ke daerah cukup jauh dari daerah rumahnya tersebut. “pp Tubuh Heidi yang tinggi kurus tidak terlalu terlihat sebagai wanita. Rambut nya yang pendek terkesan seperti rambut cowok yang gondrong. Dan sekarang dengan cepat ia melaju keluar pekarangan rumah, setelah mendengar namanya dipanggil dengan berteriak oleh ayah tirinya tersebut. Untung saja selagi Ibunya masih ada , walau harus bertengkar terus dengan suaminya tersebut, dia dan adik nya sudah memiliki ponsel masing masing nya. Heidi mengajari mereka untuk jualan online agar bisa tetap di rumah. Tapi persaingan jualan online sekarang bukan lah mudah ditaklukkan sebulan ini aja ia dan adik nya baru bisa mengumpul uang lima ratus ribu. Belum cukup untuk membayar kebutuhan sekolah ongkos bahkan makan. Gundik ayahnya tersebut diberi uang oleh Ayah nya untuk dirinya sendiri. Bahkan Bi Isah yang dulu membantu untuk masak kini sudah di berhentikan. Jadi sudah di pastikan tidak ada makanan yang dapat di makan setiap harinya tanpa merogoh uang sendiri. Heydi bertekad untuk hari ini ia harus mendapat kan sejumlah uang. Uang tadi pagi sudah habis untuk beli makanan dan bensin. Dalam perjalanan pulang dari mengantar penumpang tadi ia masih sempat menerima orderan penumpang untuk daerah sekitar situ. Sekarang sudah jam lima kurang lima menit. Ia pun masuk ke area sebuah Masjid yang hampir di pelosok untuk sholat Ashar. Cepat ia bergegas berwudhu dan melaksanakan sholat Ashar. Heidi menyandarkan badannya ke dinding meregang otot otot nya yang tegang agar lentur kembali. Ia menepuk bokongnya yang terasa tepos karena berjam jam duduk di motor. Setelah dirasa mendingan ia pun keluar dari Mushola tersebut , dan hari teryata sudah setengah enam sore. Sebentar lagi Magrib, tapi bila ia sholat Maghrib di sini bisa bisa tengah malam ia baru akan sampai di rumah. Dengan kecepatan diatas rata rata ia pun mengendarai motornya. Jalanan yang lumayan sepi, membuat hati nya sedikit tak menentu. Kondisi mendekati Maghrib dan mengendarai sepeda motor di daerah pelosok di perbatasan kota membuat Heidi melaju melesat karena lengangnya. Biasanya di kota kondisi jam segini justru padat merayap. Orang berlomba lomba untuk sampai dirumah. Tapi apa itu? Didepannya tiba tiba muncul sebuah mobil yang melesat ke arah nya. Tanpa pikir panjang Heidi membelokan stang motornya masuk ke semak semak yang rimbun di samping jalan dengan posisi terjatuh. Pedih rasa ketika tangan nya tersayat pinggiran lalang yang tajam. Ah…Itu mobil nyata atau bukan sih, batin Heidi. Tapi belum sempat ia berdiri terdengar suara kuat “ brakkkkk…” , suara sesuatu yang membentur kuat membuat perasaan Heidi menjadi lemas pias. Dengan perlahan ia menyibak ilalang. Masih dalam posisi duduk di sela sela ilalang di depannya ia melihat mobil yang tadi hampir menabraknya sudah membentur sebuah pohon, mobil sendiri masih dalam kondisi hidup. Entah bagaimana orang didalamnya. Dengan sigap Heidi mendirikan motor nya dan dan mengeluarkannya dari semak semak lalu di tinggalkannya motor tersebut dan ia berlari menuju mobil. Ban mobil masih berputar mengakibatkan kondisi mobil bisa saja lepas dari hambatan pohon dan meluncur lagi ke sembarang arah. Ia pun berusaha membuka pintu,yang terkunci dari dalam. Di dalam terlihat seseorang dengan dahi bengkak berdarah, Heidi memberi aba aba agar orang tersebut membuka pintu. Setelah menunggu semenit dua menit, orang tersebut belum juga bergerak. Haidi mengambil ponselnya dan menelpon nomor darurat kepolisian dan ambulance yang memang jadi koleksi nya yang belum pernah terpakai. Setelah terhubung keduanya Heidi menjelaskan singkat kondisi yang terjadi dan lokasi yang kejadian. Setelah itu, Ia pun kembali menatap orang di dalam mobil. Bagian kiri mobil benar benar remuk tapi untuknya bagian kanan tidak begitu tapi mungkin benturan yang kuat membuat kepala nya terbentur dan terlihat bengkak dan sedikit berdarah. Ia kemudian sadar bahwa kali ini laki laki tersebut memandang sayu pada Heidi, Ia pun terus memberi kode dan meminta pintu agar di bukakan. Adzan Magrib pun berkumandang dan entah mengapa tiba tiba pintu mobilnya terbuka. Heidi pun langsung membuka nya lebar. Mematikan mesin dan melihat kondisi pemuda tersebut. Alhamdulillah ringseknya tidak sampai ke bagian pengemudi, sehingga pemuda itu masih duduk dengan biasa tapi mungkin dia sempat syok karena mengalami benturan keras. Heidi membuka safety belt yang digunakan pemuda itu kemudian memberi minuman yang ada di dekat pemuda tersebut. Heidi bingung apakah akan mengeluarkan pemuda itu atau menunggu sampai Ambulance datang. Hari semakin gelap, ia kembali menelpon nomor ambulance tadi dan ternyata belum ada ya berangkat karena info nya seluruh Ambulance sudah keluar. Karena hari semakin gelap Heidi berniat membawa orang tersebut ke klinik atau rumah sakit terdekat. Ia pun melihat di sekeliling mobil apakah ada barang berharga, dilihatnya hanya ada tas kecil waist bag yang tergeletak di dashboard mobil. Heidi mencoba menggotong pemuda tersebut keluar. “ Aduh ternyata kamu berat banget, padahal aku pernah jadi kuli pasar tapi kamu memmang berat banget”, dengan susah payah akhirnya ia dapat mengeluarkan pemuda tersebut. Tapi kemudian, dari kejauhan ia melihat sebuah motor melintas, cepat Heidi berteriak minta tolong dan melambaikan tangannya sehingga akhirnya orang tersebut berbalik ke arah mereka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The CEO's Little Wife

read
627.7K
bc

Revenge

read
16.1K
bc

After That Night

read
8.5K
bc

BELENGGU

read
64.6K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
7.8K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.8K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook