bc

PREFERENSI

book_age12+
992
FOLLOW
5.8K
READ
arrogant
drama
comedy
twisted
bxg
like
intro-logo
Blurb

Monarza Arkananta selalu berpikir hidup harus terencana. Secara sistematis ia selalu membuat target dan langkah-langkah aktual untuk mencapainya. Di usia duapuluh tujuh tahun, sudah saatnya bagi Mona menjalin hubungan yang serius dan tentu saja bermuara ke pernikahan. Memiliki rumah tangga yang harmonis, suami yang sesuai kriteria, dan anak yang bagai pinang dibelah dua dengan dirinya, adalah racun televisi yang telah menyatu di nadinya. Menikah adalah langkah awal untuk mewujudkan segala target hidupnya.

Lentera Girindanu selalu memiliki prioritas dalam hidupnya. Bagi Danu, menjadi anak lelaki satu-satunya dalam keluarga, sudah semestinyalah ia mencurahkan segalanya untuk membahagiakan ibu dan saudaranya. Setiap keputusan yang ia ambil selalu berkiblat pada kesejahteraan keluarganya. Menikah adalah langkah terakhir yang akan ia ambil setelah semua prioritas bisa ia penuhi.

Ini tentang dua orang yang termakan standar sosial mengenai sukses dan mapan, sampai kapan mereka bisa bertahan?

chap-preview
Free preview
..Prolog..
Aku bersumpah, rasa ini benar-benar memabukkan! Fokus! Fokus, Monarza. Ingatlah kata artikel yang kamu baca bertahun-tahun lalu. Ciuman hanya boleh dilakukan saat telah benar-benar mengenal pasanganmu. Melibatkan rasa nyaman, diinginkan kedua pihak dan tentu saja sesuatu yang sering didengung-dengungkan orang dengan istilah chemistry. “Lagi?” tanyanya dengan kedipan mata. Aku merengut sejenak. Jelas aku harus pasang tampang ternoda demi harga diriku. Mana boleh mengakui bahwa tadi aku… terbuai—asem bahasaku dangdut abis. Rekor Monarza Arkananta dihancurkan Lentera Girindanu dalam sekali kencan! Aku bukan anak kemarin sore yang berpura-pura polos dan tak tau apa-apa. Aku jelas bisa membedakan mana cowok yang cara ciumannya baru meletek dan mana  yang mampu membuat tali b*a terlepas tanpa disadari di sela belitan lidah. Dan Danu termasuk kategori terakhir. Itu yang aku sesalkan. Cowok yang ciumannya jago kayak Danu ini ada untung dan ruginya. Untungnya, aku enggak bakal kecewa dengan setiap manuver yang dia lakuin. Apesnya, berarti aku orang ke sekian yang dia jelajahi. Tapi, enggak masalahlah, ya, menurut aku. Emang siapa aku yang sok suci nyari cowok yang enggak pernah ciuman? Ew! Enggak tau diri itu namanya. Hal yang fatal sebenarnya adalah, aku enggak pernah merasakan pipi meradang sampai segininya pas ciuman sama mantan-mantanku. Soal Danu? O… ow, nasihat artikel Mbah Google tentang ‘Kapan sebaiknya ciuman dilakukan?’ seolah dikremasi menjadi abu. Terabaikan di sudut kereta pikiran. Demi pengalaman masa lalu dan ocehan sableng sobat-sobatku di kantor yang suka mengklasifikasikan cowok berdasarkan keterampilan mereka berciuman, mungkin Danu bisa kukasih nilai sembilan. Tanpa sempat menarik napas, ia menyerangku habis-habisan. Sebelum berbaring nyaman di sofa k*****t—dengan lengan menutupi mukanya dan tawa tertahan yang enggak susah payah ia sembunyikan tentu saja—ia membenturkan badanku ke dinding dan berhasil membuatku bergantung sepenuhnya, melingkupi pinggangnya. Membuat kepalaku pusing setengah mati dan entah bagaimana justru bibirku yang mencari-cari miliknya. k*****t! Jelas-jelas di luar ekspektasi. Penampilan Danu yang rapi, teratur dan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda keliaran membuat otakku mematok skill ciuman Danu paling banter enam setengah meski sudah satu tahun saling mengenal. Nyatanya… “Aw!” Aku terjerambab. Membentur d**a yang hangat sekaligus keras di beberapa tempat. Aku bersumpah enggak akan pernah membiarkan Danu membuka bajunya di tempat mana pun, kecuali… hanya ada aku di dalamnya. “Matamu enggak bisa bohong, Mona,” ucap Danu di sela kekehannya. “Maksud kamu?” Mataku mendelik. Yeah… aku hanya mampu mendelik. Lengan Danu mengurungku persis seperti ular yang berniat melemaskan mangsanya. Lagi, aku juga enggak berpikir untuk melepaskan diri. “Dari tadi kamu sok mikir, tapi—“ Danu tidak menyelesaikan kata-katanya. Ia menggumamkan sisanya di atas bibirku. Aku kalah. Aku menyerah! Tanpa tau otak perhitunganku tercecer di mana, kelopak mataku berkhianat dengan mengatupkan dirinya. Danu menyergap dalam kecupan ringan. Aku bergetar persis seperti abege baru mulai cipokan. Tungkai kakiku dengan tak tau diri melesak di antara kakinya. Membuat jarak kami semakin tak bersisa. Pelan tapi pasti, Danu memaksaku buat membuka jalan dan habislah aku dilahap kobaran gairah yang belum pernah aku rasakan demikian intensnya. Tangannya mengusap punggung, membuat aku percaya sekaligus mengusir secuil otak yang masih mencoba berpikir rasional. Damn! Otakku benar-benar melarikan diri saat tangan Danu turun dan melakukan remasan tak beradab di tempat yang seharusnya. Aku terengah dan bukan hanya larut dalam belitan dan kecupan surgawi. Aku luluh lantak dan menyelinap sedikit—aku bohong, banyak—rasa tak rela kalau suatu saat ini berakhir. Aku ketagihan! Sialnya, aku dan Danu bukan seorang penyelam yang napasnya panjang. Kami terpisah karena kebutuhan untuk menyedot oksigen bebas setelah sama-sama dipacu mendaki kenikmatan. Aku langsung menegakkan diri. Secuil otak yang meringkuk di sudut memanggil teman-temannya hingga aku bisa berpikir jernih. Tanpa sadar, aku m******t bibir yang terasa bengkak di sana sini. Danu ikut berdiri dan mengusap perlahan organ yang telah menerima pujaan dan manjanya itu. “Sudah kubilang kamu mau lagi,” godanya. Kali ini aku berkacak pinggang. “Apa-apaan kamu, Nu?” “Apa?” Ia sibuk membenahi kemeja birunya yang ikut kusut di bagian depan. Tentu saja itu terjadi gara-gara tubuhku yang ikut meliar di atas dadanya. Ah… memikirkannya saja membuat pipiku lagi-lagi meradang. Danu s****n! Aku mengarahkan mataku ke sofa, sengaja menghindari kontak mata. Namun, bayangan pergulatan panas di sofa rumah kontrakan memaksaku untuk mengalihkan tatapan ke arah lain. Aku menguatkan diri untuk berkata, “Menurut artikel yang aku baca, pasangan setidaknya nge-date sepuluh kali dulu sebelum ciuman,” semburku. Dan aku dicium—parahnya, ikut membalas ciuman—di kencan pertama kami sebagai pasangan. Danu mengerjap. Sesaat kemudian hanya tawanya yang pecah membahana. “Teori begitu dipercaya,” jawabnya menggampangkan. ”Yang tau itu hati,” tambahnya seraya memungut tas kerjanya. Danu melenggang pergi setelah meninggalkan kecupan ringan di keningku, membuat kepalaku menjadi pusing dan memutar adegan beberapa menit yang lalu. Aku… telah melanggar rules-ku sendiri, untuk tidak menyerahkan bibirku sebelum sepuluh kali jalan bareng. “Siapa yang b**o?” rutukku pada dia yang menatap balik dari balik cermin. Seakan bisa menjawab, bayangan itu membalas, “Ya, lo!”   

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Long Road

read
120.7K
bc

Loving The Pain

read
2.9M
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.7K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook