part 1

1434 Words
"Ceraikan aku"  Masih berbaring, masih dengan Infus di tangannya dan masih dengan air mata yang mengalir, Alena bersuara tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya. Seketika Ruangan berdinding putih itu sunyi, suara obrolan Mamanya dan Mama Mertuanya di Sofa sebelah tempatnya berbaring yang tadinya terdengar dan sekarang tidak ada lagi Suara itu. Suara Papanya dan Papa Mertuanya yang sedang Menyemangati Suaminya tiba-tiba juga berhenti.  Seketika Ruangan itu sunyi. Alena berbicara lagi dengan Suara Bergetar, dan sebisa mungkin menahan Isakannya. "Tidak ada lagi yang bisa aku pertahankan, Janinku sudah tidak ada, sampai kapan kalian akan menyembunyikannya?"  Alena menarik Nafasnya dan menghembuskannya pelan. Sakit! Ya.. Semuanya Hancur sekelip mata. Dalam satu tahun Menikah dengan Reihan, kehidupannya berubah Drastis. Lelaki itu sudah memutar balikkan Kehidupannya. Di Jodohkan dengan Reihan setahun yang lalu, Alena fikir hidupnya akan bahagia dengan Reihan, tapi ternyata semuanya salah. Alena yang Jatuh Hati dengan Reihan. Tapi tidak dengan Pria itu, Reihan masih Mencintai di Wanita masa lalunya. Dan saat Alena tahu dia sedang Hamil Benih Cinta nya dengan Reihan, semangat yang tadinya mulai meluntur kini bangkit lagi. Dengan adanya Buah Cintanya dengan Reihan Alena yakin suatu saat pasti ada tempat untuk Alena di hati Reihan. Tapi lagi-lagi keyakinannya hancur, Janinnya pergi meninggalkannya, dia Keguguran. Di saat dia mau memperjuangkan kembali sesuatu yang hampir hilang kini secara tidak adil Tuhan mengambil satu-satunya alasan untuk dia Berjuang.  Sekarang Alena pasrah, Alena berusaha tetap Tegar. "Ayo kita Cerai Mas!" "Akhiri semuanya sekarang, Kamu tidak usah lagi memikirkan bagai mana keadaanku dan tidak usah lagi perduli dengan ku karna Janinku sudah tidak ada, itu artinya tidak ada alasan buatmu untuk terus berada di sampingku dengan keterpaksaan." Semuanya diam. Tidak ada yang berani mengeluarkan suaranya, bahkan Laki-laki yang di maksut juga tidak bersuara. Terdengar suara Isakan sendu dari Mama Mertua Alena, Alena sangat tahu Mama Mertuanya sangat Menyayangi nya. "Kamu bebas mas, mulai hari ini tolong Ceraikan aku secepatnya."  Dengan sangat payah Alena tetap berusaha menahan Isakannya, Alena Menggigit Bibir bawahnya untuk menahan Isakan dari Mulutnya yang ingin lolos. Sesungguhnya, Hatinya sangat hancur kali ini, dia membutuhkan Reihan di sampingnya, tapi Alena sadar diri, ada Wanita yang lebih membutuhkan areihan saat ini, Wanita yang lebih Reihan Cintai, yang lebih Pria itu Prioritaskan, dan tentu saja bukan dirinya. Alena berusaha tidak Egois untuk tetap menahan Pernikahannya. Untuk apa bertahan dengan orang yang sama sekali tidak Mencintainya? Setahun Alena berusaha untuk membuka pintu Hati Suaminya untuk dirinya, tetapi keberuntungan tidak memihak Alena. "Ceraikan aku dan biarkan aku hidup dengan tenang." Sangat lirih tapi masih terdengar jelas di dalam ruangan itu. Lalu Alena membalikkan Tubuhnya menatap dinding di sebelahnya, mulai Memejamkan Mata berharap dia bisa Tidur dengan nyenyak, dan nanti setelah terbangun dari tidurnya, dia bisa lebih Tegar menjalani Hidupnya... Sendiri. ** 3 Tahun kemudian   Terlihat Seorang Wanita tengah mencari keberadaan Sahabatnya, Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan secara bergantian.    Di carinya Ponsel yang ada di dalam Saku Jaket Kulitnya, lalu dia mulai Mengetik Nama Seseorang yang di carinya dari tadi.   Faby m calling ..   Tut tut tut..   Masih tidak di angkat, Wanita Cantik ini mulai kesal, Orang yang di carinya tak kunjung mengangkat panggilan darinya.   Tiba-tiba Ponsel nya berbunyi tanda Notification masuk.   Faby m : Lennn aku di parkiran baru markirin Mobil .   Alena mendengus, kesal.   Alena ratu : Aku sudah lumutan di sini Fab!!! kesal .. Jangan kesini, biar aku yang ke sana.   Tidak lama kemudian Faby membalas pesan Alena.   Faby m : baik bu Dokter ❤️   Sebelum bergerak ke parkiran, Alena terkekeh Menatap balasan dari Sahabatnya.   Lalu dengan santai Alena berjalan menuju parkiran di mana letaknya sahabat dari kecil nya itu.    'Ahirnya aku kembali.'Alena menghirup nafas nya perlahan, rindu akan tempat kelahirannya ini, ahirnya dia kembali lagi.   3 Tahun di Negara orang, menyibukkan diri dan tidak terasa sudah 3 tahun berlalu. Alena melihat ke arah di mana seorang Wanita yang melambaikan tangannya .   Dengan berjalan sedikit lebih cepat, setelah sampai di depan sahabatnya , Alena memeluk Faby dengan sangat erat.   "Ya tuhan Lennn, kangennya!!" seru Faby sambil memeluk erat sahabat kecilnya itu.   "Sama, aku juga kangen Fab," jawab Alena , sangat lirih, air mata yang tadinya bertakung di kelopak matanya kini mengalir ke pipi mulus Alena.   Faby melepas pelukannya, dilihatnya Alena menangis. Faby tidak kaget dengan pemandangan di depan matanya ini.   Selama 3 tahun Alena masih tetap menghubunginya secara Video Call atau hanya sekadar Voice Call, bahkan Faby tahu 3 tahun ini Alena lebih sering mengeluarkan air matanya.   Sahabatnya ini kini menjadi Rapug, Alena yang sekarang mudah menangis, Alena yang sekarang tidak bisa menahan tangisannya lagi seperti dulu.   Faby menghela nafasnya, di tatapnya sahabat satu-satunya itu.   "Ayo pulang Len, kamu harus istirahat karna besok kamu akan memulai kerjamu kan? ck.. bahkan istirahatmu bukan benar-benar istirahat." Faby mengelus belakang Alena lembut, tapi mulutnya terus saja mengomel.   Alena mengangguk, dan masuk ke dalam Mobil untuk pulang ke rumah nya dan Faby.   Selama dalam perjalanan, banyak yang Alena dan Faby bicarakan. Dari yang serius sehingga lelucon dan kembali lagi ke pembicaraan serius.   "Tidak mau Pulang ke Rumah Orang Tua kamu dulu len?" pertanyaan Faby membuat Alena tersenyum simpul ke arahnya.   "Belum mau, besok pagi aku harus segera ke Rumah Sakit, dan mungkin akan sedikit sibuk di hari pertamaku."   Faby menganggukkan kepalanya mengerti, dia tahu Alena bukan ingin menghindari Keluarganya, hanya saja Alena butuh sedikit Waktu untuk pulang ke Rumah Orang Tuanya dan bertemu mereka kembali setelah sekian lama.   Setelah sampai di depan pagar Rumah yang menjulang tinggi di depannya, Alena menatap pagar itu heran.   "Ini rumah kita Fab?" tanya Alena dan di jawab anggukan oleh sahabatnya itu.   Faby keluar dari mobilnya untuk membuka pagar dan masuk kembali ke dalam mobil untuk memasukkan mobilnya ke dalam parkiran rumah.   Rumah itu tidak sebesar rumah Keluarga Alena, tapi ada perasaan Nyaman pertama kali menginjakkan kaki di sana dan melihat sekeliling Rumah yang Dia dan Faby beli 3 tahun yang lalu.   Sebelum dia memutus kan untuk pergi 3 tahun yang lalu, Alena membeli sebuah Rumah ini dengan faby.   Rumah minimalis yang tentunya bersifat damai untung di duduki, keputusannya untuk membeli Rumah dengan Faby adalah keputusan yang sangat tepat bagi Alena, karna mereka berdua mempunyai kesamaan yang sama-sama tidak suka mengurus sesuatu sendiri.   Faby berkerja di salah satu Hotel terkenal di Negara mereka, menjadi Cheff  terbaik di Hote tempatnya berkerja dan jauh dari keluarga membuat Faby menyetujui ajakan Alena untuk membeli rumah share dengan sahabatnya itu.       "Kamu pandai memilih rumah ini Fab, selera kita sama." Alena bersuara dan berdecak kagum dengan pilihan Faby.   Memang Alena dan faby patungan membeli rumah ini, tapi Faby lah yang duduk di dalamnya, Alena tidak pernah tahu bentuk rumah yang di belinya dengan sahabatnya itu, bagi Alena semua yang di pilih Faby juga pilihan yang bagus untuknya.   "Ayo masuk Len, jangan lama-lama di luar, karena aku tahu kamu pasti enggak sabar untuk menjelajahi ruangan di dalamnya." Faby menggandeng tangan Alena, kedalam ruangan itu, melintasi ruang tengah dan juga dapur lalu naik ke ruang atas untuk menunjukkan tempat yang akan membuat Alena semakin kagum.   Di atas ruangan rumah ini mempunyai tiga kamar. Dan salah satunya adalah kamar Alena dan Faby. Faby menuju kamar tengah yang berdekatan dengan tangga.   "Sudah siap untuk melihat kamar mu nona?" tanya Faby , Alena terkekeh melihat gelagat Faby.   "Tentu," jawabnya berdrama sedikit seperti seorang nyonya besar. Lalu keduanya terkekeh.   Faby memegang pegangan pintu berwarna putih itu dan membukanya perlahan.    Alena melongo, benar-benar sesuai dengan seleranya. Alena takjub dengan sahabatnya ini, Faby memang sangat mengerti dirinya.   Dengan memeluk lengan Faby, Alena berkata " Thanks Fab, simple and nice , aku sangat menyukainya, aku yakin akan sangat betah di kamar ini."    Faby berdecak dan memeluk Alena, "Aku tahu seleraku sebagus itu len, dan kamu tidak akan meragukannya lagi." lalu keduanya tertawa.   Saat Faby akan meninggalkan Alena di kamarnya untuk istirahat, dengan senyuman nakal dari tempatnya berdiri sekarang Faby mengatakan, " Kalau butuh sesuatu aku ada di Kamar sebelah, Ketuk dulu pintunya karna aku sering bawa pulang cowokku, hanya itu," ucap Faby yang membuat Alena harus melemparkan bantal ke arah Faby yang ada di ambang pintu kamar.   "Faby!! Dewasa sekali ya fikiranmu," ucap Alena dengan mata terbelalak seolah baru tahu kelakuan Sahabatnya ini.   Faby tertawa renyah lalu menutup pintu kamar itu. Alena memandang pintu kamarnya, dan dirinya juga ikut tertawa. Sahabatnya itu memang selalu suka mengusiknya dengan hal hal nakal.     To be continue    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD