Penghantar Takdir

2107 Words
Seorang gadis manis dengan gaya berpakaian casual, tampak tengah berjalan santai menuruni anak tangga kamarnya dengan menjinjing sneakers berwarna biru, senada dengan warna bajunya tersebut. Sling bag yang menggantung dibahu gadis itu juga menambah kesan santai pada penampilannya saat ini. Gadis itu bernama Rica Amelia. Seorang pelajar tingkat akhir disalah satu SMA Swasta di daerah Jakarta Selatan. "Ma, Rica ijin keluar sama temen-temen" gadis itu meraih tangan kanan ibunya lantas mencium punggung tangan ibunya sayang. "Jangan malam-malam pulangnya" "Oke ma" Rica berbalik hendak meninggalkan dapur, namun langkahnya kembali terhenti saat di rasa Laila -ibu Rica- memanggil gadis itu lagi. Rica kembali melongokkan kepalanya diambang pintu dapur dan berbalik menatap dengan pandangan seolah berkata "ada apa?" "Habis pulang jangan kemana-mana lagi, temani Uni jaga rumah. Mama dibutik lembur malam ini" "Nino belum pulang?" rica mengerutkan dahinya pelan. "Dia pulangnya besok, bukan hari ini" "Wah betah banget tuh bocah dalam hutan" Rica mendesis miris, sungguh adiknya yang malang. Masih muda tapi hobinya masuk keluar hutan mendirikan tenda. Untung sedari dulu ia tak diizinkan ikut kegiatan pramuka oleh ayah dan ibunya, hanya Nino yg boleh ikut kegiatan semacam itu karena ia laki-laki, dan kata ayah bagus untuk melatih fisik dan mental Nino yang bercita-cita menjadi seorang Komando Pasuka Khusus. Membayangkan Kopasus saja sudah membuat Rica bergidik ngeri, bagaimana bisa adiknya itu memiliki cita-cita aneh dan hobi yang aneh pula? Sepertinya Nino memang memiliki jiwa bela negara yang tinggi. "Abang Rio juga ga pulang ma?" "enggak, abang kamu juga pulangnya besok" "Yaudah oke, Rica tunggu temen-temen dulu didepan, dah mama" Rica meninggalkan Laila bersama dengan Uni, asisten rumah tangga mereka yg memiliki kampung halaman diSumatera Barat. Btw, Rica mempunyai 3 orang sahabat dengan sifat serta latar belakang berbeda-beda pula, namun karena perbedaan itulah yang membuat persahabatan mereka menjadi lebih berwarna. *** Rica duduk dikursi teras rumah nya seraya melempar sneaker yg sedari tadi ia jinjing kelantai. Ia membuka tas selempang bercorak sapi kesayangannya lantas mencari ponselnya. Rica membuka grup chat khusus yang beranggotakan para sahabatnya di aplikasi w******p ponselnya dan mulai mengetikan jari-jarinya dilayar. Lantas mengenakan sneakersnya sembari menunggu balasan dari salah satu anggota grup. Tak butuh waktu lama untuk menunggu, seorang anggota grup sudah membalas. Chika : otw Ca. Rica : jangan lama-lama, gue males nunggu. Lo semua tuh ganggu weekend gue tau ga?. Rica: biasanya hari sabtu gini gue ga akan nyentuh air. Chika: ah elah Ca, Lo kayak merasa terhina banget nyentuh air. Anak gadis Ca, malu ga mandi. Rica: alhamdulillah lo nyebut gue anak gadis. Chika: gue hilap -_- Bunyi dari klakson mobil membuat Rica mengalihkan fokusnya dari ponsel kearah sumber suara. Ia berdiri dan langsung berjalan menuju audi putih yg telah terparkir manis dihalaman rumahnya. "Ayok jalan" sesaat setelah menutup pintu mobil, mobil tersebut mulai meninggalkan pekarangan rumah Rica dengan kecepatan sedang. "Lo ga bilang kalo udah deket Chik" Rica mulai membuka suara, memecah keheningan yg sempat terjadi sementara. "Sengaja mau chat ama lo, biar lo ga bosen terus ngamuk-ngamuk." Chika cengengesan sok cantik saat melihat tatapan jengah Rica padanya. "beh konsentrasi lo, Sa, kayak mau ujian mata pelajaran bu Ningsih ae" Chika mengalihkan tatapannya pada Elisa yang duduk dikursi depan dengan Rena disampingnya yang sedang fokus mengemudi. "Diem tay, nanti gue kalah" Elisa berusaha kembali fokus pada game di ponselnya dan mengabaikan Chika. "Pantes sider ni orang" Rica mendecak pelan. Rada sebal juga dengan Elisa karena sahabatnya yang satu itu sangat terkesan tidak peduli dengan apa yang mereka bahas di grup chat. Yaa walaupun pembahasannya juga terkesan tidak penting sih. "Bukannya Elisa sider terus tiap malam?" Rena ikut menimpali dengan tatapan masih fokus pada jalanan. "Untung-untung dia ga keluar" tukas Chika malas. "Anjir, gue kalah! Ah banyakan bacot lo pada" Elisa menjerit frustasi. "Lah malah nyalahin orang" Chika menatap heran pada Elisa yg kini sudah berbalik menatap kearah belakang dengan tatapan bengis. "Gue bacot dikit" Rica meringis saat di tatap seperti itu oleh Elisa. "Lagian topik kalian tuh ga ada gunanya bagi generasi bangsa" Elisa menjawab sangar. "Yang bilang ada siapa? Orang udah jelas jelas nama grup chat aja 'Unfaedah Squad' dan yang namainkan elo" Chika menimpali santai. "Lupa lo, Sa, iya yg namain elo" Rica tertawa pelan menimpali ucapan Chika. "Ya iyalah inget. Emang ga ada faedah nya, gara-gara topik bahasan kalian tentang meme receh, info artis korea, tipe cogan, cowok sexy, sampai-sampai fantasi liar kalian juga jadi topik! Ga waras semua!" Elisa membalikkan badannya kembali kearah depan. Mungkin benar, diantara mereka berempat hanya Elisa lah yang masih waras. "seenggaknya kalian juga menikmati" Rena berucap santai. "dan lo yang paling semangat" Delik rica malas. "Lo aneh Sa, mahluk paling aneh yg ga suka cerita kosong" Chika juga sepertinya dengan senang hati mengajak Elisa adu mulut. Tidak usah heran, beginilah jika mereka sudah berkumpul. "Ga ada faedah bego. Makanya gue ga suka" Elisa menjawab masam. "Tapi asik" sahut chika antusias. "Mata lo asik" "Asik" chika berseru tak mau kalah "Ga" begitupun Elisa. "Asik, asik" "Ga,ga,ga" "Asik,asik,asik" "Enggak,enggak, enggak" Namun, ditengah perdebatan mereka, Rena mendadak menginjak pedal remnya sehingga menimbulkan efek yg luar biasa beragam dari para penghuni mobil. Ckittt.... "Rena! Kampret lo! Mau bunuh kita hah?!" rica reflek menjerit sewot, berbeda dengan chika dan Elisa yang mendadak diam akibat terkejut akan kejadian yg baru saja berlalu. "Mereka ribut, gue ga bisa konsen" Rena menjawab santai, sembari kembali menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. "Kalo kakak Elisa tau lo bawa mobil kayak gini, bisa-bisa SIM lo dicabut!" Teriak Rica jengkel. "Jangan dong, nanti kita ga bisa jalan-jalan lagi" Rena cengengesan abstrak. Fyi,Kakak Elisa adalah seorang polisi lalu lintas yang sekarang sedang hits di media sosial **, akibat paras rupawan yg dimilikinya selalu dapat membuat pengguna jalan menjadi gagal fokus karenanya. "Nah bagus kan diem gini" *** "Ayah, Leon mau naik yg itu" seorang bocah kecil dengan kisaran umur 5 tahunan menarik-narik ujung kemeja santai sang Ayah sambil menunjuk-nunjuk wahana rollercoasters antusias dan mata berbinar. "Ga bisa Leon, yg lain aja. Atau kamu mau beli makanan?" Sang ayah mengusap puncak kepala berambut hitam lebat itu guna memberi pengertian. "Ga mau, Leon mau yg itu" anak itu mulai menunjukkan raut wajah murungnya. "tinggi badan kamu ga cukup, tahun depan ayah ajak lagi deh leon kesini" bocah itu hanya menekuk wajahnya dalam, ia kecewa. Ia sudah terlanjur bercerita pada teman-temannya bahwa hari ini ia akan menaiki wahana itu. rollercoasters. "Yaudah, ayo ayah ajak leon beli makanan kesukaan Leon" Dengan wajah tertunduk lesu, Leon mengikuti langkah kaki sang ayah pelan. Namun, entah apa yang tengah dipikirkan bocah kecil itu. Baru beberapa langkah mengikuti sang Ayah, bocah itu sudah berlari menjauhi Ayahnya yang sempat lengah dan juga belum menyadari apa yang terjadi. Sampai didepan stand penjual permen kapas kesukaan Leon, Ayah bocah itu menolehkan kepalanya kearah samping bawah. Alangkah terkejutnya pria itu saat mendapati anaknya tak lagi didekatnya. "Pak lihat anal kecil yang tadi sama saya ga?" pria itu menunggu jawaban dari sang penjual permen kapas was-was, bak lelaki yang menunggu jawaban dari sang pacar yg sedang dilamar. "Loh bukannya bapak tadi kesini sendirian?" *** "Men temen, naik itu yuk?" Chika tersenyum kearah teman-temannya dan sesekali melirik pada kamera yg sedang ia pegang ditangan kanannya. Fyi, Chika adalah seorang vlogger youtube yang lumayan terkenal. Berkat hobi narsis nya dan kepandaiannya dalam mengaplikasikan make up, sangat banyak remaja sekolah menengah pertama yang mampir di channel youtube pribadinya. "yaudah, ayo" Semua kompak berteriak, terutama Rena yg paling antusias. Apalagi saat tau ia sedang direkam. mempunayi teman vlogger mau tak mau membuat dirinya juga ikut dikenal atau dalam kata lain lebih banyak dikenal orang diantara sahabat chika lainnya. "Gue engga, kalian aja." Flip. Reflek kamera yang ada ditangan Chika ia tekan tombol off dan menoleh cepat. "Suara laknat siapa itu?" Chika menatap kearah rica menyelidik. "gue" aku Rica polos. "Ga! Lo harus ikut!" chika menyeru santai. "Chik, terakhir gue naik besok nya 3 hari ga sekolah" "Sekali doang ca, ga bakal muntah" Rena ikut menimpali tak kalah semangat. "Tapi.." Rica menggantung ucapannya, saat dirasa Elisa menginterupsi pembicaraan mereka. "Ga usah paksa dia, lo berdua bakal tanggung jawab kalau dia kenapa-napa?" Sempat hening beberapa detik, namun kemudian suara Chika kembali terdengar. "Yaudah lo tunggu dibawah aja Ca, kita mau naik itu dulu. Dah Rica" Chika kembali menyalakan kameranya kemudian berjalan kearah pintu tiket pembayaran masuk wahana Rollercoasters, diikuti rena dan elisa dibelakangnya. "Dah Rica, annyeong. Tungguin yah" Rena kembali membalikkan badannya kearah depan dan Mulai kembali ikut berbicara tidak jelas didepan kamera yg dipegang chika. "Dah, have fun yah" Rica tersenyum senang. Setidaknya sarapan buatan ibunya yg sudah ia makan tadi tak akan terbuang sia-sia karena gagal diproses lambung. Rica berbalik hendak mencari sebuah bangku yg bisa ia duduki sembari menunggu teman-temannya selesai. Setelah ketemu, gadis itu mulai mendudukan bokongnya dibangku bawah pohon sekitar sana. Bruukk! Rica menoleh tak sengaja. Gadis itu terbelalak saat melihat seorang anak kecil yang jatuh tersungkur berjarak beberapa meter didepan tempatnya duduk. Tak ada yang menolong bocah itu, padahal sedari tadi sangat banyak manusia yang berlalu lalang didepannya. Rica bangkit dari bangkunya kemudian berlari kearah sang bocah yang tengah merintih kesakitan tersebut. Ia membantu mengangkat bocah itu dan menuntun nya kearah bangku yang tadi sempat ia duduki. "Kakak obati yah, boleh?" Rica bertanya dengan hati-hati sebelum menyapukan tisu yang telah ia basahi dengan air mineral milik Rena yang dititipkan gadis itu padanya. Melihat anggukan kecil dari bocah itu, membuat Rica tersenyum lembut lantas segera melancarkan kegiatan mengobati lukanya. "Jangan nangis yah, anak cowok ga boleh nangis" seketika ringisan anak itu terhenti, membuat Rica semakin melebarkan senyumnya. Anak pintar. Batin gadis itu. "Kakak ga bawa anti septik, nanti sampai dirumah minta kasih betadin aja sama mamanya yah, itu dilap aja biar ga terlalu kotor lukanya" Rica membuang tisunya dan kembali memusatkan perhatiannya pada anak didepannya ini. Ia baru sadar, tak ada orang dewasa yang mendampingi bocah ini. Entah itu orang tuanya ataupun kakaknya. "Nama kamu siapa sayang?" Lama bocah itu diam seraya memperhatikan Rica lekat, namun binar sedih masih kentara diiris mata sang anak. "Kakak bukan orang jahat kok. Jadi siapa nama kamu? Hm?" "Leon kak, nama saya Leon" rica tersenyum mendengar anak itu mau mengeluarkan suaranya. Seketika pikiran buruk gadis ini yang mengatakan jika anak didepannya ini adalah tuna rungu lenyap begitu saja. "Mamanya kamu dimana?" Anak itu terdiam sesaat kemudian menggelengkan kepalanya pelan. "Kamu kesini sama siapa?" "Sama ayah" nada suara itu kembali terdengar lirih. "Ayahnya dimana? Kamu terpisah sama ayah kamu disini yah?" Sedetik kemudian, alangkah terkejut nya rica saat anak didepannya ini langsung menghambur kedalam pelukannya. Tanpa ada komando ataupun aba-aba. Sesaat gadis itu tersentak, namun sedetik kemudian ia juga membalas pelukan anak didepannya ini sayang. Rica mengusap punggung kecil yang tengah direngkuhnya ini pelan, seketika tangan mungil anak yang ada didepannya ini semakin mengeratkan pelukannya. "Sstt.. Anak laki-laki ga boleh nangis. Udah diem yah." Rica melonggarkan pelukan secara sepihak, lantas merengkuh wajah mungil didepannya dan mengusap air mata anak ini pelan. "Kakak beliin eskrim aja gimana? Sekalian nemenin leon nunggu ayah Leon, mau?" Bocah itu hanya mengangguk saja kemudian mengulurkan tangannya kearah Rica, memberi isyarat bahwa ia ingin Digendong. Melihatnya, Rica tersenyum kemudian ia juga mengulurkan tangannya menyambut tubuh mungil sang bocah untuk ia gendong. *** "Gimana? Leon suka?" rica mengusap poni yang menutupi dahi anak itu lembut. "Makasih yah kak" leon tersenyum lebar seraya menjilati eskrim cone yg ada ditangannya. "tapi leon ga bisa bayar eskrim ini kak" leon menundukkan kepalanya, lalu mengulurkan eskrim yang ada ditangannya kearah Rica kembali. "Loh? Udah leon makan aja. Kakak yang traktir, ga usah dibalikin" "Makasih Kak" Leon kembali tersenyum lebar hingga menampakkan deretan gigi susunya yg rapih, kemudian menggigit eskrimnya semangat. Ditengah keheningan yang terjadi diantara mereka, sebuah suara dari pusat informasi taman hiburan terdengar menggema diseluruh sudut taman hiburan. Membuat Rica yang tadinya mengamati Leon menjadi melihat kesekelilingnya bingung. "Diberitahukan kepada seluruh pengunjung taman hiburan yang terhormat. Dimohon untuk cepat melapor kebagian informasi taman hiburan apabila pengunjung sekalian melihat anak kecil berumur 5 tahun, setinggi pinggang orang dewasa, memiliki rambut hitam dan berkulit putih. Anak tersebut memakai baju kaos biru bergaris dan celana pendek selutut berwarna hitam. Sekali lagi, mohon cepat melapor kebagian informasi taman hiburan jika pengunjung sekalian melihat anak kecil dengan ciri-ciri tersebut. Mohon maaf apabila mengganggu kenyamanan anda sekalian. terima kasih" Rica menoleh kearah Leon, gadis itu kembali mengamati Leon seraya mengingat ciri-ciri yg tadi didengarnya dari bagian informasi taman hiburan. "Leon?" "Hmm? Iya kak?" "Umur kamu berapa?" "Kata ayah 5 tahun" Deg! Rica tertegun mendengarnya. Namun dengan cepat gadis itu bertindak. "Leon ayo, kakak akan bawa kamu ketemu sama ayah kamu" *** Visa Ranico Prabumulih Sumatera Selatan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD