Sebuah Awal

926 Words
Musim dingin di Portland, Oragon.  2 januari, 23.45 pm # Napasnya mulai tak beraturan. Bagus! Aku suka! Kulihat ia meronta dengan sekuat tenaga untuk melepaskan diri. Sudah kupastikan itu hanya sia-sia. Suaranya teredam oleh lakban hitam. Penglihatannya sengaja kututupi dengan kantung plastik hitam di seluruh wajahnya. Dia — nyonya Watsons, mangsaku malam ini. Ibu dengan dua anak ini sudah menjadi incaranku seminggu yang lalu. Dia berisik sekali saat memarahi anaknya. Tidakkah ia sadar bahwa suara cemprengnya itu sangat mengganggu? Jadi untuk mempersingkat waktu, kupercepat tujuanku untuk memutuskan pita suaranya. Pisau bedahku dengan cepat mengoyak pangkal lehernya. Darah merah segar langsung mengalir di tenggorokannya. Nyonya Watsons menggelepar. Ia menggeliat dengan tubuh yang telah kubungkus dengan wrapping (plastik pembungkus barang). Menangis pun ia takkan bisa. Suaranya mencicit disebalik kantung plastik. Ini di tengah hutan, siapa yang akan mendengarnya terisak? Sungguh, kini aku sedang melihatnya sudah seperti ikan yang kubelah tubuhnya. Aku kecewa ia hanya menari selama kurang dari sepuluh detik. Tapi ya sudahlah, toh dia sudah mendapatkan ganjarannya. Setelah dia terdiam, aku sesegera mungkin melanjutkan ke proses berikutnya. Yaitu pemanggangan! Ini adalah keahlianku! Aku tak sabar — Aku menyeret tubuhnya ke dalam bak. Bak yang di bawahnya terdapat api yang menggelegak. Aku memanaskan mesin uap lalu menambahkan batu bara ke dalamnya. Seringai puasku adalah sebuah pertanda bahwa panasnya cukup memuaskanku. Bak itu terbakar habis berserta tubuh nyonya Watsons yang mulai mengeluarkan aroma daging terbakar. Mungkin sejam lagi, tubuhnya matang sempurna. Malam yang sempurna. Besok akan kukambulkan permintaannya untuk pulang ke kampung halaman. Kupastikan juga nyonya Watsons akan merasa hangat karena dekat dengan kedua orang tuanya. Ah.. Aku sangat baik padanya kan? *** Aku baru saja memberi sentuhan akhir pada beef steak saus yang aku buat, ketika Jose memanggilku dengan teriakannya. Jose Pedro — pria tambun dengan senyum lebar yang simestris dengan wajahnya — datang mendekatiku sambil melambaikan tangan. Aku merengut seketika katika ia mulai mengganggu konsentrasiku. "Oh come on dud! wajahmu itu! Bisakah sedikit lebih santai?" Aku mengacuhkan omelannya selagi ia bersiap mengganti pakaiannya dengan seragam koki. Menunggunya selesai, aku menyiapkan beberapa lagi penghias di makananku. Lalu sekali lagi, aku tersenyum puas untuk diriku sendiri. Aku selesai dengan masakanku lalu kusodorkan segera padanya begitu ia kembali dari ruang ganti. Jose mencicipinya dengan antusias. Ia tidak pernah mengecewakanku soal menilai masakanku. Maka aku akan menerima segala kritikannya ataupun pujian darinya. Dia pria yang jujur. Hanya saja yang tak kusukai adalah suka ikut campur urusan orang lain. "Ehmm.. Kau menambah saus tomat dan bawang putih untuk meningkatkan rasanya?" Aku mengendikkan bahu dan ia kembali berseru, "Ini masih belum menambah nilai jualnya Gee." "Sepertinya aku harus membuat eksperimen baru lagi" ujarku lalu ikut menyicipinya. Jose berdecak dan ia mulai mengambil bahan untuk menu-menu yang sudah menggantung di hadapannya. "Ini restoranmu. Lakukan saja apa yang kau suka. Pergilah dari dapurku, aku harus bekerja!" Jose mulai lagi menaikkan nada suaranya. Kalau saja dia bukan partnerku yang bisa kuandalkan, mungkin pita suaranya itu sudah ku hilangkan — Aku baru akan berbalik ketika dia memanggilku lagi. Kali ini dengan cengiran khas miliknya, "Ah.. Kemana kau kemarin malam? Aku menelponmu soal Dara. Gadis itu sudah mendapatkan sponsornya." Aku tak sadar telah tersenyum. Jose mengeryit dan ia langsung memberondongiku dengan pertanyaan yang penuh selidik. "Kau selalu memanfaatkan dia." Aku berdeham, "Kami hanya melakukan tugas layaknya simbiosis mutualisme." "Gadis itu tak pernah mengecewakanmu. Kapan kau akan mulai memikirkan masa depan?" Aku mulai tak senang dengan pembicaraan ini. Well, pernikahan - komitmen - cinta adalah hal yang paling kubenci. Setidaknya, itu adalah hal yang kuhindari agar hobiku tetap dalam keadaan aman. "Aku tidak akan menikah." Jose termangu. Pisau ditangannya sampai terjatuh ke pantry. Dia menggeleng lalu meneruskan pekerjaannya memotong daging. "Terserah kau saja lah!" Ucapan Jose terhenti karena melihat sesuatu di belakangku. Aku menoleh dan ikut melihat apa yang ia lihat. Seorang ibu muda bergaya modis dan seksi tengah menghardik anak perempuannya. Hanya karena saus yang tumpah pada dress pinknya, sang ibu marah dan memaksa anak itu pergi membasuh dress itu ke wastafel terdekat. "Bagaimana bisa anak perempuan jorok sepertimu! Kau harus belajar anggun dan jangan buat aku malu!" Tanganku terkepal dengan kerasnya. Ucapannya itu sama sekali tidak masuk akal. Aku menarik jaketku lalu bergegas. "Hei Gee! Jangan lupa hubungi Dara nanti -" Aku tak mendengarkan secara lengkap teriakan Jose padaku. Pikiranku sudah sangat penuh dengan si ibu yang sok hebat itu. Aku menghampiri mereka dan sang Ibu langsung salah tingkah melihat kedatanganku. Entah ia bingung atau terpana, yang jelas ia hanya mampu meneguk ludah saat kusunggingkan senyum padanya. Aku mengacuhkan sang ibu lalu beralih pada gadis kecil yang sudah menangis sesegukan. Aku mengambil sapu tangan lalu membersihkan dressnya yang kotor. Sang ibu menolak dan dengan lembut ia berkata padaku, "Terima Kasih. Anakku memang ceroboh sekali kalau makan." Aku meliriknya lewat ekor mataku. Ia diam dan tak lagi berkomentar. "Setidaknya, jangan menghardikknya." Kesal karena kutegur, ibu muda itu sampai-sampai menghentakkan kakinya ke lantai. Ia langsung bergegas menarik putrinya ke toilet sambil bergumam. Selagi mereka pergi, aku sengaja mendekati meja makan mereka. Melihat tas yang terbuka dan mengambil kartu namanya. Gladies Watsons —Seorang Sales marketing di salah satu showroom mobil. Lagi-lagi keluarga Watsons. Aku menimbang - nimbang hari yang pas untuk mengikatnya sambil meletakkan kembali kartu namanya. Hari itu adalah hari untuk ibu muda ini harus diberi pelajaran agar ia tau makna kesabaran dalam mengurus anak. . . bersambung Inspirasi dari novel misteri Unspeakable Secret by MissAbbas. Haloo...salam kenal. Namaku Yoan. Biasa dipanggil nonakwon. Alhamdulillah aku seneng banget bisa masuk ke dreame karena ketatnya persaingan maka aku ajuin naskah ini. Sebelumnya naskah ini pernah akubterbitin di w*****d dengan judul PEEKABOO. Karena ada perubahan maka aku ubah nama karakter dan gaya kepenulisan. Karena sebelumnya ini naskah fanfic.  Semoga dari serial thriller ini kalian bisa ambil hikmah ataupun pembelajaran dari sini yah. Dan semoga saja saya konsisten sampai akhir menyediakan cerita ini dengan menarik. Jangan lupa tap love dan komen yah. Luv you..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD