When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Lia bangun dengan perasaan letih. Sholat subuh pun nyaris dilewatkannya. Sekujur tubuhnya seakan remuk redam. Orang bilang, lelah mental bisa berefek kuat pada fisik seseorang. Seperti inikah rasanya? Ia seperti baru saja habis berolahraga berat setelah sekian lama. Walau sudah mencuci muka dan gosok gigi, suasana hatinya tidak secerah cuaca pagi itu. Kakinya melangkah ke arah meja rias, menatap pantulan dirinya dengan mata bengkak yang parah. Untungnya, meski merah gara-gara menangis memakai lensa kontak semalam, matanya hanya bengkak biasa akibat kelamaan memeras perasaannya. Tapi, setimpal. Hatinya menjadi sedikit plong. Lagi. Apakah concealer sudah cukup menutupinya agar tak ketahuan? batinnya dengan perasaan ragu. Kedua bahunya merosot, gaji terakhirnya seharusnya digunakan