Hazelnut Eyes

1006 Words
"Lorna, aku tidak yakin kau bisa hidup di luar sana dengan kondisi seperti ini," "Ya kau benar, aku bosan tinggal di flat itu Olivia. Tapi daddy ku benar-benar ingin melihat ku mandiri," Sepasang mata hazel bergerak mengawasi sekitarnya yang tampak tidak terlalu ramai "Bagaimana kalau kau tinggal di mansion ku?"tawar Olivia dengan wajah penuh harap. "Itu tidak mungkin Olivia, kau tahu aku punya masalah dengan—" "Tenang saja, aku akan mengatasi Alexander, ayolah Lorna! Kau tahu mansion ku itu membosankan,"Olivia memegang kepalanya yang terasa panas. "Aku yakin Alex tidak akan senang dengan hal ini," "Jangan pikirkan dia. Kau tahu dia pria super sibuk dan butuh waktu untuk melihatnya berkeliaran di mansion, dia juga sangat menyayangi adiknya ini,"ucap Olivia tersenyum memuji dirinya sendiri yang hanya memiliki kasih sayang dari Alexander pasca meninggalnya kedua orang tua mereka belasan tahun yang lalu. "Baiklah, aku akan mengemasi barang-barang ku yang ada di flat."Lorna tersenyum kikuk, ini kali pertamanya ia meminta bantuan. Seumur hidupnya ia selalu mendapatkan apapun yang ia mau, tapi akhir-akhir ini hubungan anak dan ayah itu retak karna pria berumur 52 tahun itu memilih untuk menikah kembali dengan wanita yang tidak ia suka. Oleh karna itu Lorna nekat meninggalkan mansion dan seluruh kekayaan milik keluarga Dulce. "Aku akan menunggumu di mansion besok jam 10 pagi, Alexander biasanya sudah pergi jam segitu,"ucapan Oliviana membuat Lorna menatapnya sambil melempar senyuman kecil. "Olivia, Thanks. Kau yang terbaik," Olivia mengangguk membalas senyuman wanita itu "begitulah seharusnya sahabat. Saling mendukung," "Okay.. Ini sudah sangat malam. Aku harus pulang dan mulai berkemas,"Lorna berdiri meraih tas kecil yang terlihat bermerk dan mengeluarkan kunci mobilnya; itu adalah satu-satunya harta yang ia bawa dari mansion daddy-nya. "Ingat besok jam 10 pagi!"Olivia mengingatkan membuat Lorna mengangguk-angguk memahami itu semua. Setengah jam di perjalanan, Lorna sampai di rumah flat murahnya. Ia melirik arloji sejenak lalu membuang napas kasar melihat tempat yang bukan kelasnya. "Aku tidak harusnya memikirkan itu sekarang, lagipula besok aku akan pindah ke mansion Olivia sementara waktu. Aku harus bekerja dan menyewa apartement layak,"batin Lorna sembari mengeluh dengan keadaannya. "Lorna!"panggil seseorang dari kejauhan membuat gadis itu berhenti sejenak. Ia melebarkan senyuman mendekati sosok itu dan memeluknya cukup erat. "Eric, sudah lama menungguku?"tanya Lorna lalu melepaskan pelukannya. "Yah— aku langsung datang setelah kau mengirim alamat mu di sini,"jawab pria bermata tegas itu sambil menatap wajah Lorna— kekasihnya. "Apa kau mau masuk?" "Tidak, aku hanya ingin memberitahumu sesuatu,"wajah Eric mendadak serius tanpa melepas pandangannya terhadap Lorna. "Ada apa? Kau sedang dalam masalah?"Lorna mencoba menebak dan melihat Eric menggelengkan kepalanya. "Aku harus pergi ke luar negeri selama 1 tahun,"Lorna langsung melepas pelukannya dan menunduk tanpa melepaskan sepatah katapun. "Arkansas, ini untuk bisnis,"sambung Eric sembari menyebutkan salah satu negara bagian Amerika serikat itu. "Kau tidak harus mundur jika ini tentang bisnis,"Lorna tersenyum lalu memutar tubuhnya untuk menjauh. "Lorna!"panggil Eric pelan namun tidak mengikuti langkah gadis tersebut. Eric lebih memilih mengeluh lalu masuk ke dalam mobilnya untuk meninggalkan kawasan tersebut. "Kau bahkan tidak mengikutiku,"keluh Lorna saat berdiri tepat di depan pintu Flat-nya. Ia melirik sejenak lalu menekan kunci dan mengerutkan kening. "Kenapa pintu ini tidak terkunci?"gadis itu mengedarkan pandangan dengan penuh kewaspadaan. "Permisi nona, kami CIA. Apa kau melihat seseorang berlari ke arah sini?"tanya seorang pria berbadan tegap sambil menunjukkan kartu identitasnya. Lorne bergenyit, langsung menggelengkan kepala dengan memasang mimik wajah khawatir "aku baru saja sampai, tidak ada siapapun di sini,"jawab Lorna menatap tajam mata anggota CIA tersebut. "Baiklah. Apa aku bisa memeriksa isi flat mu?" "Yaa tentu saja,"Lorna masuk lebih dulu diikuti para pria tegap yang langsung berpencar untuk melihat isi flat yang tampak begitu berantakan. "Bukankah kau anak pengusaha Darren Dulce? Apa yang kau lakukan di flat ini?"tanya seorang anggota yang tampak penasaran. "Apa aku harus menjawab itu?"balas Lorna terdengar ketus, pria itu langsung tersenyum miring sambil mengedarkan pandangannya. "Kau harus kooperatif, kau sedang di curigai nona Lorna Chameroon Dulce!" "Kau gila? Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini,"Lorna memekik membuat sosok pria itu kembali memandangi nya. "Harusnya kau sering membaca berita, bukan majalah fashion!" "Jace!!"Lorna sedikit berteriak lalu terhenti saat melihat team dari CIA itu kembali berkumpul. "Jangan panggil aku Jace jika aku sedang bertugas,"cela Jace memasang wajah begitu serius membuat gadis itu ingin menendangnya keluar. Jace mengedarkan pandangan melihat ke arah teamnya yang tampak tidak membuahkan hasil. Pria itu memutar pandangannya kembali pada Lorna lalu melempar senyuman. "Terimakasih atas kerja sama mu nona Lorna,"ucap Jace lalu memerintahkan teamnya keluar lebih dulu dan mengikutinya di belakang. "Jace, jangan katakan pada daddy jika aku di sini!"pinta Lorna saat berada di bibir pintu. "Sure, asalkan kau membiarkan aku masuk jika aku datang kemari,"Jace tersenyum melihat gadis itu dari mata hingga ke ujung kakinya. Brakkkk!!!! Lorna membanting pintu, itu menjijikkan dan sungguh kenapa pria menyebalkan seperti Jace harus menjadi stepbrother-nya. "Dia pikir aku akan menerimanya setelah semua ini, dasar pria b******k!"gadis itu mengeluh sambil memegang tengkuknya dan memutar tubuh setelah mematikan beberapa lampu hingga suasana Flat tampak sangat samar. Lorna tiba-tiba membulatkan mata saat sebuah mata hazelnut menatapnya dari sudut gelap yang menghalangi ia untuk melihat sosok tinggi dan tegap itu. Gadis itu kembali memutar tubuhnya menuju ke arah pintu saat menyadari orang berbahaya yang sedang di cari Jace bersama team CIA-nya. "Help—" Lorna berteriak di bibir pintu, namun itu tertahan saat tubuhnya kembali tertarik ke dalam flat. Ia menutup mata menahan rasa takut dan membiarkan tubuhnya begitu terpental di pintu lalu merasakan sebuah ciuman mendarat di bibirnya lembut. Lorna membuka mata, melihat sepasang mata coklat yang tegas, tajam namun penuh ancaman begitu dekat dengan dirinya. Ctikkkk!!!! Semua lampu padam, membuat Lorna tidak mampu melihat jelas sosok pria yang sedang menciumnya. Ia menelan saliva lalu mendorong kuat tubuh yang terasa wangi itu. Ia suka baunya, begitu berkelas. "Aku akan membunuh mu jika kau berteriak Lorna,"ucap pria itu dengan suara baritone yang cukup jelas. Lorna mendadak lupa dengan suara itu walaupun terdengar tidak begitu asing. Di pikiran Lorna hanya satu hal dari mana pria itu tahu namanya, sungguh ini menjadi suatu ancaman yang membuat itu begitu ketakutan.  _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD