Jadi Korban Pelet

763 Words
"Makanya kalo nolak cowok itu yang sopan, jangan asal njeplakk!!!" *** "Zee, maaf aku terpaksa mengurungmu di sini." Joo bicara serius, sangat berbeda dengan sifat aslinya yang slengehan. Gemes gue lihatnya. "Kenapa emang, loe tiba-tiba cemen gini." Ucap gue judes, kek biasa, emang itu sifat asli gue 'kan. "Em ... aku, aku ...." "Aku, aku. Udahlah biasa aja. Biasanya juga bergue loe, kenapa mendadak aku-akuan? Loe sakit." Gue pegang tuh dahi Joo. "Aku cinta kamu." Joo menundukkan kepala, ia terlihat lega. Sorak sorai terdengar di luar kelas, dari teman-teman di depan jendela, yang pintu kelas Joo tutup. "Terima!" "Terima!" "Udah Zee ... terima aja!" "Kazea! Kami dukung loe jadian sama Jonathan!" Arg, s**t! Kami diteriaki dan jadi tontonan. Gue sebagai cewek yang dikenal tomboy dan urakan di sekolah merasa image jatuh gegara ulah Joo. Awas lo Joo! "Duh, Joo kita ini temen. Kalo loe nembak gue kek gini gimana pertemanan kita." "Kita kan bisa pacaran Zee, kek temen-temen yang lain. Mereka tetep bisa kok berinteraksi dengan baik." "Gila loe ya!" Gue toyor kepala Joo. Cowok cool incaran banyak siswi itu pasrah. "Ah, bukan ini yang gue mau. Loe tuh bukan level gue Joo ...! Okelah ya udah, kita gak akan pacaran. Dan sejak ini, kita putus jadi teman! Fix .... Bye!"  Tidak menunggu jawaban Joo, gue pergi ninggalin tu cowok dengan menabrak bahunya. Joo bergeming, tidak memanggil atu mengejar. Ish, gak romantis banget sih. Gue tarik tangan Nadia, sahabat yang selama ini selalu dukung gue. Selain polosan, dia juga pinter dan suka kasih contekan, itu makanya seneng dekat-dekat dia. "Zee, loe ngeri ... bisa-bisa Joo sakit hati dan balas dendam ke loe. Harusnya, kalo nolak tu baik-baik." "Lagian berani-beraninya, doi nembak gue. Gue kan cewek setia." "Maksud loe Zee?" "Iyalah, gue gak mau pangeran Azmi sakit hati." "Azmi? Gus Azmi? Hahahaha. Mimpi loe?" tawa Nadia pecah. "Sialan loe." Gue mencebik. "Hahaha." "Udah jangan dipikirin. Mending kita ke kantin, traktir gue ya!" Gue tarik tangan Nadia, berjalan lebih cepat menuju kantin, dan gadis itu pasrah. *** Malamnya, tidur tidak nyenyak, makan sejak sore juga tidak enak. Ada apa dengan diriku, terbayang wajah Joo selalu. Pagi hari, emak yang sudah bangun dari subuh --sudah kebiasaan, jangan tanya gue tahu dari mana?-- teriak menggedor pintu. "Zee, bangun! Udah siang! Mau jadi apa kamu jam segini belum bangun?" Tersentak dari mimpi indah yang baru berlangsung beberapa menit. "Ya ampun, emak ... sama lama Zee gak bisa tidur." Dengan malas bangkit buka pintu. Sejak itu hari-hari gue gak bersemangat, tiap hari dengar emak uring-uringan karena kerjaan gue males-malesan. Rahma kakak gue? Jangan ditanya, dia lebih ngeselin dari hari biasanya lihat kebiasaan baru ini. Sudah seminggu, gak tahan gue akhirnya ngomong ke emak bapak yang sedang nonton tivi di ruang tengah. "Mak, Pak. Keknya Zee setelah lulusan mau kawin aja." "Apa?!" Emak bapak teriak berbarengan, duh kaya mau copot aja matanya saking kaget. "Zee, Zee umurmu masih juga 15 tahun, baru selesai ulangan sudah ngaco!" Emak menaikkan nada suaranya, untung cuma naikin nada suara gak sampe stroke. "Iya, Mak. Gimana lagi seminggu gak masuk sekolah. Zee kangen berat sama Joo. "Joo?!" Emak bapak saling pandang. "Gak bisa, selama ini kan kalian berteman. Kenapa tiba-tiba mau nikah? Jangan-jangan kalian sudah pacaran? Trus HAMIL!! OH TIDAK! Kamu langgar larangan emak Zee?" Emak mengomel panjang mencurigai. "Nggak Mak, nggak. Zee cuma pengen kawin. Hu hu hu." Duh, heran kenapa gue jadi cengeng, minta kawin lagi, sama Joo pula. Oh no, gue bener-bener jatuh cinta. "Masuk kamu Zee! Jangan pernah keluar kamar lagi!" Bentak bapak. Dalam keadaan menangis gue masuk kamar. Kenapa dunia kejam begini, tidak mengerti orang yang jatuh cinta! "Lagian masih kecil, ngomongin kawin." Gerutu emak yang gue dengar semakin samar karena meninggalkan mereka. Dalam kamar menangis sendirian, meratapi nasib. Nyesel kenapa kemaren menolak Jonathan, sekarang dia sudah pergi tidak tahu liburan ke mana. *** 'Dogdogdog' Gedoran pintu lagi. "Zee, bangun loe!" Mbak Rahma berteriak di depan pintu. "Apaan sih Mbak? Gue gak tidur keless!" "Kata emak loe minta kawin yah?" Kakak super tengil itu tersenyum miring. "Genit banget sih loe, kek cabe-cabean." Dih, amit-amit Kazea dibilang cabe-cabean. "Udah ngomongnya?" Gue tutup pintu kamar. "Eh, tunggu! Panggil emak noh!" Gue pun berjalan mengekor Mbak Rahma, duduk di depan emak bapak yang terlihat sangat serius. Mereka terlihat luluh, kasihan pada anak bungsunya yang cantik ini. "Iya Mak." Gue pasang wajah semelas mungkin, siapa tahu mereka iba terus nagawinin sama Joo. "Gini Zee, Emak Bapak sudah mutusin." "Ya?" Dengan bahagia menyimak ucapan emak. "Em, kamu akan dimasukkan pesantren setelah perpisahan." Emak menjawab datar. "Apaaa?!!" Gue terkejut, musnah mimpi gue kawin sama Joo. Hiks.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD