Bab 1

1344 Words
Hana – Penawaran Luar Biasa Menjadi sekretaris tidak saja harus cekatan, tapi juga harus tau keinginan atasan. Apapun kebutuhan atasan harus bisa aku penuhi secepat mungkin. Seperti biasa setiap jam 8 pagi aku sudah berdiri di lobby untuk menunggu atasanku datang, dia akan sangat marah jika tidak melihatku menyambutnya. Pagi ini setelah menjemput Bala dari stasiun dan mengantarnya ke rumah, aku langsung bergegas ke kantor. Aku merapikan kemeja coklat yang terlihat acak-acakan karena berdesakan di bus kota. Atasanku sangat membenci sekretarisnya tidak rapi atau berantakan. Baginya kesempurnaan dan kerapian menjadi nilai utama. Jam 8 pas aku melihat sedan hitam memasuki parkiran, aku tau itu mobil atasanku. Mobil itu berhenti tepat di depanku. Biasanya atasanku datang bersama supirnya tapi sepertinya hari ini dia mengemudikan mobilnya sendirian. "Pagi pak, pertemuan dengan investor sudah saya susun dan mereka berharap bisa bertemu dengan Bapak secepat mungkin" ucapku memberitahunya jadwal pertemuan dengan investor yang akan bekerja sama dengan perusahaan. "Tolong cancel semua hari ini saya tidak mau menerima kedatangan siapapun" ujarnya dengan dingin, dan jika dia sudah memerintahkan bahkan istrinya saja tidak boleh aku biarkan masuk untuk mengganggunya. "Baik pak" balasku dengan cepat. Aku menekan tombol lift dan berdiri dibelakangnya, entahlah tapi sepertinya atasanku ini sedang ada masalah terdengar dari helaan nafas yang tidak berhenti dia keluarkan. "Han, tolong buatkan saya kopi tanpa gula" mintanya. "Baik pak, nanti saya antar ke ruangan Bapak" balasku. Suasana kembali hening, dia masih berdiri dengan tegap sambil sesekali melihat nomor lantai. Keheningan terganggu dengan bunyi ponsel, aku mengira itu bunyi ponsel milikku tapi ternyata itu bunyi ponsel atasanku. "Pak ponselnya bunyi" kataku memberitahunya, dia tidak bereaksi dan membiarkan ponsel itu berbunyi hingga berhenti sendiri. "Hana..." dia memutar tubuhnya dan melihatku tajam. "Ya pak, ada yang bisa saya bantu" tanyaku. "Bisakah kamu mencarikan wanita yang mau menjadi Ibu Pengganti" tanyanya dengan nada penuh keputusasaan. "Hah maksud Bapak apa ya" tanyaku yang masih belum mengerti. "Lupakan... anggap saja saya tidak pernah mengatakan hal tadi" dia kembali memutar tubuhnya dan bersikap seperti tidak ada yang terjadi. Meninggalkan beribu pertanyaan dalam benakku, maksud dari perkataan atasanku tadi itu apa. **** Aku sesekali memeriksa ponselku, bosan melanda karena seharian ini atasanku hanya diam di ruangannya, aku yang biasanya sibuk kesana kemari menjalankan perintahnya menjadi canggung tanpa kerjaan gini. "Hana, yuk kita ke kantin makan siang" ajak Vani, salah satu sekretaris dewan direksi. Aku menggeleng pelan dan menunjuk pintu ruangan atasanku. "Bos masih di dalam, gimana gue bisa makan" tolakku, Vani terlihat kaget karena setaunya atasanku itu selalu keluar makan siang tepat waktu. "Pak Raja masih di dalam? Tumben amat biasanya jam 12 teng udah turun untuk makan siang" tanya Vani, aku hanya bisa mengangkat bahuku. "Ya sudah gue turun, kalo lapar mending lo suruh OB beli makan aja" aku memberi tanda oke dan kembali memainkan game yang ada di ponselku. "Pak Raja kok nggak keluar-keluar ya, ini udah jam 1 siang... aduh mana perut gue lapar banget" aku memegang perutku dan menahan perih karena belum di isi sejak pagi. Pengen nyuruh OB beli makanan tapi atasanku sangat tidak suka ada yang makan di sekitar sini, bagi dia makan itu ya di meja makan bukan di meja kantor. Ya gitu kalo punya atasan semuanya harus serba sempurna. "Hana, suami saya ada di dalam?" lamunanku terhenti ketika melihat Ibu Lian datang, istri dari atasanku. "Maaf Ibu, Bapak sebenarnya ada di dalam tapi tadi berpesan jangan ada yang masuk" kataku memberitahu, Ibu Lian biasanya akan kembali pulang jika aku mengatakan itu, siapapun tau jika perintah Raja di lawan dia akan murka, sama seperti namanya Raja termasuk pribadi yang menurutku sangat aneh,terlalu otoriter dan keras kepala. Bahkan terhadap istrinya sendiri. Raja terlalu tinggi untuk digapai bahkan aku yang sudah 3 tahun menjadi sekretaris tidak bisa membaca apa isi hatinya. "Saya harus bicara dengan suami saya, maaf Hana tolong biarkan saya masuk, kamu tenang saja dan saya yang akan tanggung jawab" sebelum aku melarangnya dia sudah masuk begitu saja dan menutup pintu, entah apa yang terjadi hanya keheningan yang sangat terasa diruangan itu. Berhubung Ibu Lian ada, aku memutuskan untuk turun membeli makanan, perih diperutku sudah tidak tertahankan lagi. **** Sekembalinya dari kantin aku melihat pintu ruangan Pak Raja terbuka, dan aku menebak Pak Raja dan Ibu Lian sudah pulang, aku berniat membersihkan ruangan pak Raja kaget melihat Ibu Lian masih duduk di sofa dengan berlinang air mata. "Maaf Ibu, saya kira ruangan ini kosong" aku bergegas keluar dan meninggalkan Ibu Lian sendirian diruangan ini, sepertinya mereka ada masalah. "Hana... duduk dulu, temani saya sebentar" mintanya, aku kemudian masuk dan duduk tepat didepannya, dia menghapus airmatanya dengan tissu yang ada ditangannya, wajah sedihnya berganti dengan senyum meski aku tau itu senyum dipaksakan. "Ibu perlu sesuatu? Teh, kopi atau jus" kataku menawarkan, dia menggeleng dan menghembuskan nafasnya. "Saya kira jika sepasang suami istri saling mencintai, apapun keinginan pasangannya pasti dipenuhi, apapun" ujarnya, hmmm sepertinya dia mau bicara masalah rumah tangganya. "Ibu benar" balasku, dia tertawa sinis. "Tapi Raja tidak... dia mencintaiku tapi mengabulkan permintaanku saja dia tidak mau" balas Ibu Lian. "Mungkin permintaan Ibu susah untuk dipenuhi atau Bapak nggak tau dimana mencari keinginan Ibu, padahal ya jika Bapak bilang sama saya, apapun bisa saya dapatkan" balasku, Ibu Lian tau jika selama aku menjadi sekretaris Pak Raja, jika di momen-momen penting seperti hari ulang tahun dia atau ulang tahun pernikahan mereka akulah yang selalu membelikan kado. "Kamu benar Hana, tapi Raja sangat keras kepala... kamu tau itu" aku mengangguk, Pak Raja memang keras sekali tidak seterusnya juga akan tidak. "Bicarakan baik-baik, saya tau Pak Raja sangat menyayangi Ibu, seluruh dunia juga tau jika Bapak sangat mencintai Ibu, saya yakin suatu saat Bapak akan mengabulkan keinginan Ibu" balasku menenangkannya, Ibu Lian tertawa. "Begitu ya menurut kamu, kalo begitu menurut kamu apa dia akan mengabulkan keinginan saya yang memintanya menikah lagi" aku kaget dia mengatakan itu. Menikah lagi itu berarti dia bersedia di madu, tapi kenapa bukannya mereka saling mencintai. "Kenapa Ibu meminta itu, jika saya menjadi pak Raja... selamanya saya juga tidak akan mengabulkan keinginan Ibu" balasku, terbuat dari apa hati Ibu Lian ini, semua wanita berdoa suaminya tidak berbagi hati eh dia malah meminta suami sendiri untuk membagi hati. "Kamu pun berpikir begitu, tapi tidak ada yang mencoba bertanya kenapa saya bisa meminta hal gila seperti itu" wajahnya berubah menjadi sedih. "Apapun alasan Ibu, tetap saja itu hal gila yang pernah saya dengar" balasku. "Saya... saya divonis mandul, keluarga kami tidak akan pernah bisa menggendong bayi dari rahim saya sendiri, hidup dan hati saya hancur saat mendengar vonis itu... lebih menyakitkan dibandingkan meminta orang yang kita cintai untuk menikah lagi" dia terisak sedangkan aku hanya bisa diam. Kecantikan, kekayaan dan keanggunan tidak bisa membeli kebahagian itu terlihat jelas dihidup Ibu Lian. "Ibu..." aku mendekatinya dan memegang tangannya yang bergetar menahan kesedihan. Ya Tuhan kenapa orang sebaik dia bisa menderita seperti ini. "Hana... maukah kamu menolong saya" tanyanya, aku langsung mengangguk. "Sebisa mungkin saya akan menolong Ibu, apa yang bisa saya bantu Bu" tanyaku, dia membalas peganganku dan menatapku dengan bola mata berkaca-kaca dan penuh harap. "Maukah... maukah kamu meminjamkan rahimmu, maukah kamu menjadi istri kedua Raja dan membantu kami memiliki anak yang selama ini kami sangat idam-idamkan" aku melepaskan pegangannya dan berdiri. Perkataannya barusan sungguh sangat tidak masuk akal kenapa aku harus melakukan apa yang dimintanya, bukan saja menjadi istri atasanku tapi dia juga meminta anak dariku, astaga Ibu Lian ini sungguh sudah sangat keterlaluan. "Sepertinya pembicaraan kita sudah melenceng jauh Bu, lebih baik Ibu pulang dan selesaikan semuanya dengan baik" tolakku dengan halus, walau aku kesal tapi dia tetap istri dari atasanku dan aku wajib menghormatinya. "Saya akan bayar berapapun Hana, saya bingung mencari wanita yang pantas, kamu cocok menjadi Ibu Pengganti... kamu pintar, cantik dan baik... kamu..." aku semakin kesal. "Ibu sudah sangat keterlaluan!! Saya miskin tapi saya punya moral, bagaimana mungkin saya menjual rahim saya segampang itu, ini masalah nyawa Bu, anak yang tak berdosa" kataku dengan keras, aku tidak peduli mungkin setelah ini aku bakal dipecat atau apa tapi Ibu Lian harus disadarkan. "Saya tau Hana, saya putus asa... saya tidak mau keluarga Himawan tidak memiliki keturunan, Raja satu-satunya anak dikeluarga itu dan Mami sangat menginginkan cucu" katanya dengan memohon. "Lebih baik saya pulang..." aku hendak keluar dari ruangan, tapi tawa miris yang dikeluarkan Ibu Lian sungguh sangat menyayat hati. "Tolong saya Hana... please" entahlah melihatnya segitu putus asanya membuatku susah mengeluarkan kata penolakan lagi. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD