When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Berpisah dengan Ryuzaki sudah sangat sulit untukku, dan kini aku harus mengadapi hal sulit lainnya, yaitu aku harus bebricara tentang kohamilanku pada ibu. Aku tak akan kuat mendengar tangisan ibu apalagi mendengar ucapannya padaku. Alhasil aku meminta bibi dan pamanku untuk berbicara dengan ibuku. Seperti yang aku takuti, ibuku menangis mendengar kabar kehamilanku. Aku belum menjadi seorang ibu, namun aku bisa membayangkan betapa hancurnya hatiku saat memikirkan anak yang aku harapakan dan banggakan malah mengecewakanku dengan perbutatannya. Bibi memberikan handphoneku kepadaku dan memintaku berbicara pada ibu setelah bibi menjelaskan semuanya. Aku menghapus air mataku dan mencoba berbicara sebaik mungkin pada ibuku. “Ibu… aku salah. Aku benar-benar minta maaf.” ibuku semakin menangi