Paman Elron

1069 Words
Matanya menatap fokus pada seorang gadis kurus dengan rambut dikuncir kuda yang duduk tiga meja di depannya. Poninya terbang ditiup angin yang masuk lewat celah pintu masuk kafe. Di telinganya terpasang earphone dengan tali putih yang tersambung ke ponsel di atas meja. Kepalanya mengangguk sesekali dan mulut komat-kamit. Sepertinya perempuan itu sedang mengikuti lirik lagu yang didengarnya. Pakaian gadis itu sederhana. Hanya celana levis dengan atasan tanktop putih dan jaket berbahan sama dengan celana. Lengannya dilipat di atas pergelangan tangan yang memperlihatkan sebuah gelang hitam dari benang rajut. Elron masih fokus dengan objek satu itu. Kafe ini begitu lengang hingga membuat Elron tak terganggu dengan suara di sekitarnya. Matanya tak pernah lepas dari gadis dengan surai lurus dan berkilau itu. Mereka baru pertama kali bertemu. Dan belum mengenal satu sama lain. Elron hanya tidak sengaja melirik gadis itu saat ia sedang pusing memikirkan masalah di perusahaannya. Gadis yang begitu santai seakan tak punya beban sedikit pun. Gadis yang pada lirikan pertama berhasil menarik perhatian Elron. Sepertinya Elron terlalu lama menatap perempuan itu sampai objek yang ia lihat mengangkat pandangan ke arahnya. Dan mata mereka bertemu. Elron begitu terpana melihat sinar keemasan milik gadis di depannya. Sinar yang dipancarkan dari matanya. Gadis itu melengkungkan senyum kecilnya untuk menyapa Elron. Elron terkejut. Ia tidak tahu akan disapa secara tak langsung oleh wanita manis itu. Akhirnya Elron hanya diam kikuk tanpa tahu harus membalas apa. Ia harus bersyukur karena ponselnya berdering. "Halo?" "Sir, sepertinya ada yang menyusup ke kantor kita. Beberapa berkas hilang dan meja Anda berantakan," ucap suara di seberangnya. Elron mengurut kepalanya. Pusing itu kembali melanda ketika ia mendengar kabar tak baik dari sekretarisnya. "Periksa CCTV. Saya akan kembali 10 menit lagi," ujarnya sambil sesekali mencuri pandang ke depan. Gadis tadi sudah kembali ke kegiatan semulanya -- mendengar lagu. Elron berdiri dan menaruh beberapa lembar uang di meja. Ia merapikan jas dan memasukkan ponsel ke saku. Lalu mulai berjalan keluar kafe. Saat ia melewati meja itu, Elron dapat mencium aroma menyegarkan dari tubuh di sampingnya. Elron tidak tahu itu aroma apa, sepertinya gadis itu memakai parfum yang tidak pernah Elron tahu selama ini. "Permisi. Paman, bolpoin mu jatuh." Tak disangka Elron langsung berhenti dan menatap benda yang dimaksud. Ternyata benar. Bolpoinnya jatuh. "Ini," lanjut gadis itu yang sudah merebut bolpoin lebih dulu dan memberinya pada Elron. Dari jarak sedekat ini Elron bisa leluasa melihat mata kuning keemasan yang bersembunyi di balik kacamata perempuan yang belum ia kenal itu. "Terimakasih. Ah, nama ku Elron," ucap Elron mengulurkan tangannya ke depan. Gadis itu mendongak menatap Elron dari tempat duduknya. "Oh?" Elron tersentak. Ia baru sadar bahwa tindakannya begitu lancang. Kenapa pula ia harus memberi tahu namanya. Gadis itu kan cuma memberi tahu bolpoinnya jatuh. Hanya itu. "Nama ku Shiena," sahutnya dengan senyum kecil. Elron tidak tahu harus meletakkan mukanya dimana. Untung wanita yang bernama Shiena ini peka dengan kegugupan Elron. Ia membalas uluran tangan Elron. "Kalau kita bertemu lagi, jangan sungkan meminta bantuan saya." Elron melepas tangannya dan menggaruk leher. Entah kenapa sikap dinginnya di kantor hilang ketika berhadapan dengan Shiena. "Haha.. Paman baik sekali. Aku hanya membantu," jawab Shiena sambil tertawa. Paman? Aku dipanggil paman? Apakah wajah ku begitu tua? Tak ingin semakin kehilangan muka, Elron mengalihkan pembicaraan mereka dengan melihat arloji di tangannya. "Saya masih ada urusan. Shiena, sekali lagi terimakasih. Saya pamit dulu." Elron melambaikan tangannya dan segera berlalu dari sana. Angin segar langsung menyambutnya begitu menginjak trotoar jalan. Ia bernapas lega. Sekarang yang Elron pikirkan adalah bagaimana cara membasmi pengkhianat yang berkeliaran di perusahaannya. *** Shiena menggumamkan lirik lagu sambil memejamkan matanya. Ia begitu menghayati lagu ini. Tapi pikirannya terganggu karena pria bernama Elron yang tadi tanpa sengaja ia bantu. Elron dengan ketampanannya mampu membuat Shiena suka. Suka dalam artian Elron memang pria tampan. Tanpa sadar ia salah melafalkan lirik. Shiena pun membuka matanya. Bertepatan dengan itu lagu di ponselnya berubah menjadi dering tanda panggilan masuk.Shiena tidak perlu mencabut earphone, ia hanya menggeser tombol hijau ke kanan dan menyapa orang yang menghubunginya. "Ada apa Noa?" "Sayang, kamu dimana?" tanya suara pria yang menelponnya. "Aku..aku di kamar." Shiena memperhatikan sekelilingnya. Tidak ada orang yang ia kenal di sini. Itu artinya ia aman. "Kamu sungguh di kamar? Sudah makan siang?" "Yeah, aku sudah. Kamu dimana?" Diam-diam Shiena menggigit bibir bawahnya, takut kalau Noa sampai mengetahui keberadaannya. "Sukurlah. Aku sedang jalan untuk bertemu klien." Keningnya berkerut. "Kalian akan bertemu di mana?" "Kafe Barat. Kenapa? Mau kukirimkan makanan?" Gadis itu gelisah di bangkunya. Ia lekas bangkit dan berjalan ke kasir. Membayar dengan diam dan memberi isyarat agar sang kasir tidak bicara apa pun. "Ti-tidak. Aku sudah kenyang. Kamu sudah makan siang, kan?" tanya Shiena berusaha tetap tenang. Ia berjalan keluar kafe dan menyusuri trotoar dengan langkah cepat. "Ternyata kamu mengkhawatirkan ku. Aku akan makan nanti setelah sampai di sana," jawab Noa diikuti suara tawa kecilnya. Mendengar itu Shiena hanya ber-oh ria dan melanjutkan perjalanan. "Shiena? Kamu baik-baik saja? Kenapa ada suara orang lain di sana?" Gawat! Noa mulai curiga. "Ah? Tidak, tidak. Itu hanya suara tetangga di bawah. Mereka ribut karena masalah anjing. Kamu hati-hati ya. Aku mau mandi dulu," ucap Shiena terkesan buru-buru. "Oh..baiklah. Nanti aku telpon lagi. Sampai jumpa, Shiena. I love you." "Too," jawab Shiena singkat dan memutuskan sambungan. Ia melirik ke kiri dan melihat setiap mobil yang lewat. Tidak ada mobil milik Noa di sana. Ia harus bergerak lebih cepat. Shiena menyelinap di antara puluhan pejalan kaki dan berbelok ke kanan. Apartemennya sudah di depan mata. Namun niatnya untuk segera masuk harus terhenti karena ponselnya kembali berbunyi. Tanpa melihat siapa nama pemanggil, Shiena langsung mengangkatnya. "Halo?" "Sejak kapan kamar mu pindah ke luar?" Mati! Shiena melihat ke kiri, tepat ke jalan raya. Dan di sana ada sebuah mobil hitam yang terasa tak asing bagi Shiena. Ya, itu mobil Noa. Noa memergokinya sedang berbohong pada pria itu. Dan Shiena benar-benar takut. Karena sekali Noa tahu ia bohong, maka hari itu Shiena pasti tidak aman. Kaca mobil depan tampak turun dan terlihat Noa dengan kaca mata hitamnya. Pria itu menyeringai. Mulutnya bergerak dan Shiena dapat mendengarnya lewat ponsel. "Malam ini kita akan bermain, Shiena sayang." Sial! Keringat dingin mulai mengucur di kening Shiena seiring dengan perginya Noa. Ia mengutuk kecorobohannya dan juga keberaniannya keluar rumah. "Habis lah aku," cicit Shiena dengan bahu melemah. Ia melanjutkan perjalanan ke dalam. Bagaimana pun otaknya berusaha mencari jalan kabur, ia yakin Noa pasti akan menghukumnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD